Logistik Cerdas

Inovasi dalam Last-Mile Logistics: Studi Sistematis tentang Faktor Adopsi Konsumen

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 24 Juni 2025


Pendahuluan

Last-mile logistics (LML) merujuk pada tahap akhir distribusi, yaitu pengiriman dari pusat distribusi ke pelanggan. Tantangan utama dalam LML adalah efisiensi biaya, kecepatan pengiriman, dan kenyamanan pelanggan. Studi ini mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi konsumen terhadap inovasi dalam LML, seperti self-collection lockers, pick-up points, dan crowdshipping, serta bagaimana faktor-faktor tersebut membentuk keputusan pelanggan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini melakukan systematic literature review (SLR) terhadap 21 jurnal peer-reviewed yang membahas faktor adopsi inovasi LML oleh pelanggan. Data dikumpulkan dari ScienceDirect, Emerald Insight, Wiley Online Library, dan Taylor & Francis, dengan rentang waktu 2012-2023.

Temuan Utama

1. Biaya dan Efisiensi Last-Mile Logistics

  • Last-mile delivery menyumbang 30% hingga 70% dari total biaya logistik (NUS, 2017).
  • Biaya logistik di Brasil mencapai 12,2% dari PDB nasional, dengan 58% biaya dialokasikan untuk transportasi (ILOS, 2019).
  • Model inovatif seperti parcel lockers dan crowdshipping telah berhasil mengurangi biaya pengiriman hingga 40% (Deutsch & Golany, 2018).

2. Model Inovatif dalam Last-Mile Delivery

  • Self-Collection Parcel Lockers
    • Pelanggan mengambil sendiri paket mereka dari loker otomatis dengan kode akses satu kali.
    • Studi menunjukkan bahwa model ini dapat mengurangi keterlambatan pengiriman sebesar 35%.
  • Pick-Up Points (PUPs)
    • Pelanggan mengambil paket di toko ritel atau lokasi tertentu untuk meningkatkan efisiensi pengiriman.
    • 75% pelanggan di Eropa lebih memilih PUPs dibanding pengiriman langsung ke rumah (Mangiaracina et al., 2019).
  • Crowdsourced Delivery (Crowdshipping)
    • Pengiriman dilakukan oleh individu dengan skema mirip ride-sharing.
    • Model ini dapat menurunkan emisi karbon hingga 25% dibanding pengiriman konvensional (Guo et al., 2019).

3. Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Konsumen terhadap Inovasi LML

  • Kecepatan dan Fleksibilitas
    • 86% konsumen e-commerce menginginkan fleksibilitas dalam waktu dan lokasi pengiriman (Vakulenko et al., 2018).
  • Keamanan dan Privasi
    • 59% pelanggan lebih memilih locker otomatis karena faktor keamanan dibanding pengiriman konvensional (Buldeo Rai et al., 2019).
  • Biaya Pengiriman
    • 45% pelanggan menyatakan bersedia menggunakan crowdshipping jika biaya lebih rendah dibanding pengiriman standar (Jara et al., 2018).
  • Preferensi Konsumen
    • Pengguna layanan self-collection lockers meningkat 20% setiap tahun sejak 2015 (Lachapelle et al., 2018).

Tantangan dalam Implementasi Inovasi LML

  1. Kurangnya Infrastruktur Pendukung – Masih sedikit kota yang memiliki jaringan locker otomatis dan pick-up points yang luas.
  2. Rendahnya Kesadaran Konsumen – Sebanyak 40% pelanggan masih ragu menggunakan metode self-collection karena kurangnya edukasi.
  3. Regulasi Pemerintah yang Belum Jelas – Peraturan mengenai crowdshipping dan model berbasis komunitas masih belum banyak diterapkan.

Kesimpulan & Rekomendasi

Paper ini menegaskan bahwa adopsi konsumen terhadap inovasi last-mile logistics sangat dipengaruhi oleh kenyamanan, keamanan, dan efisiensi biaya. Rekomendasi utama untuk meningkatkan adopsi LML:

  • Perluasan infrastruktur locker otomatis dan pick-up points untuk meningkatkan efisiensi pengiriman.
  • Kampanye edukasi bagi pelanggan mengenai manfaat model pengiriman inovatif seperti crowdshipping.
  • Dukungan kebijakan pemerintah dalam bentuk regulasi dan insentif bagi pelaku industri logistik berbasis digital.

Sumber Artikel: Firdausa, Muhammad Iqbal (2023). Consumer’s Adoption of Last Mile Logistics Innovation: A Systematic Literature Review. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik, Vol. 10, No. 01.

Selengkapnya
Inovasi dalam Last-Mile Logistics: Studi Sistematis tentang Faktor Adopsi Konsumen

Logistik Cerdas

Model Distribusi Logistik Last Mile: Studi Kasus Metropolitan Recife dan Perbandingan dengan Smart Cities Global

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 24 Juni 2025


Pendahuluan

Urbanisasi dan perkembangan e-commerce telah meningkatkan kebutuhan akan logistik last mile yang efisien dan berkelanjutan. Last mile delivery menjadi tantangan utama dalam distribusi barang, terutama di kota pintar (smart cities) yang menekankan efisiensi transportasi dan keberlanjutan lingkungan. Paper ini mengeksplorasi model distribusi logistik last mile di Metropolitan Recife, Brasil, dan membandingkannya dengan implementasi di berbagai smart cities global.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan pengumpulan data melalui kuesioner terhadap manajer perusahaan logistik di Metropolitan Recife. Selain itu, kajian ini juga mengacu pada literatur global mengenai model logistik last mile seperti locker systems, crowdshipping, dan pick-up points.

Temuan Utama

1. Tingginya Biaya Last Mile Delivery

  • Last mile delivery menyumbang hingga 50% dari total biaya logistik global (Roumboutsos et al., 2014).
  • Di Brasil, biaya logistik mencapai 12,2% dari PDB nasional (ILOS, 2019).
  • 58% dari total biaya logistik perusahaan dialokasikan untuk biaya transportasi (ABComm, 2020).

2. Model Distribusi Logistik di Smart Cities

  • Pick-up Points: Lokasi fisik tempat konsumen mengambil barangnya, mengurangi kebutuhan pengiriman individual.
  • Lockers: Sistem loker otomatis untuk pengambilan barang yang lebih fleksibel. 54% konsumen online di Eropa telah menggunakan model ini (Araújo et al., 2019).
  • Crowdsourcing & Crowdshipping: Pemanfaatan individu sebagai kurir, sering kali menggunakan sepeda atau skuter listrik untuk mengurangi emisi karbon.

3. Studi Kasus: Logistik Last Mile di Metropolitan Recife

  • Metropolitan Recife memiliki populasi 4 juta jiwa, dengan tingkat kemacetan tinggi, yang mempengaruhi efisiensi distribusi logistik.
  • Perusahaan logistik di Recife masih banyak yang menggunakan model tradisional, seperti distribusi langsung dengan kendaraan berbahan bakar fosil.
  • Saat ini hanya 2 pusat perbelanjaan di Recife yang menyediakan layanan locker system, berbeda dengan Singapura yang telah memasang locker di setiap 250 meter dari pemukiman publik untuk meningkatkan efisiensi pengiriman.
  • Platform logistik crowdsourcing, seperti perusahaan L, mulai berkembang di Recife tetapi belum memanfaatkan kendaraan listrik seperti yang telah diterapkan di beberapa smart cities di Eropa.

Tantangan Implementasi Logistik Last Mile di Smart Cities

  1. Kurangnya Infrastruktur Transportasi yang Memadai – Tingginya kemacetan memperlambat pengiriman dan meningkatkan biaya bahan bakar.
  2. Rendahnya Adopsi Teknologi Digital – Masih banyak perusahaan yang belum menggunakan AI dan IoT untuk optimasi rute distribusi.
  3. Kurangnya Kebijakan Pemerintah – Tidak adanya insentif bagi penggunaan kendaraan listrik atau fasilitas locker yang lebih luas.

Kesimpulan & Rekomendasi

Penelitian ini menunjukkan bahwa logistik last mile memainkan peran kunci dalam efisiensi rantai pasok di smart cities. Model seperti pick-up points, lockers, dan crowdshipping dapat mengurangi biaya dan dampak lingkungan. Rekomendasi utama untuk kota-kota yang ingin meningkatkan efisiensi last mile delivery:

  • Menerapkan jaringan locker di area publik untuk mengurangi kemacetan dan meningkatkan fleksibilitas pengambilan barang.
  • Mendorong penggunaan crowdshipping dengan kendaraan listrik untuk solusi yang lebih ramah lingkungan.
  • Investasi dalam teknologi AI dan IoT untuk meningkatkan optimasi rute dan efisiensi pengiriman barang.

Sumber Artikel: Queiroz, Alessandro P. F. & Guimarães, Djalma (2022). Last Mile Trips: Logistics Distribution Infrastructure in Smart Cities and the Experiences of Service Provision in the Metropolitan Region of Recife - PE. Revista Nacional de Gerenciamento de Cidades, Vol. 10, No. 76.

 

Selengkapnya
Model Distribusi Logistik Last Mile: Studi Kasus Metropolitan Recife dan Perbandingan dengan Smart Cities Global
« First Previous page 5 of 5