Kebijakan Publik atas Buku 20 Tahun LPJK: Konstruksi Indonesia 2001–2020

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana

19 September 2025, 09.39

Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Sektor jasa konstruksi merupakan salah satu penggerak utama pembangunan nasional. Buku 20 Tahun LPJK: Konstruksi Indonesia 2001–2020 menegaskan bahwa dinamika konstruksi tidak hanya terkait dengan pembangunan fisik, tetapi juga berperan strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing bangsa. Data yang disajikan menunjukkan bahwa output proyek konstruksi meningkat dari sekitar Rp300 triliun pada 2010 menjadi lebih dari Rp1.600 triliun pada 2019. Selain itu, jumlah pekerja konstruksi tumbuh dari 823 ribu pekerja tetap pada 2010 menjadi 1,21 juta pada 2018, sementara total kontribusi sektor ini terhadap PDB terus meningkat.

Temuan ini menekankan pentingnya kebijakan publik yang konsisten dan terarah. Pemerintah bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga sebagai katalisator pembangunan melalui investasi langsung maupun skema kemitraan publik-swasta (PPP). Oleh karena itu, kebijakan harus mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan agar pembangunan konstruksi selaras dengan visi Indonesia 2045.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Dampak

  • Ekonomi: Infrastruktur baru memperluas akses pasar, meningkatkan konektivitas, dan mempercepat mobilitas barang serta manusia. Contoh nyata adalah pembangunan proyek-proyek tol, jembatan, dan jaringan transportasi publik yang mendukung pertumbuhan daerah.

  • Sosial: Ketersediaan fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, dan transportasi massal meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

  • Lingkungan: Konsep konstruksi berkelanjutan mulai diperkenalkan melalui regulasi dan program pemerintah, meskipun belum merata dan belum semua proyek mematuhi standar green building.

Hambatan

  • Dominasi BUMN besar: Perusahaan kecil dan menengah seringkali kesulitan bersaing dalam proyek besar.

  • Kapasitas tenaga kerja: Keterampilan, sertifikasi, dan kompetensi masih belum merata. Walaupun terdapat program seperti sertifikasi kompetensi yang disebut dalam artikel DiklatKerja terkait masa transisi SBU/SKK-K, masih banyak yang belum terjangkau. 

  • Pembiayaan: Banyak proyek bergantung pada dana publik; keterlibatan swasta belum optimal.

  • Keselamatan dan kesehatan kerja (K3): Regulasi ada, tapi pelaksanaannya kurang konsisten dan pengawasan masih lemah.

Peluang

  • Kemitraan publik-swasta (PPP): Dapat dimaksimalkan sebagai solusi pembiayaan dan efisiensi.

  • Inovasi teknologi & prapabrikasi: Mempercepat pelaksanaan, menurunkan biaya, meningkatkan kualitas.

  • Integrasi sertifikasi dan keprofesian: Platform seperti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) LPJK-DiklatKerja dapat diperluas.

  • Regulasi hijau & lingkungan: Momentum global dan komitmen internasional mendukung kebijakan ini.

5 Rekomendasi Kebijakan Praktis

  1. Penguatan Program Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi
    Pemerintah memperluas akses sertifikasi melalui subsidi pelatihan, digitalisasi proses sertifikasi, dan integrasi sertifikasi serta kompetensi konstruksi ke dalam kurikulum SMK dan politeknik.

  2. Peningkatan Partisipasi Swasta melalui Skema PPP
    Perkuat regulasi, kemudahan izin, dan instrumen keuangan inovatif seperti obligasi infrastruktur hijau agar proyek skala besar tidak hanya dibiayai oleh APBN.

  3. Penguatan Kebijakan Konstruksi Berkelanjutan
    Memperkenalkan regulasi yang mengharuskan standar green building, efisiensi energi, dan pengelolaan limbah konstruksi menjadi bagian dari persyaratan proyek pemerintah dan swasta.

  4. Reformasi Rantai Pasok Nasional
    Pengembangan sistem digital logistik material konstruksi, monitoring harga dan distribusi, serta kolaborasi antara pusat dan daerah untuk memperkuat pasokan bahan lokal.

  5. Penguatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
    Wajibkan audit K3 independen pada proyek besar, tingkatkan regulasi dan hukuman jika terjadi pelanggaran, dan masukkan indikator K3 dalam evaluasi kinerja kontraktor.

Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan

Jika rekomendasi di atas tidak dijalankan secara konsisten, terdapat risiko besar:

  • Infrastruktur yang dibangun tidak berkelanjutan dan menimbulkan masalah lingkungan seperti limbah tidak terkelola dan emisi tinggi.

  • Ketimpangan antara kontraktor besar dan kecil semakin melebar, menghambat pemerataan pembangunan di daerah.

  • Kurangnya tenaga kerja kompeten dapat memperlambat penyelesaian proyek dan menurunkan kualitas fisik maupun ekonomi.

  • Kecelakaan kerja tetap tinggi, merugikan reputasi dan kepercayaan publik serta investor.

Penutup

Buku 20 Tahun LPJK: Konstruksi Indonesia 2001–2020 memberikan gambaran komprehensif tentang perkembangan, capaian, dan tantangan sektor jasa konstruksi di Indonesia. Untuk mewujudkan visi Indonesia 2045, diperlukan kebijakan publik yang lebih progresif, integratif, dan berorientasi pada keberlanjutan. Dengan langkah nyata berupa penguatan SDM, keterlibatan swasta, konstruksi berkelanjutan, reformasi rantai pasok, dan peningkatan K3, sektor konstruksi Indonesia dapat menjadi motor penggerak pembangunan yang inklusif dan berdaya saing global.

Sumber

Biemo W. Soemardi, Krishna S. Pribadi, Ahmad Suraji, Muhammad Abduh, dkk. (2020). 20 Tahun LPJK: Konstruksi Indonesia 2001–2020. ITB Press. ISBN: 978-623-297-094-6.