Properti & Analisis Data

Apartemen Ini Punya Skor Kepuasan 93%. Tapi, Data Membisikkan Rahasia yang Berbeda.

Dipublikasikan oleh Melchior Celtic pada 21 Oktober 2025


Saya pernah membeli sebuah gadget dengan ulasan bintang 4.9. Sempurna, kan? Ternyata tidak. Baterainya boros luar biasa, sebuah cacat fatal yang tersembunyi di balik fitur-fitur canggihnya. Pengalaman ini mengingatkan saya pada sebuah tesis menarik tentang Apartemen Vida View di Makassar yang baru saja saya baca. Di permukaan, apartemen ini adalah sebuah kisah sukses yang gemilang.

Penelitian yang dilakukan oleh Karina Dwi Anggreni dari Universitas Hasanuddin ini menemukan Indeks Kepuasan Pengguna sebesar 93,82%. Angka yang fantastis. Apartemen ini bahkan sudah mengantongi Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dari pemerintah sejak tahun 2018, semacam stempel ‘lulus sensor’ yang menyatakan bangunan ini andal dan aman.   

Tapi, apakah angka 93% berarti semuanya sempurna? Seperti gadget saya, apakah ada ‘baterai boros’ yang tidak terlihat di permukaan? Inilah yang membuat penelitian ini begitu menarik. Ia tidak berhenti pada angka, tapi membongkar apa arti ‘kepuasan’ yang sesungguhnya bagi para penghuninya.

Di Balik Angka 93% yang Mengagumkan

Untuk memahami cerita ini, kita perlu kenal dulu dengan siapa yang tinggal di sana. Dari 254 responden yang disurvei, kita bisa melukiskan potret penghuni tipikalnya. Bayangkan ‘Rian’, seorang profesional muda berusia 28 tahun, asli Makassar (78% penghuni adalah penduduk asli), dan berpendidikan sarjana (53% bergelar S1). Ia bekerja sebagai pegawai swasta (51% penghuni) dan memilih apartemen ini karena lokasinya yang strategis, dekat dengan tempat kerja (35% menetap karena alasan ini).   

Rian dan ratusan penghuni sepertinya adalah cerminan generasi urban modern: terdidik, sibuk, dan punya ekspektasi tinggi. Bagi mereka, apartemen bukan sekadar tempat tidur, tapi sebuah keputusan strategis untuk memangkas waktu komuter dan meningkatkan kualitas hidup. Kepuasan mereka, oleh karena itu, menjadi standar yang tinggi untuk dipenuhi.

Keberadaan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) seharusnya menjadi jaminan awal. Sertifikat ini adalah hasil dari serangkaian pemeriksaan teknis yang menyatakan bahwa bangunan tersebut memenuhi standar keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Namun, penelitian ini melakukan sesuatu yang lebih jauh: ia menguji apakah stempel resmi tersebut benar-benar sejalan dengan pengalaman hidup sehari-hari penghuninya. Inilah jurang yang seringkali luput dari perhatian—perbedaan antara kelayakan yang tersertifikasi di atas kertas dengan kenyataan yang dirasakan setiap hari.   

Lensa Baru untuk Melihat 'Rumah': Membedah Metode Importance-Performance Analysis (IPA)

Bagaimana cara peneliti melihat di balik angka 93% yang memukau itu? Mereka tidak sekadar bertanya, “Apakah Anda puas?” Mereka menggunakan alat analisis yang cerdas bernama Importance-Performance Analysis (IPA). Ini adalah cara brilian untuk memetakan dua hal secara bersamaan: apa yang dianggap penting oleh penghuni versus bagaimana kinerja apartemen dalam memenuhi hal tersebut.   

Bayangkan Anda menilai sebuah coffee shop. Rasa kopi dan kecepatan WiFi adalah hal yang sangat penting bagi Anda. Kebersihan toilet juga. Tapi, mungkin warna cangkir atau jenis musik yang diputar tidak terlalu berpengaruh pada pengalaman Anda. IPA bekerja persis seperti ini: ia memisahkan antara hal-hal yang wajib ada (must-have) dari yang sekadar pelengkap (nice-to-have).

Metode ini membagi semua aspek hunian ke dalam empat kuadran :   

  • Kuadran A (Prioritas Utama / Top Priority): Ini adalah zona bahaya. Sesuatu yang sangat penting bagi penghuni, tapi kinerjanya dinilai buruk. Di coffee shop tadi, ini seperti rasa kopi yang hambar. Ini adalah alarm paling kencang yang menuntut perbaikan segera.

  • Kuadran B (Pertahankan Prestasi / Maintain Achievement): Ini adalah area keunggulan. Sesuatu yang sangat penting, dan kinerjanya luar biasa. Ini adalah WiFi super cepat dan kopi yang nikmat. Pesannya jelas: terus pertahankan ini!

  • Kuadran C (Prioritas Rendah / Low Priority): Ini adalah hal-hal yang tidak terlalu penting bagi penghuni dan kinerjanya biasa saja. Mungkin seperti warna cangkir tadi. Manajemen tidak perlu membuang banyak sumber daya di sini.

  • Kuadran D (Berlebihan / Possible Overkill): Sesuatu yang tidak dianggap penting oleh penghuni, tapi kinerjanya sangat baik. Mungkin coffee shop tadi punya layanan valet parkir. Keren, tapi tidak esensial. Sumber daya yang dihabiskan di sini bisa dialihkan ke area yang lebih prioritas.

Dengan menggunakan kerangka kerja ini, penelitian tersebut berhasil mengubah data kepuasan yang abstrak menjadi sebuah peta strategis. Ini bukan lagi sekadar laporan akademik, melainkan sebuah panduan praktis bagi pengelola properti untuk mengetahui di mana harus memfokuskan energi dan investasi mereka untuk dampak yang maksimal.

Retak Tersembunyi di Fondasi yang Kokoh

Analisis IPA inilah yang akhirnya mengungkap cerita yang lebih dalam di balik skor 93%. Ada fondasi yang sangat kokoh, tetapi juga ada beberapa retakan yang tersembunyi di tempat yang paling tidak terduga.

Pertahankan Prestasi: Di Mana Rasa Nyaman dan Sehat Sudah Terpenuhi

Kabar baiknya, Apartemen Vida View berhasil dengan cemerlang dalam hal-hal yang paling mendasar. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Kenyamanan dan Kesehatan sebagian besar jatuh ke dalam kuadran ‘Pertahankan Prestasi’ dan ‘Prioritas Rendah’.   

Ini berarti hal-hal seperti sirkulasi udara di dalam unit, pencahayaan alami, kualitas air bersih, hingga sistem pengelolaan sampah dan sanitasi kemungkinan besar sudah sangat baik. Pihak pengelola telah berhasil menciptakan sebuah lingkungan yang secara fisik nyaman dan sehat untuk ditinggali. Inilah fondasi kokoh yang menopang skor kepuasan 93% itu. Mereka telah memenuhi kebutuhan dasar sebuah hunian dengan sangat baik, dan para penghuni merasakannya.

Prioritas Utama: Alarm Berbunyi untuk Kemudahan dan Keselamatan

Di sinilah ceritanya menjadi rumit dan jauh lebih menarik. Di tengah kepuasan yang tinggi itu, alarm berbunyi di dua area yang sangat krusial bagi kehidupan urban modern: Kemudahan (Convenience) dan Keselamatan (Safety). Beberapa aspek dalam dua kategori ini jatuh ke dalam kuadran ‘Prioritas Utama’.   

Artinya, bagi Rian dan penghuni lainnya, ada hal-hal yang sangat mereka pedulikan dalam kehidupan sehari-hari, namun mereka merasa pihak manajemen gagal memenuhinya dengan baik. Inilah ‘baterai boros’ dari apartemen ini.

Apa artinya ini dalam kehidupan nyata? Meskipun tesis ini tidak merinci item spesifiknya, kita bisa membayangkan skenarionya. ‘Kemudahan’ bisa berarti hal-hal yang terasa sepele namun terjadi setiap hari: akses parkir yang sulit dan memakan waktu, lift yang seringkali harus ditunggu lama terutama di jam sibuk, atau proses administrasi internal yang berbelit-belit. Bagi profesional yang sibuk, friksi-friksi kecil seperti ini bisa menumpuk menjadi frustrasi besar.

Sementara itu, masalah ‘Keselamatan’ bisa jadi lebih serius. Ini bisa menyangkut penerangan yang kurang di area parkir basement, sistem kartu akses yang terkadang tidak andal, atau prosedur darurat kebakaran yang tidak tersosialisasi dengan baik.

Ini memunculkan sebuah paradoks yang menarik: bagaimana mungkin tingkat kepuasan bisa mencapai 93% jika ada masalah di area sepenting keselamatan dan kemudahan? Ini menunjukkan bahwa aspek positif (kenyamanan, kesehatan, dan mungkin lokasi) dinilai sangat tinggi oleh penghuni, sehingga mampu mengimbangi kekurangan di area lain. Namun, ini juga menjadi pengingat bahwa angka rata-rata bisa sangat menipu. Di balik sebuah nilai yang tinggi, bisa jadi tersembunyi masalah-masalah krusial yang jika diabaikan, dapat menggerus kepuasan dalam jangka panjang.

Opini Saya: Ketika Angka Saja Tidak Cukup

Secara metodologis, penelitian ini brilian. Penggunaan IPA untuk membongkar skor kepuasan adalah langkah yang cerdas dan memberikan wawasan yang jauh lebih dalam daripada survei biasa. Ia mengubah feedback subjektif menjadi prioritas yang bisa ditindaklanjuti.

Namun, ada satu hal yang membuat saya penasaran: cerita di baliknya. Angka-angka ini menunjukkan apa yang salah di area keselamatan dan kemudahan, tapi tidak menjelaskan mengapa. Apakah ‘masalah keselamatan’ itu karena satpam yang kurang ramah, CCTV yang mati, atau portal parkir yang sering rusak? Tanpa data kualitatif—wawancara mendalam atau kutipan langsung dari penghuni—rekomendasi yang diberikan akan tetap bersifat umum. Angka menunjukkan di mana ada asap, tapi cerita dari manusialah yang akan menunjukkan di mana apinya.

Mungkin temuan paling mengejutkan bagi saya adalah ini: penelitian tersebut menemukan bahwa tidak terdapat korelasi antara variabel kepuasan (kenyamanan, kemudahan, keselamatan, dan kesehatan) dengan karakteristik penghuni seperti usia, pendapatan, atau pekerjaan.   

Ini seperti tamparan bagi dunia marketing properti yang terobsesi dengan segmentasi demografis. Pesannya sangat jelas dan kuat: dalam hal fundamental sebuah hunian—rasa aman, nyaman, sehat, dan mudah—kita semua pada dasarnya menginginkan hal yang sama. Kebutuhan ini bersifat universal. Seorang mahasiswa berusia 20 tahun dan seorang manajer berusia 35 tahun sama-sama akan frustrasi jika liftnya lambat atau merasa tidak aman di basement. Ini adalah pengingat bahwa sebelum pengembang berinvestasi pada fitur-fitur niche yang menargetkan demografi tertentu, mereka harus terlebih dahulu memastikan fondasi dasarnya sempurna untuk semua orang.

Tiga Pelajaran yang Bisa Kamu Ambil Malam Ini

Dari analisis mendalam ini, ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita petik, baik sebagai penghuni, pengembang, atau sekadar pengamat kehidupan urban.

  • 🚀 Hasilnya luar biasa: Kepuasan 93,82% membuktikan fondasi yang kuat. Tapi ingat, angka rata-rata bisa menipu. Detail adalah segalanya. Jangan pernah berhenti di skor akhir; selalu gali lebih dalam untuk menemukan area perbaikan yang tersembunyi.

  • 🧠 Inovasinya: Menggunakan kerangka kerja seperti IPA untuk membedah feedback adalah cara jenius untuk menemukan titik lemah yang tersembunyi. Ini adalah pelajaran tentang pentingnya analisis data untuk pengambilan keputusan yang cerdas, sebuah skill yang sangat relevan di dunia kerja saat ini. Jika Anda tertarik mendalami cara menggunakan data untuk strategi, Anda bisa melihat kursus-kursus relevan di(https://diklatkerja.com).

  • 💡 Pelajaran: Jangan terjebak pada stempel atau sertifikasi. Sertifikat Laik Fungsi adalah titik awal, bukan garis finis. Evaluasi sejati sebuah hunian datang dari pengalaman harian para penghuninya. Teruslah bertanya, teruslah mengukur, dan yang terpenting, teruslah mendengarkan.

Lebih dari Sekadar Tempat Tinggal

Kisah Apartemen Vida View adalah sebuah studi kasus yang kaya. Ini bukan cerita tentang kegagalan, melainkan tentang nuansa. Tentang bagaimana sebuah hunian bisa menjadi sangat baik dalam banyak hal, namun masih memiliki pekerjaan rumah di area yang paling fundamental. Ini mengingatkan kita bahwa sebuah ‘rumah’ bukanlah produk statis yang selesai saat dibangun, melainkan sebuah ekosistem layanan dan pengalaman yang terus hidup dan bernapas.

Pada akhirnya, kepuasan bukanlah sebuah angka, melainkan perasaan. Perasaan aman saat pulang larut malam, kemudahan saat membawa belanjaan setelah hari yang panjang, dan kenyamanan saat beristirahat di ruang pribadi kita. Penelitian ini, dengan segala datanya, pada akhirnya berbicara tentang perasaan-perasaan manusiawi yang universal ini.

Jika analisis ini membuatmu penasaran dan ingin menyelami data mentahnya lebih dalam, saya sangat merekomendasikan untuk membaca tesis aslinya. Ada lebih banyak detail menarik yang bisa digali.

(https://repository.unhas.ac.id/25557/2/P082182001_tesis_26-01-2023%201-2.pdf)

Selengkapnya
Apartemen Ini Punya Skor Kepuasan 93%. Tapi, Data Membisikkan Rahasia yang Berbeda.
page 1 of 1