Manufaktur Digital & Industry 4.0

Maintenance & Operations of Manufacturing Digital Twins – Strategi, Tantangan, dan Implikasi Praktis untuk Industri

Dipublikasikan oleh Anjas Mifta Huda pada 14 Agustus 2025


Digital Twin atau DT adalah konsep yang pada dekade terakhir mengalami perkembangan pesat, terutama dalam konteks Industry 4.0 dan smart manufacturing. Secara formal, menurut ISO 23247, Digital Twin dalam manufaktur adalah representasi digital dari elemen manufaktur fisik yang dapat diamati, disebut Observable Manufacturing Element atau OME, yang selalu sinkron dengan kondisi aktual elemen tersebut. Elemen yang dimaksud mencakup produk, proses, sistem, peralatan, hingga material dalam suatu lingkungan produksi. Konsep ini tidak hanya memetakan wujud fisik ke bentuk digital, tetapi juga memungkinkan pertukaran data secara real-time sehingga analisis, simulasi, dan pengambilan keputusan bisa dilakukan secara cepat dan akurat.

Paper “Maintenance and Operations of Manufacturing Digital Twins” yang ditulis oleh Alp Akcay, Stephan Biller, Boon Ping Gan, Christoph Laroque, dan Guodong Shao, serta dipresentasikan pada 2023 Winter Simulation Conference, membedah persoalan dari berbagai sudut pandang: akademisi, industri, dan pemerintah. Fokusnya adalah bagaimana membangun, mengoperasikan, dan memelihara Digital Twin manufaktur sepanjang siklus hidupnya, sehingga tetap relevan, akurat, dan dapat diandalkan untuk mendukung pengambilan keputusan strategis maupun operasional.

Konsep siklus hidup di sini sangat penting. Sama seperti produk fisik yang memiliki tahapan mulai dari perancangan, implementasi, hingga penghentian atau dekomisioning, Digital Twin pun mengalami siklus serupa. Bedanya, nilai dari Digital Twin sangat bergantung pada keakuratan dan keterbaruan data yang dimilikinya. Jika data yang masuk tidak relevan atau model tidak diperbarui, maka hasil analisis yang dihasilkan akan bias atau bahkan menyesatkan.

Boon Ping Gan, salah satu panelis, menguraikan bahwa membangun Digital Twin manufaktur idealnya dimulai dari penentuan komponen inti. Ia menekankan perlunya data query engine yang mampu mengekstrak data produksi dari berbagai sumber, data correction engine untuk membersihkan dan memperbaiki data sesuai aturan yang telah ditetapkan, historical data analyzer yang mengubah data historis menjadi distribusi statistik yang berguna bagi model, simulation model yang merepresentasikan proses manufaktur secara detail, forecast quality monitor yang mengawasi akurasi prediksi model, dan discrete event simulation engine yang menjalankan simulasi berbasis kejadian. Proses pembangunan dimulai dari pemilihan engine simulasi yang tepat, penentuan tingkat fidelity atau detail model yang sesuai dengan ketersediaan data, hingga definisi KPI yang jelas agar model memiliki target pengukuran yang terarah.

Pemilihan engine simulasi sendiri merupakan titik krusial. Engine generik atau umum memiliki fleksibilitas tinggi, tetapi kurang mendukung fitur spesifik industri sehingga memerlukan usaha ekstra dari modeler untuk membangun logika dasar. Sebaliknya, engine spesifik industri sudah memiliki fitur bawaan yang relevan, tetapi kurang fleksibel jika diperlukan kustomisasi mendalam sesuai karakteristik unik perusahaan. Tantangan berikutnya adalah menyesuaikan tingkat detail model dengan data yang tersedia. Seringkali data yang dimiliki tidak lengkap atau memiliki makna yang berbeda-beda tergantung interpretasi engineer. Misalnya, data throughput suatu mesin bisa berarti kapasitas puncak atau rata-rata, dan memilih definisi yang tepat menjadi krusial agar model tidak bias.

Setelah model dibangun, perawatan atau maintenance menjadi hal yang tidak kalah penting. Boon Ping Gan menekankan bahwa keberhasilan DT bergantung pada forecast quality monitoring yang konsisten. Tanpa mekanisme pemantauan ini, model akan kehilangan akurasi secara bertahap, biasanya tidak terdeteksi pada awalnya, tetapi dampaknya bisa signifikan dalam jangka panjang. Salah satu contoh konkret adalah ketika throughput sekelompok mesin meningkat akibat proyek peningkatan produktivitas, tetapi data di DT belum diperbarui. Perubahan ini mungkin tidak langsung terlihat pada output global, namun akan memengaruhi prediksi jika tidak segera diakomodasi dalam model.

Guodong Shao menambahkan perspektif mengenai VVUQ atau Verification, Validation, and Uncertainty Quantification. Verification memastikan bahwa model dibangun dengan benar secara teknis, tanpa kesalahan implementasi. Validation memastikan bahwa model sesuai dengan kebutuhan stakeholder, sedangkan Uncertainty Quantification mengidentifikasi dan mengukur sumber ketidakpastian yang bisa memengaruhi akurasi. Sumber ketidakpastian ini meliputi data yang tidak lengkap, kualitas data yang buruk akibat kesalahan sensor atau transmisi, keterbatasan komputasi yang memaksa penyederhanaan model, hingga kesalahan manusia dalam menginterpretasikan data atau hasil model. Penting untuk diingat bahwa Digital Twin yang berjalan bukan berarti bebas dari error. Oleh karena itu, proses VVUQ harus dilakukan secara berkelanjutan, bukan hanya pada tahap awal pembangunan.

Dari sisi efisiensi model, Alp Akcay menyoroti bahwa kompleksitas sistem manufaktur sering membuat simulasi menjadi mahal secara komputasi. Hal ini menjadi hambatan besar jika Digital Twin ingin digunakan untuk pengambilan keputusan real-time. Untuk itu, ia menawarkan pendekatan seperti fluid simulation yang mengaproksimasi aliran diskrit menjadi aliran kontinu, simulation metamodels yang menggunakan response surface untuk menggantikan model detail yang mahal dijalankan, hingga Effective Processing Time (EPT) yang menggabungkan semua waktu terkait proses menjadi satu distribusi agregat. EPT ini terbukti efektif dalam studi kasus di wafer fab semikonduktor, di mana prediksi Work-In-Progress (WIP) dan cycle time dapat dilakukan akurat hanya dengan data kedatangan dan keberangkatan tanpa memerlukan detail rumit dari setiap proses.

Stephan Biller membawa pembahasan ke level strategis, melihat Digital Twin sebagai DNA dari smart manufacturing. Ia membagi smart manufacturing menjadi lima elemen besar: Virtual Manufacturing yang memanfaatkan DT produk dan proses sebelum produksi nyata, optimisasi real-time di lantai pabrik dengan data yang masuk setiap detik, predictive maintenance yang memanfaatkan sensor untuk memprediksi kebutuhan perawatan, optimisasi service shop untuk layanan purna jual, dan Digital Thread yang menghubungkan semua data dari desain produk hingga layanan untuk menciptakan siklus perbaikan berkelanjutan. KPI yang dikejar tidak hanya throughput, kualitas, biaya, dan ketepatan waktu, tetapi juga keberlanjutan dan resiliensi.

Namun, Biller mengingatkan bahwa tantangan terbesar ada pada UKM atau Small and Medium Manufacturers, yang jumlahnya mencapai 98% di Amerika Serikat. Mereka sering kekurangan sumber daya manusia, dana, dan pengetahuan untuk mengadopsi DT. Tanpa strategi adopsi yang terjangkau dan scalable, kesenjangan teknologi antara perusahaan besar dan UKM akan semakin lebar.

Christoph Laroque memperkuat argumen ini dengan hasil observasinya di lapangan. Menurutnya, adopsi DT masih jarang di industri nyata, terutama di UKM, karena tidak adanya strategi data yang jelas, minimnya strategi top-down dari manajemen, dan kurangnya keahlian internal dalam teknologi seperti AI, big data, atau simulasi. Bahkan ketika teknologi tersedia, masalah teknis seperti integrasi data-simulasi yang lambat, kesulitan memperbarui model, dan parameterisasi manual membuat operasional DT menjadi berat. Ia juga menyoroti perlunya riset lebih lanjut menuju Green Digital Twin, yang tidak hanya mengoptimalkan indikator ekonomi tetapi juga indikator ekologis.

Dari perspektif praktis, Digital Twin menawarkan manfaat besar bagi industri. Dengan DT, perusahaan bisa memprediksi output harian dan mengambil langkah preventif, menjadwalkan perawatan berdasarkan beban kerja aktual, mengevaluasi kebijakan operasional sebelum diterapkan, hingga memprioritaskan proyek efisiensi berdasarkan ROI yang terukur. Dampak strategisnya meliputi pengurangan downtime tak terduga, optimalisasi investasi, dan peningkatan adaptabilitas perusahaan terhadap perubahan pasar.

Namun, ada kritik yang perlu dicatat. Paper ini kuat dalam aspek teknis dan metodologis, tetapi belum memberikan panduan kuantitatif mengenai ROI dari implementasi DT, khususnya di UKM. Aspek sumber daya manusia juga menjadi tantangan besar yang solusinya belum konkret selain pelatihan. Mengingat DT memerlukan pemeliharaan dan validasi berkelanjutan, keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada kematangan organisasi dalam mengelola data, proses, dan teknologi secara terintegrasi.

Kesimpulannya, paper ini memberikan pandangan komprehensif mengenai bagaimana membangun, mengoperasikan, dan memelihara Digital Twin manufaktur. Pesannya jelas: maintenance bukan sekadar meng-update data, tetapi mencakup siklus monitoring, validasi, dan adaptasi yang harus dilakukan terus-menerus. Bagi industri, terutama yang ingin bergerak menuju smart manufacturing, Digital Twin bisa menjadi alat strategis yang memberikan nilai besar jika diimplementasikan dengan benar, didukung data berkualitas, model efisien, dan integrasi yang mulus dengan sistem perusahaan. Namun, tanpa perencanaan matang dan strategi implementasi yang realistis, terutama untuk UKM, potensi tersebut bisa berubah menjadi investasi mahal yang tidak memberikan hasil optimal.

Selengkapnya
Maintenance & Operations of Manufacturing Digital Twins – Strategi, Tantangan, dan Implikasi Praktis untuk Industri
page 1 of 1