Perindustrian
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 10 April 2025
Pendahuluan: Tantangan dan Kebutuhan Pengendalian Kualitas di Industri Modern
Di era industri saat ini, pengendalian kualitas produksi bukan sekadar kebutuhan teknis, melainkan juga strategi bisnis utama. Produk yang gagal memenuhi standar kualitas dapat merusak reputasi perusahaan, mengurangi kepuasan pelanggan, dan menyebabkan kerugian finansial. Oleh karena itu, sistem Quality Control (QC) yang cerdas dan adaptif menjadi kebutuhan mendesak, terutama di industri manufaktur yang beroperasi dalam lingkungan variabel dan penuh gangguan.
Dalam paper yang ditulis oleh Hsuan-Kai Chang, Awni Qasaimeh, Susan S. Lu, dan Huitian Lu, berjudul Intelligent Integration of SPC/EPC for Quality Control and Fault Diagnosis, penulis mengusulkan integrasi tiga teknologi utama—Statistical Process Control (SPC), Engineering Process Control (EPC), dan Artificial Neural Network (ANN). Kombinasi ketiganya dirancang untuk menciptakan sistem pengendalian proses industri yang lebih akurat, otomatis, dan mampu mendiagnosis kesalahan secara real-time.
Gambaran Umum SPC, EPC, dan ANN
Apa itu SPC?
Statistical Process Control (SPC) adalah metode pengawasan kualitas berbasis statistik. SPC menggunakan control chart untuk mendeteksi variasi proses, baik yang bersifat acak (common cause) maupun spesifik (assignable cause). Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa proses produksi tetap dalam kondisi stabil secara statistik.
Apa itu EPC?
Engineering Process Control (EPC) berfokus pada regulasi otomatis proses produksi. EPC berperan sebagai sistem umpan balik yang menyesuaikan variabel input untuk menjaga output proses tetap pada target yang diinginkan, meskipun terjadi gangguan atau variasi input.
Apa itu ANN?
Artificial Neural Network (ANN) adalah model komputasi cerdas yang mampu mengenali pola dan belajar dari data. Dalam konteks pengendalian kualitas, ANN digunakan untuk mengenali pola anomali pada control chart dan bertindak sebagai regulator proses yang adaptif.
Mengapa Perlu Integrasi SPC, EPC, dan ANN?
Baik SPC maupun EPC memiliki keterbatasan ketika diterapkan secara mandiri:
Dengan mengintegrasikan keduanya melalui Artificial Neural Network (ANN), sistem tidak hanya mampu mendiagnosis dan mengidentifikasi pola gangguan, tetapi juga melakukan penyesuaian otomatis untuk mengoreksi proses. Hal ini menciptakan sistem pengendalian proses cerdas, yang menggabungkan diagnosis gangguan dan kontrol otomatis secara simultan.
Arsitektur Sistem Integrasi SPC/EPC/ANN
Komponen Utama
Fungsi ANN
Studi Kasus: Sistem Tiga Tangki Non-Linear
Simulasi Sistem
Penelitian ini menguji integrasi SPC, EPC, dan ANN dalam sebuah sistem tiga tangki yang sering digunakan di industri pengolahan air limbah, petrokimia, dan sistem gas cair. Sistem terdiri dari:
Tujuan Pengendalian
Hasil dan Temuan Penting
1. Penggunaan ANN Sebagai Controller
ANN digunakan sebagai pengontrol adaptif yang secara otomatis menyesuaikan variabel input berdasarkan data error (selisih antara target dan output aktual). ANN juga mengenali pola gangguan yang timbul dari variasi proses.
2. Efektivitas Klasifikasi Pola Gangguan
ANN Pattern Recognizer dilatih untuk mengenali 7 pola umum dalam SPC control chart, termasuk:
Hasil klasifikasi menunjukkan akurasi lebih dari 92%, membuktikan bahwa ANN mampu melakukan diagnosis yang cepat dan akurat.
3. Sistem Pengendalian Otomatis yang Handal
Perbandingan dengan Penelitian Serupa
Beberapa penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Hwarng et al. (1993) dan Pham et al. (1994), juga mengintegrasikan ANN ke dalam sistem SPC. Namun, paper ini memberikan nilai tambah dengan menyertakan EPC sebagai bagian dari sistem pengendalian proses yang adaptif. Ini menjadikan pendekatan yang lebih holistik dibanding penelitian terdahulu yang hanya berfokus pada diagnosis, bukan kontrol otomatis.
Analisis Kelebihan dan Keterbatasan Sistem Integrasi SPC/EPC/ANN
Kelebihan
Keterbatasan
Rekomendasi Praktis untuk Implementasi di Industri
Potensi Implementasi di Industri 4.0 Indonesia
Integrasi SPC, EPC, dan ANN sangat relevan bagi perusahaan manufaktur Indonesia yang tengah bertransformasi menuju Industri 4.0. Industri yang paling potensial untuk adopsi sistem ini antara lain:
Dengan tantangan kualitas produk dan tekanan persaingan global, penerapan sistem kontrol cerdas berbasis integrasi SPC, EPC, dan ANN adalah strategi transformasi digital yang wajib dipertimbangkan.
Kesimpulan: SPC, EPC, dan ANN sebagai Pilar Sistem Pengendalian Proses Cerdas
Paper ini memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan sistem pengendalian kualitas yang adaptif dan otomatis. Dengan menggabungkan SPC sebagai detektor gangguan, EPC sebagai pengatur variabel proses, dan ANN sebagai pengenal pola dan pengontrol adaptif, sistem ini menghadirkan solusi pengendalian kualitas komprehensif di era Industri 4.0.
✅ Keunggulan sistem ini:
🚀 Langkah selanjutnya adalah mengembangkan integrasi dengan IoT dan Big Data Analytics, menciptakan sistem pengendalian kualitas yang lebih presisi, prediktif, dan proaktif.
Referensi Utama:
Chang, H-K., Qasaimeh, A., Lu, S. S., & Lu, H. (2016). Intelligent Integration of SPC/EPC for Quality Control and Fault Diagnosis. Journal of Industrial and Intelligent Information, Vol. 4, No. 3, 191-197.
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 10 April 2025
Pendahuluan: Mengapa Pengendalian Proses Statistik (SPC) Krusial di Industri Indonesia?
Industri di Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan besar dalam menjaga kualitas produk sekaligus meningkatkan efisiensi produksi. Kualitas produk yang tidak konsisten, tingkat cacat yang tinggi, serta efisiensi yang belum optimal menjadi hambatan utama dalam meningkatkan daya saing, baik di pasar lokal maupun global. Dalam konteks ini, Statistical Process Control (SPC) muncul sebagai solusi yang tepat untuk memastikan kualitas produk secara konsisten dan sistematis.
Artikel berjudul "Implementation of Statistical Process Control for Quality Control Cycle in the Various Industry in Indonesia: Literature Review" karya Hibarkah Kurnia, Setiawan, dan Mohammad Hamsal, yang diterbitkan di Operations Excellence: Journal of Applied Industrial Engineering (2021), memberikan gambaran komprehensif mengenai bagaimana penerapan SPC di berbagai sektor industri di Indonesia telah berkontribusi terhadap peningkatan mutu produksi dan efisiensi proses.
SPC dalam Industri Indonesia: Apa Itu dan Mengapa Penting?
SPC adalah pendekatan berbasis statistik untuk memantau dan mengontrol suatu proses produksi. Dengan SPC, perusahaan dapat mengidentifikasi variasi proses sejak dini, sehingga potensi cacat atau kesalahan produksi bisa diantisipasi dan diminimalisasi sebelum produk sampai ke konsumen.
Di Indonesia, kebutuhan akan implementasi SPC semakin mendesak, terutama mengingat pesatnya perkembangan industri manufaktur, otomotif, tekstil, makanan dan minuman, hingga industri berat. Ketergantungan terhadap pasar ekspor juga menuntut produk-produk Indonesia memenuhi standar internasional yang ketat.
Metodologi Kajian: Tinjauan Sistematis 30 Studi Kasus Industri di Indonesia
Penelitian ini mengadopsi metode Systematic Literature Review (SLR), yang dirancang untuk menganalisis dan menyintesis hasil-hasil penelitian terkait penerapan SPC di berbagai industri dalam negeri. Dari total 35 jurnal yang dikumpulkan, 30 jurnal relevan dianalisis secara mendalam.
Proses Penyaringan Literatur:
Temuan Utama: Industri yang Paling Banyak Mengadopsi SPC
Dari hasil kajian, terdapat dua sektor industri di Indonesia yang paling intensif menggunakan SPC, yaitu:
Dua industri ini menunjukkan pertumbuhan yang pesat dan kebutuhan tinggi akan pengendalian mutu yang ketat. Misalnya, dalam industri plastik, kualitas produk yang tidak sesuai spesifikasi dapat menyebabkan produk tidak layak pakai, sementara di industri tekstil, kecacatan sekecil apapun dapat memengaruhi nilai jual produk.
Studi Kasus Nyata: Bagaimana SPC Meningkatkan Kualitas di Berbagai Industri
1. Industri Plastik
Kasus di perusahaan plastik menunjukkan bahwa penggunaan control chart mampu menekan tingkat cacat, seperti lubang pada produk box plastik, hingga 47,82%. Dengan analisis fishbone diagram, ditemukan bahwa faktor mesin dan kualitas bahan baku menjadi penyebab dominan cacat produk.
2. Industri Garment
Dalam produksi pakaian jadi, SPC diterapkan untuk memantau kualitas jahitan. Studi di CV Fitria menemukan bahwa penerapan P-Chart menurunkan tingkat cacat produksi baju koko secara signifikan setelah mengidentifikasi penyebab utama dari tenaga kerja dan metode produksi.
3. Industri Makanan dan Minuman
SPC juga diterapkan di industri kopi bubuk, seperti di CV Pusaka Bali Persada. Masalah utama berupa kemasan kotor dan berat tidak sesuai spesifikasi dapat diminimalisir setelah menggunakan Pareto chart untuk mengidentifikasi prioritas perbaikan.
Keunggulan Penggunaan SPC: Manfaat Praktis di Lapangan
Penelitian ini merinci manfaat utama SPC yang telah dirasakan oleh berbagai industri di Indonesia:
Kelemahan dan Tantangan Implementasi SPC di Indonesia
1. Kurangnya SDM Terlatih
Salah satu hambatan besar adalah minimnya tenaga kerja yang paham penggunaan alat statistik dan software SPC, terutama di perusahaan skala kecil dan menengah (UKM).
2. Biaya Implementasi Awal
Walaupun SPC diyakini sebagai metode yang hemat biaya dalam jangka panjang, investasi awal untuk pelatihan, perangkat lunak, dan sensor pengukuran seringkali menjadi beban bagi banyak industri.
3. Kompleksitas Sistem
Tidak semua industri siap mengintegrasikan SPC dalam proses produksi, terutama yang belum menerapkan Sistem Manajemen Mutu berbasis ISO.
Perbandingan dengan Praktik Internasional: Apa yang Bisa Dipelajari?
Dalam penelitian ini, penulis juga menyoroti bahwa Indonesia masih tertinggal dibandingkan Jepang atau Jerman dalam penerapan Quality 4.0, yaitu sistem mutu berbasis digital. Di negara-negara tersebut, SPC telah diintegrasikan dengan Internet of Things (IoT) dan Big Data Analytics untuk memberikan pemantauan kualitas secara otomatis dan prediktif.
Sebagai contoh, perusahaan otomotif Jepang seperti Toyota menggunakan Andon System yang menggabungkan SPC dengan sistem peringatan visual dan otomatisasi untuk mendeteksi gangguan produksi secara real-time.
Rekomendasi Praktis: Strategi Menerapkan SPC di Industri Indonesia
Berdasarkan temuan dalam paper ini, berikut rekomendasi agar SPC bisa diterapkan lebih luas dan efektif di Indonesia:
Masa Depan SPC di Indonesia: Peluang dan Harapan
Paper ini menunjukkan bahwa masa depan SPC di Indonesia sangat menjanjikan, terutama jika mampu beradaptasi dengan perkembangan Industri 4.0. Penulis menyarankan kolaborasi antara Lean Manufacturing, Six Sigma, dan teknologi digital, seperti Big Data dan AI, untuk menciptakan sistem kontrol kualitas yang lebih cepat, akurat, dan dapat diandalkan.
Kesimpulan: SPC adalah Kunci Menuju Industri Indonesia yang Lebih Kompetitif
Penelitian oleh Kurnia dkk. menyimpulkan bahwa:
Namun, dengan semangat inovasi dan dukungan pemerintah, SPC diyakini akan menjadi pilar utama dalam meningkatkan kualitas dan daya saing industri Indonesia di kancah global.
Sumber Utama:
Kurnia, H., Setiawan, S., & Hamsal, M. (2021). Implementation of Statistical Process Control for Quality Control Cycle in the Various Industry in Indonesia: Literature Review. Operations Excellence Journal, 13(2), 194-206.
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 21 Maret 2025
Kementerian Perindustri bersama sejumlah lembaga terkait tengah menyusun peta jalan pengembangan industri halal. Sekretaris Jenderal Kemenperin Dody Widodo mengatakan bahwa kementerian/lembaga terkait itu di antaranya Komite Nasional Ekonomi Syariah (KNEKS), Kementerian Keuangan, serta Kementerian PPN/Bappenas. “Hal ini diharapkan dapat mempercepat terbentuknya ekosistem halal dari aspek industri,” kata Dody di Jakarta dalam keterangan tertulis, Selasa (12/10/2021). Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengeluarkan dua beleid terkait industri halal, yakni tentang pembentukan kawasan industri halal dan pusat pemberdayaan industri halal. Pemberdayaan industri halal diwujudkan dalam beberapa program utama, meliputi pembinaan sumber daya manusia (SDM), pembinaan proses produksi, fasilitasi pembangunan infrastruktur, serta publikasi dan promosi.
“Ini juga termasuk dukungan terhadap industri kecil dan menengah yang selama ini telah mendapatkan fasilitas sertifikasi halal,” jelasnya. Dody menjelaskan, banyak aspek yang menjadi perhatian untuk menghasilkan produk halal, misalnya bahan baku, teknologi penunjang, fasilitas pendukung, dan SDM industri yang terlibat.
“Kedua peraturan menteri tersebut dijalankan bersama untuk mengembangkan industri halal yang mendukung pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia,” ujarnya. Dody menjelaskan bahwa potensi ekonomi syariah global yang mencapai US$2,02 triliun, membuat Indonesia sangat berpeluang untuk mengembangkan industri halal, terutama pada sektor makanan dan minuman, fesyen, farmasi, serta kosmetik. “Ini dilihat dari peningkatan demand produk makanan halal maupun berkembangnya tren fesyen busana muslim yang harus dapat dimanfaatkan oleh industri tekstil dan produk tekstil nasional melalui ragam inovasi produk dan optimalisasi tekstil fungsional,” jelas Dody.
Sementara itu, pada industri farmasi dan kosmetika, pengembangan produk halal juga sejalan dengan upaya substitusi bahan baku impor, karena dapat memanfaatkan keanekaragaman hayati Indonesia yang unik sebagai selling point tersendiri di mata konsumen global. Kepala Pusat Pemberdayaan Industri Halal (PPIH) Kemenperin Junadi Marki menambahkan, terdapat empat strategi utama yang menjadi acuan para pemangku kepentingan terkait pengembangan ekosistem halal, yaitu penguatan rantai nilai, penguatan keuangan syariah, penguatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta penguatan ekonomi digital. Ia menambahkan, strategi utama tersebut juga akan diperkuat dengan empat strategi dasar yang menjadi ekosistem pendukung, yaitu penguatan regulasi dan tata kelola, pengembangan kapasitas riset dan pengembangan, peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, serta peningkatan kesadaran dan literasi publik.
Sumber: ekonomi bisnis.com
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 17 Maret 2025
Kementerian Perindustrian berniat tegas melanjutkan kebijakan yang bertujuan meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dalam negeri. Upaya strategis ini berdampak luas terhadap perekonomian negara, seperti peningkatan laju investasi dan ekspor serta peningkatan penyerapan tenaga kerja. “Kebijakan ini sejalan dengan arahan presiden bahwa pemerintah akan menghentikan ekspor bahan mentah seperti mineral dan batubara secara bertahap,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Surabaya, Minggu (20/2).
Menteri Perindustrian mengapresiasi upaya yang dilakukan PT Smelting dalam meningkatkan kapasitas produksi. lagi 30 persen dari smelter tembaga. Hal ini akan meningkatkan kapasitas produksi dari 300 ribu ton menjadi 342 ribu ton katoda tembaga per tahun.
"Kami menerima laporan bahwa investasi perluasan sebesar 231 juta dolar dan konstruksinya harus selesai .akhir Desember 2023,” kata Agus. PT Smelting melakukan ekspansi sebanyak empat kali untuk meningkatkan kapasitas produksi. Pada tahap pertama, kapasitas produksi katoda tembaga PT Smelting sebesar 200 ribu ton per tahun.
1999. Pada tahun 2008, ekspansi pertama dilakukan dengan meningkatkan kapasitas produksi katoda tembaga menjadi 255 ribu ton per tahun. . di tahun. Kemudian pada tahun 2001 kembali dinaikkan menjadi 270 ribu ton. Ekspansi ketiga pada tahun 2009 meningkatkan kapasitas menjadi 300 ribu ton per tahun.
Hingga saat ini, PT Smelting memproses konsentrat tembaga di tambang PT Freeport Indonesia di Papua. PT Smelting memiliki tiga pabrik di Indonesia yang terdiri dari smelter, kilang, dan pabrik asam sulfat. “Dengan perluasan ini, PT Smelting juga akan menjadi smelter tembaga pertama dan satu-satunya di Indonesia,” jelas Agus.
Pembangunan PT Smelting baru ini yang awalnya hanya mengolah 1 juta ton. konsentrat tembaga per tahun, akan meningkatkan kapasitas sebesar 1,3 hingga satu juta ton konsentrat per tahun. “Dengan kontribusi perusahaan kilang lain yang memiliki kapasitas serapan konsentrat 2 juta ton, Gresik akan memproduksi total konsentrat sebanyak 3,3 juta ton. Artinya, Gresik akan menjadi hub hulu tembaga,” imbuhnya.
PT Smelting Irjuniawan P Direktur Perdagangan dan Pengembangan Usaha Radjamin mengatakan, proyek perluasan kali ini juga bertujuan menambah pabrik asam sulfat baru. Selain menambah kapasitas beberapa smelter dan menambah jumlah elektrolisis sel.di kilang.
"PT Smelting tetap berdedikasi untuk memajukan negeri tercinta. Peningkatan kapasitas produksi ini akan semakin memperkuat Indonesia sebagai salah satu produsen tembaga dunia, ujarnya.
Masa Depan
Menteri Perindustrian optimis upaya hulu tembaga ini dapat terwujud di masa depan, misalnya pada pengembangan sumber energi terbarukan, kendaraan listrik, dan panel surya. . . . “Karena semuanya butuh tembaga,” ujarnya.
Selain itu, perluasan PT Smelting diharapkan mampu memenuhi kebutuhan produk dalam negeri seperti katoda tembaga untuk kawat atau kabel. industri, tembaga. batangan (rods), industri kimia dan hasil sampingnya berupa asam sulfat sebagai bahan baku pabrik pupuk serta terak tembaga dan gipsum sebagai bahan baku semen. “Hal ini dinilai mendukung kebijakan substitusi impor.
"Hilirisasi industri ini penting untuk menjamin ketersediaan bahan baku dari sumber daya alam dan meningkatkan nilai tambah," Agus Ditegaskannya, misalnya dari hilirisasi bijih tembaga hingga kawat, nilai tambahnya meningkat dari $3.900 per ton menjadi $8.000 per ton atau bahkan dua kali lipat.
Agus menambahkan, industri peleburan dalam negeri memberikan dampak positif. terhadap pertumbuhan perekonomian nasional dan daerah yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Konawe biasanya berkisar 5-6% sebelum “Investasi datang, dalam dua tahun terakhir pertumbuhan kawasan puluhan persen,” ujarnya.
Bahwa dampak positif skala besar dari aktivitas industri bahkan berhasil meredamnya. tingkat kemiskinan. “Hal ini menunjukkan adanya kemitraan yang saling menguntungkan antara industri dan masyarakat yang membawa kemajuan bersama, termasuk tumbuhnya usaha di lingkungan pabrik dan dapat meningkatkan infrastruktur sosial yang dibutuhkan masyarakat,” tambah Menperin.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kebijakan hulu mineral berdampak positif terhadap perolehan devisa dari ekspor. “Tahun lalu ekspor besi dan baja Indonesia sebesar $20,8 miliar,” ujarnya. Pendapatan meningkat 20 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mengekspor bahan baku nikel dengan pendapatan sebesar satu miliar dolar. Baja merupakan produk olahan yang diperoleh dari penambangan nikel.
"Ekspor ini menjadi bagian yang berkontribusi terhadap neraca perdagangan yang positif. "Oleh karena itu, pemerintah berupaya memastikan hal-hal berikut ini kebijakan tetap berjalan dan ekspor tidak ada hambatan lagi,” tegasnya.
CEO PT Smelting Hideya Sato menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah pusat dan daerah yang mendukung ekspansi perusahaan. “Saya yakin, bahwa upaya ini sejalan dengan kebijakan pemerintah dan akan sangat membantu memberikan kontribusi terhadap perekonomian negara seiring upaya kami untuk memasok katoda tembaga dan asam sulfat kepada industri Indonesia,” ujarnya.
Sekda Pemprov Jatim Wahid Wahyudi menyampaikan industri logam berperan dalam pertumbuhan ekonomi Jatim.Saat ini Jatim mempunyai 191 industri logam dengan nilai produksi sebesar Rp 28,6 triliun pada tahun 2021, meningkat 3,79% dibandingkan tahun 2021. Tahun lalu Sementara itu, nilai ekspor pada tahun 2020 sebesar USD 1,79 juta dan meningkat menjadi USD 2,32 juta pada Januari-Oktober 2021.
Disandur dari : https://kemenperin.go.id/artikel/23134/Menperin-Akselerasi-Hilirisasi-Mineral,-Produksi-Katoda-Tembaga-Meningkat
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 17 Maret 2025
Dalam era Society 5.0, kemajuan teknologi semakin berperan dalam berbagai sektor, termasuk sektor jasa konstruksi. Paper yang ditulis oleh Shendy Irawan ini membahas konsep Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PERMENPUPR) No. 12 Tahun 2021. Kajian ini menyoroti pentingnya peningkatan kompetensi tenaga kerja konstruksi secara berkesinambungan agar tetap relevan dengan perkembangan industri dan tuntutan zaman.
Dengan adanya PKB, tenaga ahli konstruksi tidak hanya memperoleh sertifikat keahlian (SKA) secara legal, tetapi juga didorong untuk terus meningkatkan kompetensi mereka sesuai bidang masing-masing. Artikel ini memberikan gambaran tentang strategi pengembangan profesi yang dapat diterapkan oleh tenaga kerja di sektor konstruksi untuk menghadapi tantangan di era digital.
Era Society 5.0 pertama kali diperkenalkan oleh Jepang pada tahun 2019 sebagai respons terhadap dampak revolusi industri 4.0 yang berpotensi menggerus nilai-nilai kemanusiaan. Dalam konteks sektor konstruksi, pengembangan keprofesian menjadi sangat penting karena berbagai faktor, seperti:
Untuk menghadapi tantangan ini, tenaga ahli konstruksi harus terus mengembangkan diri melalui program pendidikan, pelatihan, dan partisipasi dalam berbagai kegiatan profesional.
Kajian ini menggunakan metode studi literatur dengan mengacu pada PERMENPUPR No. 12 Tahun 2021. Paper ini juga menganalisis berbagai jenis kegiatan PKB yang dapat dilakukan oleh tenaga kerja konstruksi, termasuk:
Analisis dilakukan dengan membandingkan efektivitas program PKB dalam meningkatkan kompetensi tenaga kerja berdasarkan data yang tersedia.
Implementasi PKB dalam Sektor Konstruksi
Menurut kajian ini, penerapan PKB telah dilakukan oleh berbagai lembaga, seperti:
Data dari penelitian ini menunjukkan bahwa sekitar 75% tenaga ahli konstruksi yang mengikuti program PKB mengalami peningkatan kompetensi yang signifikan dalam bidangnya. Selain itu:
Studi Kasus: Implementasi PKB di Proyek Infrastruktur Nasional
Salah satu contoh penerapan PKB yang berhasil adalah pada proyek pembangunan jalan tol di Indonesia. Dalam proyek ini:
Hasil studi ini menunjukkan bahwa tenaga kerja yang terus mengembangkan kompetensinya memiliki daya saing lebih tinggi dan mampu menghadapi perubahan industri dengan lebih baik.
Analisis dan Evaluasi
Keunggulan PKB dalam Sektor Konstruksi
Tantangan dalam Implementasi PKB
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kajian ini menegaskan bahwa PKB merupakan elemen kunci dalam meningkatkan kompetensi tenaga kerja konstruksi di era Society 5.0. Dengan adanya program ini, tenaga ahli konstruksi dapat terus berkembang sesuai dengan tuntutan industri yang semakin kompleks.
Rekomendasi
Dengan implementasi strategi yang tepat, PKB dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja konstruksi dan mendukung keberlanjutan industri di era digital.
Sumber Artikel dalam Bahasa Asli
Shendy Irawan. (2023). "Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Berdasarkan PERMENPUPR No. 12 Tahun 2021." Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Era Society 5.0, Universitas Faletehan.
Perindustrian
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 14 Maret 2025
Guna menyambut peluang pasar halal yang telah menjadi tren global saat ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus untuk mengakselerasi pengembangan sektor industri dan kawasan industri halal di tanah air yang berdaya saing global. Apalagi, Indonesia punya potensi pasar halal yang sangat besar sebagai negara dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia.
“Adanya potensi tersebut, membuat kebutuhan terhadap jaminan produk halal sangat penting. Oleh karena itu, Kemenperin bertekad untuk membangun ekosistem halal yang terintegrasi,” kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Doddy Rahadi di Jakarta, Kamis (6/1).
Dalam laporan The State of Global Islamic Economic Report pada tahun 2020 – 2021, umat muslim dunia membelanjakan lebih dari USD2,02 triliun atau setara Rp29 ribu triliun untuk bidang kebutuhan makanan, farmasi, kosmetik, fesyen, pariwisata, dan sektor syariah lainnya. Jumlah tersebut meningkat 3,2% dibandingkan tahun 2018.
“Peningkatan pada permintaan produk makanan dan minuman halal merupakan peluang besar bagi sektor industrinya. Hal ini juga dapat memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional,” tuturnya
Menurut Doddy, permintaan produk makanan dan minuman halal yang terus meningkat, seiring meningkatnya juga pemahaman masyarakat akan jaminan produk yang halal. Untuk menghasilkan produk halal, banyak aspek yang menjadi perhatian, seperti bahan baku, teknologi penunjang, fasilitas pendukung dan sumber daya manusia (SDM) industri.
“Seiring dengan peningkatan permintaan tersebut, kebutuhan akan industri penunjang makanan dan minuman juga mengalami peningkatan,” imbuhnya.
Industri kemasan makanan dan minuman merupakan salah satu sektor penunjangnya, yang memiliki peranan sangat penting. Makanan dan minuman yang telah terjamin kehalalannya juga harus dikemas didalam kemasan yang sudah terjamin kehalalannya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Kemasan kaleng berbahan baku baja lapis timah elektrolisa (tinplate) merupakan salah satu kemasan yang dipakai mayoritas oleh industri makanan dan minuman dalam negeri. PT Latinusa sebagai satu-satunya produsen bahan baku kemasan kaleng tinplate di Indonesia, berkomitmen untuk turut menyukseskan program halal yang digaungkan oleh pemerintah.
Pada tahun 2015, PT Latinusa telah berhasil mendapatkan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI untuk tinplate yang diproduksi. Hal ini menjadikan PT Latinusa sebagai satu satunya industri baja nasional yang memiliki sertifikat halal.
Pada tahun 2021, sesuai dengan perubahan pengelolaan sertifikasi jaminan produk halal yang sebelumnya berada di MUI menjadi ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), PT Latinusa telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku tersebut. “Kebutuhan akan tinplate yang halal ini sebagai perwujudan keinginan pelanggan latinusa khususnya di sektor makanan dan minuman,” ungkap Direktur Komersial PT Latinusa, Yulia Heryati.
Menurut Yulia, saat ini masih sangat sedikit perusahaan tinplate yang memiliki sertifikat halal. “Sehingga harus menjadi kewajiban oleh industri makanan dan minuman menggunakan kemasan dengan bahan baku yang terjamin kehalalannya,” tandasnya.
Oleh karena itu perlu menjadi perhatian pemerintah dan peran serta masyarakat untuk ikut secara aktif menjamin dan mengawasi penerapan jaminan produk halal pada industri. “Kehadiran UPT pelayanan standardisasi dan jasa industri di bidang jaminan produk halal merupakan salah satu komitmen Kemenperin dalam mewujudkan amanah perundang-undangan untuk memperkuat ekonomi nasional melalui pemberdayaan yang berfokus pada fasilitasi pembinaan serta pengawasan industri halal,” papar Doddy.
Fasilitas sertifikasi halal, lanjutnya, menjadi sangat penting bagi pelaku industri kita dalam meningkatkan daya saingnya, khususnya dalam pengembangan produk halal dalam ekosistem halal nasional. Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) selaku unit kerja di bawah BSKJI, memiliki peran strategis dalam menumbuhan ekosistem halal nasional.
“Sebab, kemasan merupakah salah satu faktor yang perlu diperhatikan bagi industri halal,” ujar Doddy. Kemasan dalam sebuah produk memiliki peranan yang penting, karena bukan hanya berfungsi untuk membungkus, tetapi kemasan juga harus melindungi isi produk tersebut agar tetap terjaga kualitas dan mutunya.
“Seluruh sektor yang wajib halal membutuhkan kemasan halal sebagai salah satu prosedur wajib dalam Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH). Selain itu, industri kimia merupakan bagian dari sektor dasar dalam ekosistem halal nasional,” pungkasnya.
Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.
Sumber: kemenperin.go.id