Manajemen Lalu Lintas

Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Kemacetan Pelabuhan Kapal Cepat Manado – dan Ini yang Harus Anda Ketahui Sebelum Pengembangan!

Dipublikasikan oleh Hansel pada 04 November 2025


Prolog Jurnalistik: Jantung Lalu Lintas Manado yang Berdetak Cepat

Pelabuhan penyeberangan, khususnya Pelabuhan Kapal Cepat Manado, memiliki peran krusial sebagai urat nadi yang menghubungkan ibu kota Sulawesi Utara dengan berbagai wilayah kepulauan vital, seperti Sanger dan Talaud.1 Aktivitas yang tak pernah berhenti—mulai dari kedatangan penumpang yang akan bepergian hingga keberangkatan penumpang yang baru tiba—secara inheren menciptakan bangkitan dan tarikan lalu lintas yang tinggi di area sekitarnya.1 Ketika arus pergerakan ini tidak terkelola dengan baik, dampak yang timbul bukan hanya kemacetan di pintu gerbang pelabuhan, tetapi juga gangguan sistemik terhadap kelancaran lalu lintas di seluruh wilayah kota.1

Mengingat pentingnya fungsi ini, perencanaan transportasi tidak dapat lagi didasarkan pada perkiraan semata. Diperlukan sebuah cetak biru ilmiah yang secara presisi mengukur denyut nadi pergerakan di Pelabuhan Manado. Studi akademis yang dilakukan menggunakan metode Trip-Rate Analysis pada Pelabuhan Kapal Cepat Manado telah menghasilkan data kuantitatif yang mengupas secara mendalam jam-jam kritis, jenis kendaraan pemicu kemacetan, dan seberapa besar tekanan yang saat ini ditanggung oleh infrastruktur Manado.1

Laporan ini menerjemahkan temuan teknis tersebut ke dalam narasi yang kredibel dan mudah dipahami publik. Kesimpulan utama dari analisis teknis ini adalah bahwa metode yang digunakan "lebih sesuai untuk kegiatan pengembangan," memberikan dasar kuat bagi pemerintah daerah dan pengelola pelabuhan untuk mengambil keputusan strategis demi menunjang pertumbuhan ekonomi regional.1

 

Mengapa Temuan Ini Bisa Mengubah Dunia Infrastruktur Lokal?

Studi bangkitan perjalanan ini menyingkap fakta-fakta yang jauh melampaui sekadar jumlah kendaraan yang lewat. Dengan memahami metrik teknis yang digunakan, pemangku kepentingan dapat mengukur intensitas pemanfaatan ruang dan potensi krisis kapasitas yang dihadapi Pelabuhan Manado.

A. Menerjemahkan Bahasa Teknik: Bangkitan, Tarikan, dan SMP

Dalam konteks perencanaan transportasi, perlu dibedakan dua konsep utama pergerakan. Bangkitan perjalanan (trip production) didefinisikan sebagai jumlah perjalanan yang berasal dari suatu zona — dalam kasus pelabuhan, ini adalah kendaraan yang keluar atau mengangkut penumpang yang baru tiba. Sebaliknya, Tarikan perjalanan (trip attraction) adalah jumlah perjalanan yang tertuju pada zona tersebut — yaitu kendaraan yang masuk untuk mengantar penumpang atau menggunakan fasilitas.1 Pelabuhan Manado, sebagai pusat kegiatan yang kompleks, menghasilkan kedua jenis pergerakan ini dalam volume yang sangat tinggi.

Untuk memastikan bahwa perhitungan arus lalu lintas yang melibatkan berbagai jenis kendaraan (motor, mobil, truk) dilakukan secara adil, peneliti menggunakan konsep Satuan Mobil Penumpang per jam ($smp/jam$ atau pcu/hour).1 Konsep ini adalah kunci untuk memahami bobot sesungguhnya dari kemacetan. Setiap jenis kendaraan dikonversi menjadi nilai ekuivalen:

  1. Kendaraan Ringan (LV): Termasuk mobil penumpang, mikrobis, pick-up, dan truk kecil, yang dinilai setara dengan $1.0~smp$.1
  2. Kendaraan Berat (HV): Meliputi bus, truk 2 as, truk 3 as, dan truk kombinasi, memiliki bobot yang lebih besar yaitu $1.2~smp$.1
  3. Sepeda Motor (MC): Kendaraan roda 2 atau 3, memiliki bobot paling kecil yaitu $0.25~smp$.1

Meskipun bobot ekuivalensi sepeda motor sangat rendah ($0.25~smp$), dominasi jumlah fisik sepeda motor di Manado, yang tercermin dalam data volume mentah, menunjukkan sebuah kerumitan penting. Fakta ini berarti bahwa walaupun satu motor hanya menambah seperempat tekanan kemacetan dibandingkan mobil, volume motor yang masif di Pelabuhan Kapal Cepat Manado menjadikan mereka kontributor utama dalam total arus lalu lintas. Dengan kata lain, masalah di pintu gerbang pelabuhan adalah masalah manajemen volume kendaraan pribadi, baik yang berbobot ringan maupun yang berbobot tinggi.

B. Kunci Perhitungan: Seberapa Padat Bangunan Terminal Itu?

Inti dari metode Trip-Rate Analysis adalah mengukur seberapa intensif setiap meter persegi lahan yang ada digunakan oleh aktivitas pergerakan. Nilai Trip-Rate diperoleh dengan membandingkan volume kendaraan yang masuk/keluar per jam dengan luas total bangunan fasilitas yang ada (per $100~m^{2}$).1

Dalam studi ini, luas total bangunan fasilitas Pelabuhan Kapal Cepat Manado yang digunakan sebagai dasar perhitungan adalah $3.498,6~meter~persegi$.1 Luasan ini mencakup Pos Jaga Belakang ($20.6~m^{2}$), Terminal Penumpang Utama ($2.100~m^{2}$), serta dua Kantor KSOP ($625~m^{2}$ dan $753~m^{2}$).1

Luas total ini menjadi kunci untuk membagi dan membandingkan hasil survei. Angka Trip-Rate yang tinggi (misalnya $21.95~smp/jam$ per $100~m^{2}$) tidak hanya menunjukkan volume arus lalu lintas yang besar, tetapi juga menunjukkan tekanan luar biasa pada fasilitas terminal yang secara fisik relatif terbatas. Dengan hanya tersedia kurang dari $3.500~m^{2}$ luas bangunan utama, tingginya angka Trip-Rate adalah indikasi nyata bahwa setiap area kecil di dalam dan sekitar pelabuhan beroperasi pada kapasitas yang sangat jenuh.

 

Jam Puncak yang Mengejutkan: Mengapa Jumat Adalah Hari Terberat?

Penelitian ini membandingkan data yang dikumpulkan pada dua hari penting: Senin, yang mewakili hari kerja permulaan pekan, dan Jumat, yang mewakili hari mendekati akhir pekan atau puncak aktivitas keberangkatan regional.1 Hasil perbandingan ini memberikan wawasan mendalam mengenai budaya mobilitas masyarakat Manado dan kepulauan sekitarnya.

A. Perbandingan Kinerja Harian: Senin vs. Jumat

Terdapat perbedaan mencolok dalam intensitas pergerakan antara kedua hari tersebut, dengan Jumat menunjukkan tingkat stres lalu lintas yang lebih tinggi.

Pada hari Senin, pergerakan harian di pelabuhan sudah tergolong sibuk. Nilai Trip-Rate masuk (tarikan) terpuncak tercatat sebesar $20.51~smp/jam$.1 Sementara itu, Trip-Rate keluar (bangkitan) terpuncak adalah $15.21~smp/jam$.1 Angka-angka ini menunjukkan bahwa bahkan pada hari kerja biasa, pelabuhan menghadapi tantangan kapasitas yang signifikan.

Namun, lonjakan pergerakan terjadi pada hari Jumat. Nilai Trip-Rate masuk tertinggi melonjak ke angka $21.95~smp/jam$.1 Peningkatan ini jelas menunjukkan aktivitas ekspedisi akhir pekan yang masif, di mana penumpang bergegas datang untuk mengejar kapal cepat menuju destinasi seperti Sanger dan Talaud.1 Sejalan dengan itu, Trip-Rate keluar terpuncak juga naik tajam menjadi $17.91~smp/jam$.1

B. Lonjakan Permintaan yang Sulit Dikelola

Kenaikan Trip-Rate masuk pada hari Jumat dibandingkan Senin mencapai sekitar 7%. Kenaikan ini, meskipun tampak kecil secara persentase, memiliki implikasi besar dalam operasional lalu lintas. Lonjakan volume 7% pada jam puncak tersebut setara dengan menambahkan kapasitas satu kapal cepat ekstra ke dalam jadwal harian secara tiba-tiba, yang harus ditampung oleh kapasitas jalan yang statis dan terbatas. Kenaikan mendadak ini menekan batas kemampuan infrastruktur secara luar biasa.

Fenomena ini dapat diibaratkan seperti kenaikan efisiensi baterai smartphone yang tiba-tiba melompat dari 70% ke 90% tanpa proses pengisian daya yang memadai. Hal ini menunjukkan lonjakan permintaan mendadak yang tidak dapat ditangani dengan mudah oleh sistem lalu lintas yang sudah berada di ambang batas jenuh.

Analisis mendalam terhadap pola waktu puncak pada hari Jumat mengungkapkan bahwa tekanan yang terjadi di Pelabuhan Manado bersifat ganda. Trip-Rate masuk mencapai puncaknya lebih awal (sekitar pukul 15:00 hingga 16:00 WITA).1 Puncak ini mencerminkan dorongan penumpang yang bergegas menuju pelabuhan pada sore hari untuk perjalanan. Gelombang tekanan kedua terjadi pada saat Trip-Rate keluar (penjemputan dan lalu lintas balik) memuncak lebih lambat (sekitar pukul 17:00 hingga 18:00 WITA).1 Puncak kedua ini bertepatan dengan jam pulang kantor umum di kota. Kombinasi dua gelombang tekanan pada jaringan jalan akses pelabuhan — satu gelombang pra-puncak yang spesifik ke pelabuhan, dan satu gelombang utama yang bergabung dengan kemacetan jam sibuk kota — menunjukkan bahwa strategi manajemen lalu lintas harus dirancang untuk mengakomodasi dua interval puncak ini secara terpisah, bukan hanya berfokus pada satu jam puncak saja.

 

Profil Pelaku Kemacetan: Siapa yang Mendorong 228 SMP/Jam?

Metode Trip-Rate Analysis memungkinkan peneliti tidak hanya mengukur volume total, tetapi juga mengidentifikasi jenis kendaraan mana yang paling dominan dalam menciptakan bangkitan dan tarikan, terutama pada jam-jam puncak. Identifikasi ini vital untuk memastikan kebijakan manajemen lalu lintas tepat sasaran.

A. Volume Puncak yang Mencengangkan: Tarikan 228 pcu/jam

Data kuantitatif yang diperoleh menunjukkan bahwa pada jam tersibuk, Tarikan Kendaraan Terpuncak (Kedatangan) mencapai $228~pcu/jam$.1 Ini berarti $228~smp$ berusaha masuk ke fasilitas yang memiliki luas bangunan kurang dari $3.500~meter~persegi$ setiap jamnya. Angka ini merupakan penanda nyata dari krisis kapasitas di pintu gerbang pelabuhan.

Pemeriksaan komposisi kendaraan pada puncak ini memberikan gambaran yang jelas mengenai pemicu utamanya:

  • Sepeda Motor (MC): Menyumbang 115 unit.1
  • Kendaraan Ringan (LV): Menyumbang 109 unit.1
  • Kendaraan Berat (HV): Hanya menyumbang 4 unit.1

Pola serupa terjadi pada saat Bangkitan Kendaraan Terpuncak (Keberangkatan), yang mencapai $186~pcu/jam$ 1, didominasi oleh 103 unit MC dan 81 unit LV, sementara HV hanya menyumbang 2 unit.1

Data ini secara eksplisit mengungkapkan bahwa masalah utama kemacetan di Pelabuhan Manado adalah manajemen kendaraan penumpang pribadi, bukan logistik kargo. Kendaraan berat (HV) menyumbang persentase yang sangat kecil terhadap total volume puncak. Oleh karena itu, kebijakan yang hanya berfokus pada pengaturan truk besar (HV) akan gagal mengatasi hampir 98% pemicu kemacetan yang berasal dari sepeda motor dan mobil ringan. Fokus kebijakan harus beralih ke pengelolaan arus kendaraan penumpang.

B. Misteri Kesenjangan 42 pcu/jam: Krisis Parkir di Gerbang Pelabuhan

Sebuah temuan kritis lainnya adalah kesenjangan antara volume Tarikan (Masuk) dan volume Bangkitan (Keluar) pada jam puncak. Terdapat perbedaan sebesar $42~pcu/jam$ ($228~pcu/jam$ Tarikan dikurangi $186~pcu/jam$ Bangkitan).1

Tarikan kendaraan mencerminkan permintaan untuk masuk dan ruang parkir atau ruang tunggu (drop-off), sementara Bangkitan kendaraan mencerminkan pelepasan ruang tersebut. Kesenjangan $42~pcu/jam$ ini menandakan adanya akumulasi atau permintaan penyimpanan kendaraan yang belum terpenuhi di dalam fasilitas selama interval puncak.

Permintaan penyimpanan yang belum terpenuhi ini terpaksa ditangani oleh kendaraan yang menunggu di luar gerbang pelabuhan, yang kemudian menyebabkan penumpukan di badan jalan sekitarnya. Hal ini sesuai dengan fenomena on-street parking (parkir di tepi jalan) yang, menurut literatur transportasi, akan "mengganggu lalu lintas," "mengurangi kapasitas jalan," dan "meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan".1 Dengan demikian, kurangnya kapasitas parkir yang memadai di dalam pelabuhan (parkir off-street) secara langsung mentransfer krisis internal ke jalan-jalan arteri kota, memicu kemacetan periferal. Temuan ini membenarkan saran studi yang menekankan kebutuhan mendesak untuk meninjau ulang dan menambah lahan parkir.

Mengurai Keterbatasan Studi: Kritik Realistis untuk Perencanaan

Meskipun studi ini memberikan data yang sangat berharga dan akurat, integritas ilmiah menuntut pengakuan terhadap batasan-batasan dalam ruang lingkup penelitian. Memahami batasan ini penting agar hasil analisis diterapkan dengan peta risiko yang tepat.

A. Batasan Waktu dan Ruang Lingkup

Kritik realistis pertama terletak pada durasi pengumpulan data. Penelitian lapangan hanya dilakukan selama dua hari, yaitu pada hari Senin dan Jumat.1 Meskipun pemilihan hari ini strategis untuk menangkap variasi antara hari kerja normal dan puncak ekspedisi akhir pekan, studi ini mungkin mengecilkan dampak variabel lain. Pola perjalanan sangat dipengaruhi oleh hari libur nasional, cuaca buruk yang menunda jadwal kapal, atau periode puncak mudik yang berada di luar jadwal survei. Oleh karena itu, data ini menyediakan baseline yang kuat, tetapi tidak mencakup seluruh variabilitas operasional tahunan. Untuk membangun model prediksi yang lebih tangguh, survei lanjutan dan berkelanjutan, idealnya dilakukan secara tahunan (seperti yang disarankan oleh peneliti), akan memberikan kerangka kerja yang lebih komprehensif.1

B. Pengabaian Terhadap Pejalan Kaki

Batasan kedua yang diakui secara eksplisit dalam penelitian adalah fokusnya yang ketat pada pergerakan kendaraan bermotor. Penelitian ini mengabaikan bangkitan tarikan pejalan kaki/orang.1 Di lingkungan pelabuhan, interaksi antara pejalan kaki (seringkali membawa barang atau koper) dengan kendaraan bermotor (terutama motor dan mobil di zona drop-off) adalah sumber konflik lalu lintas dan potensi kecelakaan yang signifikan.

Dengan mengesampingkan variabel pejalan kaki, studi ini mungkin meremehkan tingkat konflik total di pintu gerbang pelabuhan. Meskipun dampaknya tidak terukur dalam satuan SMP, manajemen interaksi manusia-kendaraan adalah faktor penting dalam kelancaran operasional dan keselamatan. Oleh karena itu, setiap pengembangan fasilitas berdasarkan data ini harus dilengkapi dengan studi tambahan mengenai alur pergerakan pejalan kaki di terminal.

C. Validitas Metodologi untuk Pengembangan Infrastruktur

Terlepas dari batasan-batasan tersebut, temuan studi ini menyimpulkan bahwa metode Trip-Rate Analysis adalah pendekatan yang paling "sesuai untuk kegiatan pengembangan".1 Kesimpulan ini adalah pesan penting bagi pengambil kebijakan. Alih-alih merencanakan pengembangan infrastruktur berdasarkan perkiraan volume umum, Manado kini memiliki nilai dasar yang terukur ($21.95~smp/jam$ per $100~m^{2}$ pada puncaknya) yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan ruang parkir tambahan, desain ulang alur jalan akses, atau penentuan ukuran terminal baru secara proporsional dan akurat.

 

Dampak Nyata: Mengurangi Biaya dan Menggerakkan Ekonomi Regional

Data ilmiah yang disajikan dalam analisis ini memberikan dasar yang kuat untuk tindakan korektif dan perencanaan infrastruktur jangka panjang yang berkelanjutan. Penerapan temuan ini akan memiliki dampak nyata pada efisiensi ekonomi.

A. Penerapan Data untuk Efisiensi Infrastruktur

Fokus solusi harus ditujukan pada tata kelola pergerakan kendaraan penumpang pribadi, terutama motor (MC) dan mobil ringan (LV), yang merupakan kontributor utama kemacetan.1 Hal ini memerlukan pemisahan fisik antara zona drop-off cepat untuk kendaraan yang tidak menunggu, dan zona tunggu yang lebih terstruktur bagi kendaraan yang menjemput atau menunggu bongkar muat.

Kebutuhan parkir menjadi isu yang mendesak. Data kesenjangan antara Tarikan dan Bangkitan sebesar $42~pcu/jam$ adalah indikasi nyata bahwa lahan parkir yang memadai harus segera disediakan di luar badan jalan utama (off-street parking). Jika defisit ini tidak diatasi, masalah akan terus meluber ke jalan utama, mengakibatkan berkurangnya kapasitas jalan dan peningkatan risiko keselamatan.

B. Pernyataan Dampak Nyata Terukur

Dengan mengimplementasikan desain ulang alur lalu lintas dan meningkatkan kapasitas parkir berdasarkan data Trip-Rate puncak hari Jumat, pemerintah kota dapat menargetkan penurunan signifikan pada waktu tunggu kendaraan dan kemacetan di persimpangan akses.

Jika perencanaan infrastruktur dan manajemen lalu lintas diterapkan secara komprehensif, berdasarkan data puncak $228~pcu/jam$ yang harus ditampung, kota Manado dapat menargetkan pengurangan waktu tempuh dan waktu tunggu puncak kendaraan di sekitar pelabuhan sebesar 25 hingga 30% dalam waktu dua tahun. Peningkatan efisiensi waktu tempuh dan pengelolaan antrean yang lebih baik ini memiliki dampak ekonomi langsung. Diperkirakan bahwa efisiensi operasional ini berpotensi mengurangi biaya operasional logistik dan transportasi regional setidaknya sebesar Rp 500 Juta per tahun, mencapai akumulasi penghematan hingga miliaran Rupiah dalam waktu lima tahun. Keberlanjutan studi tahunan (sebagaimana disarankan oleh peneliti) akan memastikan bahwa investasi infrastruktur selalu sesuai dengan pertumbuhan aktivitas pelabuhan di masa depan.1

 

Sumber Artikel:

Kuntel, C. E. (2022). Analisis Bangkitan Perjalanan Dengan Metode Trip-Rate Analysis Pada Pelabuhan Manado (Studi Kasus: Pelabuhan Kapal Cepat Manado) (Tugas Akhir). Universitas Katolik De La Salle, Manado.

Selengkapnya
Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Kemacetan Pelabuhan Kapal Cepat Manado – dan Ini yang Harus Anda Ketahui Sebelum Pengembangan!

Manajemen Lalu Lintas

Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Kecerdasan Lalu Lintas – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel pada 04 November 2025


Pendahuluan: Krisis Lalu Lintas Global dan Janji Kota Cerdas

Kota-kota modern di seluruh dunia menghadapi masalah kemacetan kronis yang telah melampaui sekadar ketidaknyamanan belaka. Kemacetan merusak produktivitas ekonomi, secara signifikan meningkatkan polusi udara, dan memicu risiko keselamatan yang serius.1 Menanggapi tantangan ini, ekspansi pesat dari Internet of Things (IoT) telah mendorong munculnya berbagai solusi kreatif, terutama konsep kota cerdas (smart cities).1

Di jantung inovasi perkotaan ini, terletak Sistem Transportasi Cerdas (Intelligent Transportation System atau ITS). ITS merupakan tulang punggung kota cerdas, mengintegrasikan komunikasi, komputasi, dan teknologi informasi canggih ke dalam industri transportasi untuk tujuan utama manajemen mobilitas.1 Tujuan ITS adalah menciptakan sistem terpadu yang menghubungkan manusia, jalan, dan kendaraan, dengan potensi signifikan untuk mengurangi bahaya, tingkat kecelakaan yang tinggi, emisi karbon, dan polusi udara.1 ITS juga berjanji untuk meningkatkan keselamatan, keandalan, kecepatan perjalanan, dan kepuasan penumpang.1

Pentingnya ITS, khususnya prediksi arus lalu lintas yang akurat, melampaui efisiensi logistik. Prediksi lalu lintas kini merupakan pilar kesehatan publik. Menurut laporan tahun 2018 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingkat kematian akibat kecelakaan lalu lintas jalan terus meningkat, mencapai 1,35 juta kematian pada tahun 2016.1 Dalam konteks ini, prediksi arus lalu lintas (Traffic Flow Prediction atau PPL) berbasis Kecerdasan Buatan (AI) berfungsi sebagai metode krusial untuk mengurangi korban jiwa dan memastikan perjalanan yang lebih aman dan efektif. Akurasi tinggi dalam PPL adalah kunci keberhasilan ITS, dan tinjauan komprehensif ini menyoroti bagaimana Deep Learning (DL) kini mengambil alih model tradisional karena kemampuannya menangani kompleksitas data waktu nyata.

 

Revolusi Transportasi Cerdas: Mengapa Prediksi AI Menjadi Kebutuhan Mendesak?

Prediksi arus lalu lintas yang tepat adalah komponen vital ITS yang memberikan wawasan kritis kepada berbagai pemangku kepentingan, mulai dari penumpang individu, administrator lalu lintas, pembuat kebijakan, hingga pengguna jalan.1 Dengan prediksi yang andal, pemangku kepentingan ini dapat memanfaatkan jaringan transportasi dengan cara yang lebih aman dan cerdas.1

Manfaat dari peramalan arus lalu lintas yang akurat sangat luas dan bermanifestasi dalam berbagai aspek manajemen perkotaan 1:

  • Mengurangi kemacetan secara signifikan.
  • Mencapai waktu tempuh yang lebih cepat.
  • Meningkatkan kapasitas jalan yang ada.
  • Mendukung manajemen lalu lintas perkotaan yang lebih adaptif.
  • Memfasilitasi perencanaan kota pintar yang efisien.
  • Mengurangi polusi dan menciptakan jalan yang lebih aman.

Namun, keberhasilan dan efektivitas ITS, serta semua janji yang menyertainya, sepenuhnya bergantung pada kualitas data lalu lintas.1 ITS adalah sistem yang digerakkan oleh data, dan oleh karena itu, kualitas data yang buruk akan menghasilkan ITS yang gagal dalam operasinya, mengubah sistem canggih menjadi investasi yang mahal dan tidak efektif. Infrastruktur AI memerlukan masukan yang sangat andal dari sensor dan perangkat IoT, karena kegagalan data sama dengan kegagalan sistem manajemen lalu lintas secara keseluruhan.1

 

Dari Statistika Kuno ke Arsitektur Neural: Evolusi Model Prediksi

Perjalanan dalam prediksi lalu lintas telah bergerak dari mengandalkan pola historis yang kaku menuju pemodelan perilaku kompleks melalui pembelajaran mesin.

Analisis Historis: Keterbatasan Model Parametrik

Secara historis, peramalan lalu lintas didasarkan pada model parametrik, terutama yang berasal dari analisis deret waktu.1 Dalam pendekatan ini, tujuannya adalah mengenali pola temporal dalam data lalu lintas masa lalu untuk meramalkannya ke masa depan.1 Model-model seperti Kalman Filtering dan Auto-Regressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan kerangka kerja standar untuk prediksi arus jangka pendek.1 Berbagai modifikasi pada model ARIMA juga diterapkan untuk meningkatkan kinerja.1

Namun, lalu lintas adalah fenomena yang pada dasarnya stokastik (acak) dan nonlinier.1 Model ARIMA, yang didasarkan pada asumsi bahwa data akan berlanjut sesuai pola historis yang dapat diprediksi secara statistik, terbukti tidak memadai untuk menangkap kompleksitas nonlinier yang dipengaruhi oleh cuaca, kecelakaan, atau peristiwa mendadak lainnya. Lalu lintas modern menghancurkan asumsi linier ini.

Pergeseran ke Model Non-Parametrik dan Pembelajaran Mesin

Kebutuhan untuk mengatasi sifat nonlinier dari arus lalu lintas mendorong transisi ke model non-parametrik dan Machine Learning (ML). Model-model ini, yang tidak membuat asumsi ketat tentang distribusi data, mulai diterapkan secara luas.1 Contoh model non-parametrik yang digunakan dalam PPL termasuk Random Forest (RF), Bayesian Algorithm (BA), K-Nearest Neighbor (KNN), Principal Component Analysis (PCA), dan Support Vector Algorithms.1

Pergeseran ke ML menandai pengakuan bahwa lalu lintas adalah masalah perilaku kompleks. ML, sebagai subset dari AI, unggul dalam menemukan pola tersembunyi (fair discovery of patterns) dalam dataset besar tanpa perlu dirancang secara spesifik untuk tugas tertentu.1 Bahkan, dalam era data besar, Jaringan Saraf Back-Propagation Neural Network (BPNN) yang dangkal mulai menunjukkan hasil yang menjanjikan.1

Dominasi Deep Learning

Evolusi selanjutnya adalah munculnya Deep Learning (DL). Arsitektur DL memanfaatkan beberapa lapisan (jaringan saraf dalam atau DNN) untuk mengekstrak properti yang jauh lebih kompleks dari input mentah dibandingkan dengan ML dangkal.1 Karena kemampuannya untuk mempelajari karakteristik deskriptif dan diferensial secara otomatis, DL telah menjadi teknik yang sangat efektif untuk memprediksi arus lalu lintas.1

 

Mengupas Kekuatan Deep Learning: Otak di Balik Prediksi Waktu Nyata

Deep Learning mengandalkan arsitektur jaringan saraf yang mendalam untuk menghasilkan abstraksi tingkat tinggi. Dalam konteks lalu lintas, berbagai jenis pembelajaran dan arsitektur DL diterapkan, masing-masing dengan keunggulan spesifik.

Kategori Pembelajaran Utama

Model ML dan DL dapat diklasifikasikan berdasarkan teknik pembelajaran yang mereka gunakan:

  • Supervised Learning: Menggunakan dataset berlabel (pasangan input-output) untuk melatih model menciptakan fungsi inferensi. Contoh dalam PPL adalah Support Vector Machine (SVM), yang beroperasi sebagai pengklasifikasi non-probabilistik yang mencari hyperplane optimal untuk memisahkan kelas data.1 SVM dianggap ideal untuk misi pembelajaran yang melibatkan banyak fitur relatif terhadap jumlah kasus pelatihan.1
  • Unsupervised Learning: Digunakan ketika tidak ada label output dalam dataset. Tujuannya adalah untuk menemukan hubungan tersembunyi antar data, sering digunakan untuk mengurangi dimensi data (ekstraksi fitur) dan menghemat biaya komputasi.1 Contohnya termasuk K-Means Clustering dan Principal Component Analysis (PCA).1
  • Reinforced Learning (RL): Pembelajaran yang berorientasi pada tujuan, di mana agen (misalnya, pengontrol lampu lalu lintas) belajar dengan memaksimalkan hadiah melalui interaksi dengan lingkungannya. Contohnya adalah Q-Learning Algorithm dan Monte Carlo Tree Search (MCTS).1

Arsitektur Kunci Deep Learning

Untuk data lalu lintas yang bersifat spasial dan temporal, dua arsitektur DL menonjol:

Long Short-Term Memory (LSTM): Mengatasi Hilangnya Memori

Recurrent Neural Network (RNN) adalah model yang kuat untuk analisis deret waktu karena kemampuannya menyimpan informasi sebelumnya.1 Namun, RNN konvensional rentan terhadap masalah vanishing gradient—di mana seiring waktu, jaringan berhenti mengingat input awal, menyebabkan sensitivitasnya berkurang.1

LSTM, sebuah kasus khusus dari RNN, mengatasi masalah ini dengan menggunakan sel memori internal dan gerbang multiplikatif.1 Kemampuan LSTM dalam menyimpan informasi melewati banyak langkah waktu, berkat unit linier yang disebut Constant Error Carousel (CEC), sangat penting dalam PPL. Data lalu lintas adalah sekuensial; kejadian satu jam lalu memengaruhi arus saat ini. LSTM memungkinkan model untuk mempertahankan informasi jangka panjang ini, seperti menghubungkan kemacetan sore hari dengan pola jadwal kerja yang ditetapkan sejak pagi hari. Kemampuan ini menjadikan LSTM arsitektur yang sangat diunggulkan untuk prediksi deret waktu yang kompleks.1

Convolutional Neural Network (CNN): Memahami Penyebaran Kemacetan

Meskipun awalnya dikembangkan untuk pengenalan gambar, Convolutional Neural Network (CNN) sangat efektif dalam memproses informasi spasial (2D dan 3D).1 Dalam PPL, CNN digunakan untuk mengekstrak fitur spasial dari representasi matriks jaringan jalan.1

Penerapan CNN secara fundamental mengubah cara para peneliti memandang masalah lalu lintas. Kemacetan di satu ruas jalan tidak terjadi secara independen, tetapi merambat dari lokasi lain. CNN memungkinkan model untuk belajar mengenai korelasi geografis—misalnya, bagaimana kepadatan di persimpangan utama secara spasial memengaruhi ruas-ruas jalan di sekitarnya. Kombinasi CNN dan LSTM (sering disebut model hibrida ConvLSTM atau RCNN) mewakili arsitektur terbaik untuk prediksi jaringan kota skala besar, karena mereka secara bersamaan menangani data spasial dan temporal.1

 

Kisah di Balik Angka: Lompatan Akurasi yang Mengejutkan Peneliti

Penerapan model Deep Learning dan Machine Learning canggih telah menunjukkan lompatan akurasi yang signifikan dibandingkan dengan model tradisional, bahkan dalam skenario lalu lintas yang paling menantang. Data kuantitatif menegaskan peningkatan efisiensi yang luar biasa, mengubah manajemen lalu lintas menjadi tugas yang sangat presisi.

Dalam studi yang berfokus pada sistem pemantauan lalu lintas berbasis ML (ML-ITMS), model yang menggunakan SVM dan RF mampu meningkatkan akurasi estimasi hingga menyentuh angka 98,6%.1 Akurasi ini sangat tinggi—berarti sistem hanya membuat 14 kesalahan dalam 1.000 pemantauan—menunjukkan bahwa prediksi kemacetan waktu nyata dapat dicapai dengan presisi yang hampir sempurna.

Efisiensi prediksi juga terlihat jelas dalam peramalan arus jangka pendek di jalan bebas hambatan. Sebagai contoh, model Gravitational Search Algorithm optimized Extreme Learning Machine (GSA-ELM), yang diterapkan pada data jalan bebas hambatan di Ring Road Amsterdam, menunjukkan Mean Absolute Percentage Errors (MAPE) yang berkisar antara 10,25% hingga 12,05%.1 Untuk mengilustrasikan lompatan efisiensi ini, tingkat kesalahan rata-rata ini setara dengan hanya meleset satu atau dua mobil dari seratus kendaraan dalam prediksi arus lalu lintas per jam, sebuah efisiensi yang sangat signifikan dalam manajemen real-time.

Kekuatan DL tidak hanya berlaku untuk kondisi ideal. Dalam menghadapi cuaca buruk, yang biasanya mengacaukan pola lalu lintas, model Deep Belief Network (DBN) yang ditingkatkan dengan Support Vector Regression (SVR) mampu mengendalikan kesalahan prediksi pada waktu puncak kemacetan hingga 15%.1 Peningkatan akurasi sebesar ini pada jam-jam tersibuk setara dengan mempersingkat waktu tunggu pengendara secara signifikan di banyak titik persimpangan.

Selain itu, model berbasis canonical polygonal tensor decomposition menunjukkan efisiensi data yang luar biasa, mampu menangkap hampir seluruh energi sinyal lalu lintas, mencapai angka 90%, hanya dengan menggunakan empat parameter.1 Temuan ini memperkuat pemahaman bahwa meskipun DL (LSTM, CNN) mencapai akurasi absolut tertinggi, terdapat model ML yang lebih ringan yang menawarkan MAPE yang dapat diterima dengan efisiensi komputasi yang jauh lebih tinggi. Namun, perlu dicatat bahwa beberapa studi DL yang mencapai akurasi tinggi, seperti DBN yang ditingkatkan SVR, secara eksplisit mencatat bahwa waktu komputasi yang ditingkatkan memerlukan optimasi lebih lanjut.1

 

Realitas di Lapangan: Keterbatasan dan Kritik Realistis

Meskipun potensi DL sangat besar, implementasi di dunia nyata menghadapkan beberapa keterbatasan yang memerlukan kritik realistis.

Keterbatasan mendasar yang diidentifikasi oleh para peneliti adalah kurangnya data pelatihan berkualitas tinggi dan non-exhaustif (tidak menyeluruh), terutama di daerah perkotaan lokal.1 Para peneliti mencatat bahwa semua solusi ML/DL sangat bergantung pada kualitas data input—sebuah kritikan yang menegaskan pepatah lama: garbage in, garbage out.1 Jika data hanya dikumpulkan dari jalan bebas hambatan atau daerah perkotaan yang sangat terbatas, model prediksi mungkin gagal menangkap keragaman pola lalu lintas secara umum.

Tantangan data juga mencakup masalah volume dan pembaruan. Banyak studi, khususnya di daerah yang baru memulai inisiatif ITS, terhambat oleh dataset pelatihan yang sangat kecil.1 Selain itu, model ML yang lebih sederhana, seperti Linear Regression, ditemukan sangat sensitif terhadap outliers (data pencilan) dan hanya cocok untuk data yang hubungannya linier, membuatnya rentan terhadap anomali lalu lintas sehari-hari.1

Kekurangan penting lainnya adalah kegagalan banyak model untuk mengintegrasikan faktor eksternal. Mayoritas model cenderung fokus hanya pada volume dan kecepatan lalu lintas, tetapi mengabaikan variabel penting yang dapat memengaruhi arus, seperti:

  • Kondisi cuaca (hujan, salju, kabut).1
  • Peristiwa khusus atau festival yang menyebabkan lonjakan mendadak.
  • Karakteristik lalu lintas di jalan yang berdekatan.1

Kegagalan untuk memasukkan faktor-faktor ini berarti bahwa model, meskipun canggih, akan gagal dalam memprediksi kejadian non-rutin. Lebih lanjut, model yang dikembangkan di satu lokasi (misalnya, di Beijing atau San Francisco) mungkin tidak dapat ditransfer secara efektif ke kota lain tanpa kalibrasi ulang yang ekstensif, karena gagal mempelajari korelasi spasial-temporal yang unik dari lokasi baru tersebut.

 

Memetakan Jalan ke Depan: Ancaman Siber dan Kebutuhan Kolaborasi Data

Untuk mencapai ITS yang matang dan berkelanjutan, penelitian di masa depan harus mengatasi tantangan komputasi, data, dan keamanan.

Tantangan Inherent dan Kompleksitas Spasio-Temporal

Penelitian harus mengatasi kurangnya metodologi dan algoritma yang efektif secara komputasi dan kendala penyimpanan terdistribusi.1 Arus lalu lintas yang dinamis memerlukan model yang tidak hanya dapat menganalisis dimensi spasial (lokasi) dan temporal (waktu), tetapi juga hubungan fitur yang rumit antara ruas-ruas jalan dan pola kemacetan yang menyebar.1 Ada kebutuhan yang jelas untuk penelitian di masa depan yang berfokus pada teknik DL yang umum digunakan (seperti CNN dan LSTM) dan mengaplikasikannya pada data lalu lintas yang dikumpulkan di berbagai wilayah perkotaan lokal untuk menghasilkan pola data yang lebih luas.1 Hal ini sangat penting untuk meningkatkan akurasi PPL di kota-kota kecil.

Dilema Keamanan Siber Kota Cerdas

Pendorong utama keberhasilan ITS adalah data besar yang dikumpulkan melalui jaringan sensor dan pengaturan IoT yang terhubung. Namun, perluasan instalasi sensor ini secara inheren meningkatkan risiko keamanan siber.1

Sistem transportasi yang bergantung pada konektivitas real-time memiliki permukaan serangan siber yang besar. Jika jaringan ini diretas, potensi manipulasi kontrol lalu lintas (sinyal, rute, kecepatan) dapat mengubah solusi AI menjadi senjata destabilisasi. Konsekuensinya, keberhasilan ITS menciptakan kerentanan baru yang harus diatasi. Hal ini menimbulkan kebutuhan mendesak untuk mengembangkan kerangka kerja yang secara eksplisit mengatasi masalah keamanan siber ITS di kota pintar.1

Hambatan Kebijakan dan Regulasi

Tantangan terbesar yang dihadapi para peneliti di masa depan telah beralih dari masalah algoritmik murni menjadi masalah kebijakan dan regulasi data. Para peneliti menyoroti perlunya berkolaborasi dengan otoritas perkotaan lokal untuk mendapatkan volume data besar yang sangat penting.1

Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan AI dalam PPL kini bergantung pada izin dan regulasi. Regulasi untuk berbagi data lalu lintas dengan pemerintah kota adalah hambatan administrasi yang sama pentingnya dengan tantangan algoritmik. Kemajuan di masa depan membutuhkan kolaborasi data yang cerdas, mengatasi tantangan untuk mendapatkan akses terhadap data lokal yang komprehensif.

 

Dampak Nyata dan Penutup

Tinjauan ini menegaskan peran krusial Kecerdasan Buatan dalam memajukan prediksi arus lalu lintas, mengubahnya dari praktik statistik historis menjadi ilmu spasial dan temporal yang canggih. Model Deep Learning menawarkan akurasi yang lebih tinggi dengan kemampuan untuk menangani sifat nonlinier dari lalu lintas perkotaan modern.

Jika tantangan data—termasuk kurangnya data non-exhaustif, integrasi faktor eksternal, dan kendala komputasi—dapat diatasi, penerapan luas model Deep Learning yang disempurnakan ini dapat memberikan dampak nyata yang besar pada masyarakat. Mengingat ITS bertujuan untuk secara signifikan mengurangi bahaya dan tingkat kecelakaan, potensi prediksi yang akurat adalah menyelamatkan jiwa. Jika diterapkan secara luas, temuan ini bisa mengurangi biaya operasional kemacetan, meningkatkan efisiensi transportasi, dan yang terpenting, mengurangi risiko kecelakaan jalan hingga 25% dalam waktu lima tahun.1

Keberhasilan ITS tidak hanya ditentukan oleh kecanggihan algoritma, tetapi oleh kemauan pemangku kepentingan untuk mendukung kolaborasi data yang cerdas.

 

Sumber Artikel:

Sayed, S. A., Abdel-Hamid, Y., & Hefny, H. A. (2023). Artificial intelligence-based traffic flow prediction: a comprehensive review. Journal of Electrical Systems and Information Technology, 10(1), 13.

Selengkapnya
Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Kecerdasan Lalu Lintas – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Manajemen Lalu Lintas

Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Evaluasi Keselamatan Jalan Tol – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!

Dipublikasikan oleh Hansel pada 04 November 2025


Jalan Panjang Menuju Keselamatan: Krisis Waktu dan Biaya dalam Infrastruktur Cerdas

Dalam upaya global untuk meningkatkan efisiensi dan keselamatan di jalan raya, berbagai sistem manajemen lalu lintas aktif (Active Traffic Management/ATM) dan strategi operasi (Transportation Systems Management and Operations/TSMO), seperti ramp metering (pengaturan laju tanjakan), batas kecepatan variabel, dan sistem peringatan antrean, telah diimplementasikan secara luas.1 Sistem-sistem ini bertujuan ganda: meningkatkan keselamatan di tingkat mikroskopis dan mengurangi kemacetan di tingkat makroskopis.1

Namun, keberhasilan sistem-sistem canggih ini terancam oleh satu kendala mendasar: metode evaluasi yang sangat lambat. Secara tradisional, untuk mengukur peningkatan keselamatan, metodologi yang mapan mengharuskan peneliti mengumpulkan data kecelakaan selama 3 hingga 5 tahun sebelum intervensi dan 3 hingga 5 tahun setelahnya.1 Ini berarti pemangku kepentingan, seperti Departemen Transportasi (DOT) atau pemerintah, harus menunggu jendela evaluasi total 6 hingga 10 tahun untuk menentukan apakah sistem ATM yang mereka biayai benar-benar efektif.1

Jangka waktu yang sangat panjang ini memiliki kelemahan yang serius. Biaya pemantauan lalu lintas dan pemeliharaan infrastruktur sistem ATM sangat tinggi. Jika sebuah sistem ternyata tidak efektif setelah satu dekade proyek berjalan, dana yang dihabiskan untuk pengawasan dan pemeliharaan tersebut menjadi sia-sia, menimbulkan risiko fiskal yang signifikan.1 Lebih jauh lagi, penundaan selama bertahun-tahun ini secara efektif menahan dana yang seharusnya dapat dialihkan untuk mengimplementasikan solusi lalu lintas yang lebih baik dan lebih cepat.

Makalah penting oleh Robbennolt dan Hourdos ini menyajikan sebuah terobosan. Penelitian ini memperkenalkan metodologi berbasis data yang canggih, yang bergeser dari paradigma reaktif (menghitung kecelakaan yang sudah terjadi) menjadi proaktif (mengukur risiko dinamis secara real-time). Dengan memanfaatkan data kecepatan dari sensor jalan yang sudah ada, metodologi ini memungkinkan evaluasi efisiensi dan keselamatan hanya dalam hitungan minggu atau bulan, merevolusi cara dunia mengukur keberhasilan infrastruktur cerdas.1

 

Mengapa Studi Kecelakaan Jangka Panjang Justru Membahayakan Investasi Infrastruktur?

Metode evaluasi lalu lintas yang bergantung pada data kecelakaan jangka panjang (disebut studi keselamatan lalu lintas) dirancang untuk memberikan hasil yang signifikan secara statistik, karena insiden kecelakaan sering kali merupakan peristiwa langka.1 Namun, ketergantungan ini menciptakan beberapa kelemahan sistemik yang menghambat kemajuan teknologi manajemen lalu lintas:

Fokus Evaluasi yang Terlalu Sempit

Studi yang secara eksklusif berfokus pada pengurangan kecelakaan gagal memberikan gambaran lengkap mengenai kinerja sistem ATM.1 Banyak sistem yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi, dan bukan hanya keselamatan. Studi tradisional seringkali tidak mengukur faktor-faktor penting lainnya, seperti waktu tempuh, tingkat atau luasan kemacetan, variabilitas kecepatan, atau dampak lingkungan (seperti konsumsi bahan bakar dan emisi).1

Akibatnya, pembuat kebijakan mungkin menginvestasikan miliaran dalam sistem yang menunjukkan penurunan kecil dalam tingkat kecelakaan, tetapi gagal total dalam meningkatkan metrik operasional sehari-hari yang jauh lebih sering dirasakan publik, seperti waktu perjalanan dan efisiensi bahan bakar.

Kelumpuhan dalam Optimalisasi Sistem

Sistem ATM bersifat dinamis, kompleks, dan sangat sensitif terhadap kondisi jalan yang berbeda. Agar efektif, sistem-sistem ini memerlukan kalibrasi berkelanjutan, terutama saat diterapkan pada ruas jalan baru.1

Jika dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menentukan apakah perubahan kecil pada parameter operasional algoritma memengaruhi kondisi jalan, maka optimalisasi dan penyempurnaan sistem secara efisien menjadi mustahil (infeasible).1 Institusi operasional lalu lintas dipaksa untuk menjalankan algoritma sub-optimal selama bertahun-tahun, yang secara langsung memengaruhi kualitas layanan dan keselamatan jalan raya.

Kegagalan Mengevaluasi Intervensi Jangka Pendek

Beberapa sistem ATM, seperti peringatan antrean (queue warning) di zona kerja (work zone management), hanya diimplementasikan untuk waktu yang singkat.1 Secara inheren, sistem-sistem kritis ini tidak dapat dievaluasi menggunakan metodologi studi kecelakaan jangka panjang karena durasi penerapannya yang sementara.1 Padahal, sistem peringatan antrean sangat penting untuk keselamatan di area transisi atau titik buta visual.

Metodologi baru ini mengatasi dilema "investasi yang terikat" (locked-in investment) ini. Dengan beralih ke analisis berbasis data dinamis jangka pendek, ia menjanjikan pengurangan risiko finansial yang signifikan, memastikan bahwa dana publik digunakan untuk sistem yang terbukti efisien secara real-time dan dapat dikalibrasi ulang dengan cepat.1

 

Dari Sensor Statis Menjadi ‘DNA’ Pengemudi: Kisah di Balik Metodologi Trajektori Hipotesis

Inti dari inovasi ini adalah kemampuan untuk mengubah data sensor titik yang jarang (sparse) dan terbatas, yang biasanya hanya memberikan gambaran kasar, menjadi representasi keadaan lalu lintas beresolusi tinggi yang sangat detail.1

Membangun Peta Kecepatan Dinamis (Speedmap)

Metodologi ini dimulai dari masalah umum: data yang dikumpulkan oleh detektor tetap (fixed detectors)—sensor induksi atau radar—hanya mencatat kecepatan, volume, dan okupansi pada lokasi dan interval waktu tertentu (misalnya, setiap 30 detik atau setiap kendaraan melintas).1 Data ini jarang dan tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi di antara detektor.1

Untuk mengatasi gap informasi ini, penelitian ini mengandalkan Metode Generalized Adaptive Smoothing Method (GASM), yang dikembangkan oleh Treiber et al., untuk melakukan interpolasi spasiotemporal data kecepatan.1 GASM dirancang untuk memperkirakan kecepatan di setiap titik ruang dan waktu di sepanjang jalan raya.1

Proses ini secara efektif menciptakan speedmap (peta kecepatan) yang merupakan representasi matematis resolusi tinggi dari kondisi lalu lintas.1 Bayangkan alih-alih hanya tahu kecepatan mobil di empat gerbang sensor, GASM menciptakan peta cuaca dinamis, menunjukkan kecepatan ideal yang diinterpolasi di setiap inci jalan raya, setiap detiknya. Ini mengubah data statis yang terbatas menjadi narasi pergerakan yang berkelanjutan, memungkinkan perkiraan keadaan lalu lintas yang jauh lebih tepat daripada metodologi sebelumnya.1

Potensi Akselerasi: Membaca ‘Niat’ Lalu Lintas

Berdasarkan speedmap yang telah dibuat, peneliti dapat menghitung turunan (derivatif) dari kecepatan terhadap ruang dan waktu. Hasil perhitungan ini dikenal sebagai Potensi Akselerasi (Acceleration Potential).1

Potensi akselerasi adalah perkiraan matematis mengenai seberapa besar potensi arus lalu lintas untuk mengubah kecepatannya (akselerasi atau deselerasi) pada suatu titik tertentu di jalan raya.1 Potensi ini menjadi indikator kritis bagi peneliti karena ini adalah proxy dari perubahan kecepatan yang akan dialami kendaraan yang bergerak di titik tersebut. Ini seolah-olah Potensi Akselerasi adalah "kemampuan prediksi matematis" yang memungkinkan peneliti melihat 'niat' kolektif arus lalu lintas untuk mengerem atau berakselerasi di masa depan.

Penelitian ini juga mengungkapkan detail operasional penting yang digunakan dalam kalibrasi model GASM. Misalnya, kecepatan gelombang kemacetan (c_{cong}) ditetapkan sekitar 17 mph ke belakang, yang merupakan kisaran yang diharapkan untuk gelombang kejut lalu lintas di jalan tol.1 Lebih menarik lagi, kecepatan propagasi arus bebas (c_{free}) ditetapkan pada 35 mph, angka yang lebih rendah dari kecepatan bebas biasanya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kendaraan cenderung sudah melambat saat kepadatan meningkat, bahkan sebelum terjadi kemacetan serius.1 Temuan ini memvalidasi perlunya sistem peringatan dini yang beroperasi pada kecepatan menengah, bukan hanya saat kemacetan sudah parah.

Menciptakan Lintasan Hipotesis (Hypothetical Trajectories)

Dengan mengetahui kecepatan dan potensi akselerasi di setiap titik, peneliti kemudian dapat membangun lintasan kendaraan hipotesis setiap dua detik.1 Interval dua detik dipilih berdasarkan aplikasi studi kasus, yang algoritmanya membuat keputusan setiap dua detik.

Lintasan yang diciptakan ini mewakili jalur yang akan diikuti oleh kendaraan hipotetis, mencakup posisi, kecepatan, dan—yang paling penting—tingkat akselerasi atau deselerasi di setiap lokasi dan waktu.1 Setelah lintasan awal dibuat, fungsi spline kemudian diterapkan pada grafik kecepatan versus waktu untuk memuluskan data dan menghitung akselerasi atau deselerasi aktual kendaraan di setiap titik.1

Metodologi ini menyediakan detail yang biasanya hanya tersedia melalui model simulasi mikro yang ekstensif, namun dengan keunggulan menggunakan data real-world dari detektor.1 Dengan demikian, penelitian ini berhasil menciptakan "jembatan data," memanfaatkan infrastruktur sensor lama untuk meniru output data trajektori resolusi tinggi yang hanya dapat dihasilkan oleh teknologi masa depan seperti connected vehicles.

 

Menyingkap Zona Kritis: Ketika Deselerasi Mendadak Berbicara Lebih Keras dari Data Kecelakaan

Paradigma keselamatan yang diusung dalam penelitian ini adalah beralih dari pengukuran outcome (kecelakaan) ke pengukuran exposure (paparan risiko).1 Tingkat deselerasi yang tinggi berfungsi sebagai ukuran pengganti keselamatan (surrogate safety measure) yang otomatis dan cepat, mengidentifikasi kondisi lalu lintas di mana pengemudi terpaksa mengerem mendadak, yang secara dramatis meningkatkan risiko tabrakan beruntun.1

Ambang Batas Deselerasi yang Mengancam

Untuk mengidentifikasi lintasan yang benar-benar berbahaya, peneliti menetapkan ambang batas deselerasi yang dikalibrasi menggunakan observasi video dan data radar independen.1 Suatu lintasan dianggap berbahaya jika memenuhi tiga kriteria utama:

  1. Kecepatan Transisi: Kendaraan harus memasuki segmen jalan dengan kecepatan lebih tinggi dari 30 mph dan melambat sebagai respons terhadap kemacetan hingga kurang dari 20 mph. Ini memastikan bahwa kendaraan berada dalam situasi berisiko tinggi di mana pengereman mendadak sangat diperlukan.
  2. Deselerasi Maksimum Tinggi: Deselerasi maksimum harus lebih besar dari $3 \text{ ft/s}^2$.1 Perlambatan mendadak sebesar $3 \text{ ft/s}^2$ ini adalah pengereman yang cukup kuat hingga memaksa pengemudi inatensi harus bereaksi cepat untuk menghindari kecelakaan.
  3. Deselerasi Rata-rata Signifikan: Deselerasi rata-rata antara kecepatan minimum dan maksimum harus lebih besar dari $1.3 \text{ ft/s}^2$.1 Ini mengukur perlambatan berkelanjutan yang terjadi selama interaksi dengan antrean.

Skala Risiko yang Tidak Terlihat

Perbedaan antara risiko yang terdeteksi oleh metodologi ini dengan data tradisional sangat mencengangkan, dan ini adalah cerita terbesar di balik data tersebut.

Selama periode studi yang berlangsung dari September hingga April, hanya terdapat kurang dari 50 kecelakaan yang tercatat, dan banyak di antaranya tidak terkait dengan kemacetan (misalnya, mengemudi sambil mabuk atau tabrakan samping saat arus bebas).1 Namun, dalam periode yang sama, model lintasan hipotesis ini mengidentifikasi lebih dari 60.000 lintasan kendaraan yang mengalami deselerasi berbahaya.1

Angka $60.000$ lintasan berbahaya ini adalah lompatan kuantitatif dalam pemahaman risiko.1 Ini setara dengan beralih dari memantau satu insiden serius per bulan (kecelakaan) menjadi mengidentifikasi potensi bahaya kritis yang terjadi rata-rata setiap 10 menit. Rasio ini menegaskan bahwa kecelakaan yang tercatat secara resmi hanyalah puncak gunung es dari bahaya yang sebenarnya dialami pengemudi setiap hari.1 Data deselerasi bukan sekadar metrik teknis; ini adalah "suara" dari puluhan ribu pengereman darurat yang selama ini terabaikan dalam laporan keselamatan resmi.

 

Studi Kasus MN-QWARN: Kelemahan Algoritma Peringatan yang Sensitif

Metodologi lintasan hipotesis ini segera menunjukkan nilai praktisnya dengan digunakan untuk mengevaluasi kinerja sistem Peringatan Antrean Minnesota (MN-QWARN) di jalan tol I-94, Minneapolis.1 Tujuannya adalah menentukan seberapa akurat sistem ini dalam mendeteksi dan memperingatkan pengemudi yang mendekati kemacetan di zona kritis, yang didefinisikan sebagai area dengan visibilitas terendah (antara 800 ft dan 1,400 ft).1 Lintasan berbahaya yang terdeteksi oleh model berfungsi sebagai ground truth atau kebenaran lapangan.

 

Kesenjangan Kinerja yang Signifikan

Hasil evaluasi menunjukkan perbedaan kinerja yang signifikan antara lajur:

  • Lajur Kanan (Right-Hand Lane/RH Lane): Tingkat deteksi (detection rate) sistem MN-QWARN hanya 21.2%.1 Artinya, sistem hanya berhasil mengenali sekitar satu dari lima peristiwa pengereman mendadak yang terdeteksi oleh model, membiarkan lebih dari 80% pengemudi di lajur ini memasuki zona deselerasi mendadak tanpa peringatan efektif.
  • Lajur Kiri (Left-Hand Lane/LH Lane): Tingkat deteksi jauh lebih baik, mencapai 60.6%.1

Mengapa lajur kanan jauh lebih buruk? Lajur kanan sering mengalami turbulensi lalu lintas yang lebih besar karena interaksi dengan lalu lintas masuk dan keluar, serta pergerakan truk.1 Turbulensi ini menciptakan pola kecepatan yang lebih bervariasi dan sulit diprediksi, menunjukkan bahwa algoritma QWARN mungkin terlalu sederhana atau dikalibrasi berdasarkan asumsi pola lalu lintas yang lebih seragam (seperti lajur kiri), sehingga gagal menangani kompleksitas lajur kanan.

 

Kegagalan Saat Kemacetan Baru Terbentuk

Analisis yang lebih mendalam berfokus pada peristiwa (event) kemacetan pertama hari itu, yaitu saat gelombang kejut (shockwave) kemacetan baru mulai terbentuk—situasi yang paling berbahaya karena kendaraan masih bergerak dengan kecepatan tinggi.1

  • Pada lajur kanan, tingkat deteksi pada event pertama hari itu hanya 17.6%, dan alarm datang terlambat (raised late) pada 59.2% kejadian.1
  • Pada lajur kiri, tingkat deteksi hanya 24.3%, dengan alarm datang terlambat pada 67.4% kejadian.1

Data ini sangat krusial. Ini membuktikan bahwa algoritma sistem peringatan antrean yang ada tidak cukup sensitif dan terlalu lambat, terutama pada saat kritis inisiasi kemacetan. Metodologi Robbennolt dan Hourdos membuktikan secara empiris bahwa algoritma sistem memerlukan penyesuaian parameter yang agresif untuk dapat "melihat ke masa depan" menggunakan prediksi trajektori, alih-alih hanya bereaksi terhadap kondisi yang sudah terjadi pada detektor terdekat.1

Dengan lebih dari 60.000 lintasan berbahaya yang terdeteksi, para peneliti dapat menarik kesimpulan yang realistis mengenai inefisiensi sistem dalam waktu singkat, dibandingkan dengan kesimpulan statistik yang mustahil ditarik dari kurang dari 50 kasus kecelakaan.1

 

Kritik Realistis dan Tantangan Adopsi: Batasan Data Sparse dan Akurasi

Meskipun metodologi ini menawarkan peningkatan substansial, para peneliti mengakui adanya batasan yang harus diatasi dalam penelitian di masa depan, terutama terkait dengan akurasi model data sparse.

Tantangan Flow dan Density

Keterbatasan utama saat ini adalah bahwa metodologi ini berfokus hampir secara eksklusif pada kecepatan dan tidak secara bermakna menggabungkan informasi tentang arus (flow) atau kepadatan (density) lalu lintas.1

Tanpa data arus dan kepadatan yang akurat, lintasan kendaraan harus dibuat pada interval waktu yang konstan (setiap 2 detik). Ini berarti jarak dan waktu antar kendaraan (headways) yang dihasilkan mungkin tidak sepenuhnya realistis, membatasi kemampuan untuk menganalisis metrik yang bergantung pada interaksi kendaraan ke kendaraan.1 Menggabungkan data arus dan kepadatan adalah bidang kerja masa depan yang diakui dapat meningkatkan akurasi propagasi kemacetan pada speedmap.1

Akumulasi Kesalahan Jarak Jauh

Metodologi ini bekerja paling baik pada koridor pendek. Untuk koridor yang lebih panjang, kesalahan posisi kendaraan yang dihitung dalam lintasan hipotesis akan terakumulasi seiring jarak.1 Ini adalah kekhawatiran yang wajar karena model hanya menggunakan data dari detektor titik.

Untuk mengatasi ini, peneliti menyarankan solusi numerik yang cerdas: membagi ruas jalan yang panjang dan membuat lintasan mulai dari setiap detektor ke titik tengah di antara detektor, lalu "menjahitnya" bersama-sama untuk mengurangi kesalahan kumulatif di seluruh area studi.1

Kerentanan Terhadap Sensor Hulu

Studi sensitivitas dilakukan untuk memahami dampak hilangnya salah satu detektor. Hasilnya sangat dramatis, menyoroti betapa pentingnya kualitas data hulu (sensor paling jauh di depan).1

Ketika Detektor 2 (yang membatasi zona kritis) dihilangkan dari analisis, estimasi kecepatan menunjukkan peningkatan hampir 300% dalam jumlah deselerasi tinggi yang terdeteksi oleh model.1 Sebaliknya, jika detektor paling hulu (Detektor 1) dihilangkan, terjadi penurunan $41\%$ dalam jumlah deselerasi tinggi, yang menunjukkan bahwa algoritma tidak dapat mengidentifikasi seberapa jauh kemacetan menyebar dari hulu.1

Analisis ini memberikan cetak biru bagi pemerintah daerah untuk memprioritaskan anggaran pemeliharaan sensor—bahwa kesalahan atau hilangnya data di detektor yang "mengikat" batas studi akan merusak semua prediksi di hilir. Oleh karena itu, untuk adopsi praktis, lembaga transportasi disarankan untuk meningkatkan kepadatan detektor selama periode evaluasi singkat menggunakan trailer dengan detektor portabel.1

 

Kesimpulan: Dampak Nyata dan Efisiensi Lima Tahun ke Depan

Metodologi evaluasi berbasis data lintasan hipotesis yang dikembangkan oleh Robbennolt dan Hourdos telah menetapkan standar baru untuk evaluasi manajemen lalu lintas aktif. Metodologi ini berhasil mengatasi kelemahan utama studi keselamatan tradisional yang memakan waktu (6–10 tahun) dan studi simulasi (yang rentan terhadap perilaku pengemudi yang tidak realistis) dengan menghasilkan lintasan beresolusi tinggi dari data sensor dunia nyata yang tersedia.1

Kemampuan untuk secara otomatis mengidentifikasi puluhan ribu lintasan berbahaya, yang diukur dengan ambang deselerasi yang spesifik, memberikan pembuat kebijakan wawasan kredibel mengenai paparan risiko—jauh sebelum statistik kecelakaan jangka panjang dapat diandalkan.1

Jika metodologi ini diterapkan secara nasional dalam kerangka evaluasi sistem ATM (termasuk ramp metering, batas kecepatan variabel, dan peringatan antrean), temuan ini bisa mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk kalibrasi dan optimalisasi sistem dari 6-10 tahun menjadi hitungan bulan.1

Percepatan ini akan membebaskan ratusan juta dolar biaya operasional yang biasanya terikat dalam pemantauan jangka panjang yang tidak efisien, memotong risiko investasi infrastruktur yang gagal secara signifikan.1 Melalui optimalisasi algoritma yang cepat dan berkelanjutan, estimasi yang lebih baik dari status lalu lintas juga memungkinkan perhitungan metrik lingkungan.1 Dalam waktu lima tahun, perbaikan sistematis berdasarkan data ini diperkirakan dapat mengurangi kemacetan, yang pada gilirannya mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi di koridor padat hingga 15%, sekaligus meningkatkan waktu tempuh rata-rata secara signifikan.1 Metodologi ini bukan hanya tentang keselamatan; ini adalah tentang efisiensi infrastruktur yang cerdas dan berkelanjutan.

 

Sumber Artikel:

Robbennolt, J., & Hourdos, J. (2024). Data-Driven Evaluation Methodology for Active Traffic Management Systems Utilizing Sparse Speed Data. Transportation Research Record, 2678(4), 90–105. https://doi.org/10.1177/03611981231183717

Selengkapnya
Penelitian Ini Mengungkap Rahasia di Balik Evaluasi Keselamatan Jalan Tol – dan Ini yang Harus Anda Ketahui!
page 1 of 1