Manufaktur Digital & Industry 4.0
Dipublikasikan oleh Hansel pada 30 Oktober 2025
Pendahuluan: Sebuah Pertanyaan Fundamental
Artikel “What is Industry 4.0?” karya Sergio Cavalcante (2020) mengangkat pertanyaan sederhana namun mendasar: apa sebenarnya yang dimaksud dengan Industry 4.0? Pertanyaan ini tidak sesederhana kelihatannya, sebab istilah “Industri 4.0” kini digunakan di berbagai bidang—dari manufaktur, pendidikan, hingga kebijakan publik—tetapi belum ada konsensus ilmiah yang kokoh mengenai maknanya.
Penulis berangkat dari kegelisahan konseptual tersebut dan mencoba membangun kerangka teoritis yang lebih sistematis. Alih-alih hanya menyajikan daftar teknologi baru, artikel ini mengajak pembaca memahami Industry 4.0 sebagai pergeseran paradigma yang lahir dari interaksi antara perkembangan teknologi, transformasi organisasi, dan dinamika sosial-ekonomi.
Pendekatan paper ini jelas berbeda dengan laporan teknis atau kajian manajerial. Cavalcante menulis dengan orientasi konseptual: ia menguraikan definisi, memetakan kerangka historis, dan merefleksikan konsekuensi ilmiah maupun sosial dari fenomena Industry 4.0.
Evolusi Revolusi Industri: Dari Mekanisasi ke Sistem Siber-Fisik
Industri 1.0: Awal Mekanisasi
Penulis mengawali pembahasan dengan memosisikan Industry 4.0 sebagai kelanjutan dari revolusi industri sebelumnya. Industri 1.0, yang berlangsung pada abad ke-18, ditandai dengan hadirnya mesin uap dan mekanisasi proses produksi. Perubahan ini memungkinkan produksi massal yang jauh melampaui tenaga manusia.
Refleksi teoritis: revolusi pertama ini mengubah struktur sosial dengan memunculkan kelas pekerja industri dan menggeser ekonomi agraris menuju ekonomi berbasis pabrik.
Industri 2.0: Elektrifikasi dan Produksi Massal
Tahap berikutnya, Industri 2.0, ditandai dengan penggunaan listrik dan jalur perakitan (assembly line). Dengan adanya energi listrik, produksi tidak lagi terbatas oleh mesin uap. Jalur perakitan Ford menjadi simbol era ini, ketika standarisasi produk dan produksi massal menjadi kunci daya saing.
Secara konseptual, revolusi kedua ini memperkenalkan gagasan efisiensi skala sebagai logika utama industri.
Industri 3.0: Komputerisasi dan Otomatisasi
Memasuki paruh kedua abad ke-20, Industri 3.0 menghadirkan komputer, elektronik, dan otomatisasi digital. Perusahaan mulai menggunakan perangkat lunak untuk mengendalikan proses produksi, dari robot di jalur perakitan hingga sistem informasi manajemen.
Pada titik ini, logika industri bergeser ke arah otomatisasi. Mesin tidak lagi hanya alat bantu, melainkan pengganti tenaga kerja dalam fungsi tertentu.
Industri 4.0: Integrasi Siber-Fisik
Akhirnya, Industri 4.0 diposisikan sebagai tahap keempat, dengan ciri utama integrasi sistem siber-fisik (Cyber-Physical Systems, CPS), Internet of Things (IoT), big data, kecerdasan buatan, dan cloud computing.
Refleksi penting: jika Industri 3.0 fokus pada otomatisasi, maka Industri 4.0 menekankan otonomi. Mesin tidak hanya menjalankan instruksi, tetapi juga mengambil keputusan berdasarkan data real-time.
Dimensi Konseptual Industry 4.0
Dimensi Teknologi
Cavalcante menjelaskan bahwa Industry 4.0 mencakup berbagai teknologi kunci:
Penekanan utamanya adalah bahwa teknologi ini tidak berdiri sendiri. Nilai sejati Industry 4.0 muncul ketika semua teknologi tersebut saling terintegrasi dalam sebuah ekosistem digital.
Dimensi Sosial-Ekonomi
Selain teknologi, artikel ini menekankan dimensi sosial dan ekonomi:
Refleksi teoritis: Industry 4.0 harus dipahami sebagai fenomena sosioteknis, di mana teknologi dan masyarakat saling membentuk.
Narasi Argumentatif: Data sebagai "Sumber Daya Baru"
Data Menggantikan Energi sebagai Faktor Utama
Salah satu argumen paling menarik dari penulis adalah analogi antara energi pada revolusi sebelumnya dan data pada revolusi keempat. Jika energi (uap, listrik, minyak) menjadi penggerak utama revolusi 1.0–3.0, maka pada revolusi 4.0 data adalah energi baru.
Big data, menurut Cavalcante, tidak sekadar kumpulan angka, melainkan sumber daya strategis yang menjadi basis inovasi, pengambilan keputusan, dan penciptaan nilai.
Sistem Produksi Cerdas
Industry 4.0 melahirkan konsep smart factory atau pabrik cerdas, di mana aliran informasi real-time memungkinkan produksi yang fleksibel, adaptif, dan efisien. Mesin mampu berkomunikasi satu sama lain, memprediksi kegagalan, dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar.
Refleksi teoritis: paradigma “push production” (produksi massal berdasarkan proyeksi) bergeser ke “pull production” (produksi adaptif berdasarkan data permintaan aktual).
Hasil Kuantitatif dan Indikasi Empiris
Walaupun artikel ini lebih konseptual, penulis tetap menyinggung beberapa data indikatif:
Refleksi ilmiah: angka-angka ini menegaskan bahwa Industry 4.0 bukan lagi sekadar jargon, tetapi sudah memasuki fase implementasi nyata.
Kritik terhadap Pendekatan Penulis
Implikasi Teoretis
Dari pembahasan, beberapa implikasi ilmiah dapat ditarik:
Refleksi Konseptual Mendalam
Industry 4.0 dapat dipahami melalui beberapa refleksi filosofis:
Kesimpulan: Potensi dan Implikasi Ilmiah
Artikel Sergio Cavalcante memberikan kontribusi penting dalam menjernihkan definisi Industry 4.0. Dengan menekankan aspek konseptual dan reflektif, penulis berhasil menunjukkan bahwa Industry 4.0 adalah:
Walaupun artikel ini masih terbatas pada aspek teoritis dan minim data empiris, kontribusi utamanya adalah menyediakan kerangka reflektif untuk memahami arah perkembangan industri di era digital.
Secara ilmiah, implikasi dari paper ini sangat luas. Ia membuka peluang untuk pengembangan teori baru dalam manajemen teknologi, sosiologi industri, dan bahkan filsafat teknologi. Pertanyaan tentang bagaimana manusia hidup berdampingan dengan mesin otonom, bagaimana organisasi dikelola dalam ekosistem berbasis data, dan bagaimana etika baru harus dibangun, semuanya lahir dari kerangka Industry 4.0 yang digagas dalam artikel ini.
Sumber Artikel:
https://doi.org/10.4067/S0718-07642020000100117