Kementerian ESDM Menyuarakan Perlunya Evaluasi Pembangunan Smelter Nikel di Indonesia

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani

07 Mei 2024, 07.26

Sumber: pexels.com

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong Kementerian Perindustrian untuk mengevaluasi pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan nikel, khususnya smelter dengan Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang menghasilkan Nickel Pig Iron (NPI).

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan evaluasi ini diperlukan karena terjadi kelebihan pasokan NPI di pasar global. Akibatnya
Akibat kelebihan pasokan ini, harga nikel turun signifikan di pasar global.

“Ini adalah masalah dua sektor, yang pertama adalah industri yang terintegrasi dan yang kedua adalah industri yang tidak terintegrasi. Keduanya harus terkoneksi karena sektor hulu ditangani oleh Kementerian ESDM, industri pertambangan adalah domain Kementerian Perindustrian. Kementerian Perindustrian bisa mengevaluasi mana yang bisa didorong dan mana yang harus diperhatikan agar tidak terjadi kelebihan pasokan,” ujar Arifin Tasrif pada Jumat, 16 Februari 2024.

Jika pembangunan smelter RKEF yang memproduksi nickel pig iron masih dalam proses, Arifin mengatakan, kementerian akan meminta mereka untuk menghentikan pembangunannya untuk sementara waktu. Jika smelter tersebut belum beroperasi, mereka dapat meninjau kembali smelter tersebut. Sementara itu, jika investor baru saja mengajukan proposal pembangunan smelter RKEF, kementerian akan menolak proposal tersebut.

“Mereka harus masuk ke produk turunan yang menghasilkan lebih dari sekedar nickel pig iron, yaitu ke segmen produk yang pasarnya sedang tumbuh, karena harga bahan bakunya sedang tidak bagus,” kata Arifin.

Untuk mencapai hal tersebut, Kementerian ESDM mendorong industri untuk mengolah nikel lebih jauh ke hilir, misalnya menjadi nickel matte, yang dapat digunakan sebagai komponen baterai mobil listrik. “Kami akan mengevaluasi perizinan yang baru,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa tren harga komoditas harus dilihat dalam jangka panjang, setidaknya 5-10 tahun ke belakang.

“Pada akhirnya, kita harus mencari keseimbangan. Anda tidak bisa melihat komoditas apapun dari jangka pendek satu atau dua tahun, harus 5-10 tahun. Anda harus melihat harga kumulatifnya. Kemudian, lihatlah harga rata-ratanya,” ujar Luhut pada awal bulan ini.

Deputi Bidang Koordinasi Penanaman Modal dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, juga mengatakan bahwa harga nikel saat ini yang berada di angka US$ 16 ribu masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga rata-rata 10 tahun terakhir yang berada di angka US$ 15 ribu.

“Perlu diketahui bahwa harga nikel saat ini yang sebesar US$ 16 ribu masih lebih tinggi dari harga rata-rata 10 tahun terakhir yang berada di level US$ 15 ribu, bahkan masih lebih tinggi dari periode awal kami melakukan hilirisasi pada 2014-2019 dimana harga rata-rata nikel berada di level US$ 12 ribu,” jelasnya.

Berdasarkan data Trading Economics, harga nikel per Kamis, 15 Februari 2024 tercatat sebesar US$ 16.007 per ton. Secara mingguan, harga nikel naik tipis 1,61 persen dan secara bulanan 0,66 persen. Namun, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year on year), harga nikel anjlok 39,06 persen.

Dilaporkan bahwa harga nikel dunia jatuh ke posisi terendah dalam tiga tahun terakhir. Penurunan harga ini dinilai karena membanjirnya pasokan nikel dari Indonesia.

Merujuk catatan Riset CNBC Indonesia, pada Senin, 22 Januari 2024, harga nikel dunia untuk kontrak tiga bulan tercatat sebesar US$ 16.036 per ton. Posisi ini merupakan yang terendah sejak April 2021.

Pendorong utama dari kinerja nikel yang buruk adalah kondisi pasokan yang lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan. International Nickel Study Group (INSG) memperkirakan harga nikel masih akan tertekan dalam jangka pendek seiring dengan meningkatnya surplus di pasar global dan perlambatan ekonomi global.

Rata-rata harga nikel global menurut INSG adalah US$16.600 per ton pada kuartal pertama dan harga akan meningkat secara bertahap menjadi rata-rata US$16.813 per ton pada tahun 2024.

Disadur dari: indonesiabusinesspost.com