Lingkungan & Sains

JEMBATAN RAPUH PENGOLAHAN LIMBAH: Mengurai Krisis Efisiensi IPAL Perkebunan Karet di Sumatera Barat dan Ancaman Senyap Batang Kandis

Dipublikasikan oleh Hansel pada 20 November 2025


Prolog: Ketika Kepatuhan Baku Mutu Menyembunyikan Kegagalan Operasional

Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu lumbung komoditas pertanian unggulan nasional. Di tengah lahan subur dan ketersediaan tenaga kerja yang memadai, industri pengolahan karet alam berkembang pesat, tercatat menghasilkan hingga 186.393 ton karet pada tahun 2020.1 Kehadiran perusahaan-perusahaan besar seperti PT. Perkebunan Karet (Rubber Plantation Ltd.) yang memproduksi crumb rubber untuk ekspor, menempatkan mereka pada sorotan ganda: sebagai penggerak ekonomi regional dan sebagai pemegang tanggung jawab ekologi atas limbah yang mereka hasilkan.

Setiap aktivitas, termasuk aktivitas domestik karyawan, menghasilkan air limbah yang berpotensi mencemari ekosistem akuatik jika dibuang tanpa pengolahan memadai.1 Untuk mengatasi hal ini, PT. Perkebunan Karet mengoperasikan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) domestik. Namun, sebuah studi mendalam yang memantau kinerja IPAL tersebut selama enam bulan (Januari hingga Juni 2021) mengungkap sebuah anomali serius: meskipun air buangan (outlet) secara teknis memenuhi standar baku mutu yang berlaku, efisiensi pengolahan limbah secara operasional berada di ambang kegagalan.

Data pemantauan menunjukkan bahwa efisiensi penurunan kualitas air limbah domestik untuk parameter Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD) rata-rata hanya mencapai 50,54%.1 Angka ini sudah menimbulkan pertanyaan, tetapi kekhawatiran terbesar terletak pada parameter Kebutuhan Oksigen Kimia (COD). Selama periode Januari hingga Juni 2021, efisiensi rata-rata penurunan COD tercatat sangat rendah, hanya 15,79%.1

Angka 15,79% ini jauh dari standar operasional yang efisien dan mengindikasikan adanya masalah sistemik dalam proses dekomposisi biologis limbah. Analisis mendalam menunjukkan bahwa kepatuhan perusahaan terhadap baku mutu (di bawah batas $100 \text{ mg/L}$ untuk COD dan $30 \text{ mg/L}$ untuk BOD, sesuai Permen LHK No. 68 Tahun 2016 1) tercapai bukan karena kinerja pengolahan yang solid, melainkan karena konsentrasi polutan awal di inlet sudah sangat rendah. Dengan kata lain, kepatuhan yang ditunjukkan adalah kepatuhan yang rapuh, yang hanya menaati huruf undang-undang, tetapi gagal menjalankan jiwa dari kewajiban pengolahan limbah yang bertanggung jawab.

 

Anatomi IPAL: Sistem Konvensional dengan Lapisan Teknologi Pemoles

Limbah domestik yang dihasilkan PT. Perkebunan Karet merupakan campuran air dari berbagai fasilitas operasional harian. Sumber limbah utama meliputi toilet umum, kantor perusahaan, mess karyawan, kantor pusat kendali dokumen, ruang makan, kantin, dan juga limbah dari kegiatan laboratorium.1 Komponen utama limbah ini terdiri dari bahan organik dan deterjen.1

Sistem distribusi yang digunakan oleh perusahaan adalah sistem lokal (On Site), di mana pengolahan dilakukan di lokasi sumber, sebelum lumpur hasil proses diangkut ke sub-sistem pengolahan akhir.1 Perusahaan mengoperasikan lima septic tank komunal terpisah untuk menangani limbah dari fasilitas yang berbeda, seperti satu tangki untuk toilet umum dan satu tangki untuk fasilitas mess karyawan.1

Kombinasi Fisik, Kimia, dan Biologis

IPAL domestik PT. Perkebunan Karet menggunakan metode konvensional yang melibatkan tahapan fisik, kimia, dan biologis.1 Tahapan pengolahan air limbah domestik meliputi:

  1. Saluran Inlet dan Penyaringan Awal: Air limbah dari masing-masing septic tank disalurkan melalui saluran masuk (inlet) yang dilengkapi saringan berlubang kecil. Saringan ini berfungsi untuk memfilter padatan dan sampah kasar agar tidak masuk ke unit IPAL.1
  2. Penangkap Minyak dan Lemak (Oil and Grease Trap): Ini adalah unit pengolahan fisik yang berfungsi memisahkan minyak dan lemak dari air limbah. Proses ini mengandalkan kecepatan aliran yang lambat dan gaya gravitasi untuk memungkinkan minyak dan lemak terpisah dan dikumpulkan.1
  3. Kolam Sedimentasi dengan Fitoremediasi: Tahap ini bertujuan mengendapkan partikel padat tersuspensi yang memiliki densitas lebih tinggi. Menariknya, di unit sedimentasi ini, perusahaan menggunakan metode fitoremediasi dengan menanam kangkung air (Ipomoea Aquatica Forsk).1 Penelitian sebelumnya menunjukkan kangkung air dapat membantu mengurangi kandungan logam berat, amonia, TSS, dan zat organik lain.1
  4. Filtrasi Dual Media: Untuk meningkatkan kualitas air buangan sebelum dibuang, unit filtrasi digunakan. Unit ini berfungsi menghilangkan padatan tersuspensi menggunakan media berpori. IPAL ini menggunakan dual media berupa zeolit dan karbon aktif.1 Penggunaan zeolit, yang dikenal efektif dalam penanganan air limbah industri dan rumah tangga, bertujuan khusus untuk mereduksi kandungan amonia.1
  5. Disinfeksi Akhir: Tahap terakhir adalah disinfeksi untuk membunuh mikroorganisme patogen. Proses ini dilakukan dengan mengontakkan air limbah dengan larutan klorin cair.1

Meskipun sistem ini menggabungkan teknologi pemoles (polishing) yang relatif canggih, seperti fitoremediasi kangkung dan filtrasi zeolit-karbon aktif, kegagalan kronis pada parameter COD menunjukkan bahwa upaya polishing ini tidak efektif dalam mengatasi masalah mendasar. Penggunaan media filter yang mahal tidak dapat memperbaiki kegagalan yang terjadi pada tahap biologis utama (dekomposisi organik). Jika polutan organik yang diukur oleh COD tidak terurai tuntas oleh mikroorganisme, filter akan cepat jenuh, dan masalah efisiensi akan terus terulang.

 

Data yang Bicara: Fluktuasi Kritis dan Kegagalan Jangka Panjang

Analisis mendalam terhadap data bulanan mengungkap ketidakstabilan parah dalam operasional IPAL, terutama dalam kemampuan sistem untuk mendegradasi polutan organik yang terlarut.

Kinerja BOD: Kepatuhan yang Rentan

Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD) adalah ukuran jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mengurai bahan organik dalam air limbah.1 Angka BOD yang tinggi menandakan kandungan bahan organik yang tinggi.1

Data pemantauan selama enam bulan menunjukkan fluktuasi kinerja yang dramatis:

  • Bulan Puncak Efisiensi: Pada Januari 2021, efisiensi BOD mencapai 83,71%, dengan inlet sebesar $2,21 \text{ mg/L}$ dan outlet hanya $0,36 \text{ mg/L}$. Kinerja tinggi kembali terjadi pada Mei, mencapai 83,95%.1 Kinerja bulan-bulan ini dikategorikan "Sangat Efisien".1
  • Titik Kegagalan Dramatis: Namun, pada April 2021, sistem mengalami reverse effect atau efisiensi negatif. Meskipun konsentrasi limbah masuk (inlet) relatif rendah ($1,60 \text{ mg/L}$), air buangan yang keluar (outlet) justru meningkat menjadi $1,20 \text{ mg/L}$. Peningkatan ini menghasilkan efisiensi negatif sebesar minus 33,33%.1 Efisiensi negatif berarti proses pengolahan air limbah malah memperburuk kualitasnya, kemungkinan akibat gangguan aliran mendadak atau lepasnya endapan padat (sludge) lama ke dalam air buangan.1
  • Kinerja Menurun: Pada bulan Juni, efisiensi kembali jatuh, hanya mencapai 36%, dikategorikan "Kurang Efisien".1

Meskipun semua hasil outlet BOD (berkisar antara $0,13 \text{ mg/L}$ hingga $1,90 \text{ mg/L}$) jauh di bawah batas baku mutu Permen LHK ($30 \text{ mg/L}$), kegagalan efisiensi negatif ini menunjukkan bahwa sistem sangat rentan terhadap gangguan operasional.

Parameter COD: Keruntuhan Empat Bulan Berturut-turut

Parameter COD (Kebutuhan Oksigen Kimia) mengukur total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik secara kimia, dan seringkali menjadi indikator utama ketahanan proses biologis.1

Data COD adalah cerminan paling jelas dari kegagalan sistemik IPAL:

  • Awal yang Cukup Baik: Pada Januari, efisiensi COD tercatat 78,57% (Efisiensi) dan Februari 46,43% (Cukup Efisien).1
  • Keruntuhan Total: Kinerja anjlok secara drastis memasuki kuartal kedua 2021. Pada Maret, efisiensi tinggal 5,88%, yang dikategorikan "Tidak Efisien".1
  • Efisiensi Negatif Kronis: Situasi memburuk pada April dan Mei, di mana sistem mencatat efisiensi negatif, yaitu minus 11,11% (April) dan minus 25% (Mei).1
  • Nol Persen pada Juni: Puncaknya, pada Juni 2021, konsentrasi COD inlet ($3 \text{ mg/L}$) dan outlet ($3 \text{ mg/L}$) sama-sama tercatat, menghasilkan efisiensi nol persen.1

Secara keseluruhan, sistem IPAL ini dinilai "Tidak Efisien" untuk parameter COD selama empat bulan berturut-turut (Maret hingga Juni).1 Efisiensi negatif yang berulang, terutama minus 25% pada Mei, menunjukkan bahwa pengolahan air limbah justru menambah beban polutan, yang mengonfirmasi bahwa proses biologis inti telah terhenti atau tidak berfungsi sama sekali. Perusahaan melepaskan air buangan yang hampir sama kualitasnya dengan air limbah mentah (dilihat dari perspektif pengurangan polutan), meskipun konsentrasi keseluruhannya rendah.

 

Cerita di Balik Angka Negatif: Kegagalan Pengelolaan Aliran dan Pemeliharaan

Para peneliti dalam studi ini mengidentifikasi akar permasalahan di balik keruntuhan kinerja biologis IPAL tersebut. Kegagalan ini tidak disebabkan oleh kurangnya teknologi, tetapi oleh masalah mendasar dalam Operasi dan Pemeliharaan (O&M) yang dilakukan perusahaan.

Diagnosa: Waktu Tinggal yang Terlalu Singkat dan Kelelahan Mikroorganisme

Penyebab utama peningkatan atau kegagalan penurunan nilai COD adalah Waktu Tinggal Hidrolik (HRT).1

Waktu tinggal adalah periode krusial di mana air limbah bersentuhan dengan mikroorganisme dekomposer di dalam sistem. Jika debit air limbah (discharge) yang masuk ke IPAL tidak diatur dan melebihi kapasitas unit pengolahan, waktu kontak menjadi terlalu singkat.1 Akibatnya, proses dekomposisi bahan organik tidak berjalan optimal, dan polutan seperti COD akan tetap tinggi saat keluar.1

Selain HRT, para peneliti menyoroti faktor biologis:

  • Kejenuhan dan Kematian Mikroba: Peningkatan nilai COD yang tiba-tiba dapat terjadi ketika kandungan bahan organik yang masuk ke IPAL sangat tinggi. Beban kejut ini dapat menyebabkan mikroorganisme dekomposer mengalami kejenuhan dan akhirnya mati.1 Tanpa populasi mikroba yang sehat dan aktif, proses penguraian biologis, yang merupakan jantung dari pengolahan limbah konvensional, akan berhenti, dan air buangan yang dilepaskan menjadi tidak terolah. Data kegagalan selama empat bulan menunjukkan bahwa krisis biologis ini bersifat kronis.

Kritik Manajerial: O&M yang Diabaikan

Kegagalan ini diperparah oleh kurangnya perhatian terhadap pemeliharaan rutin. Dalam kesimpulan dan rekomendasi mereka, para peneliti secara eksplisit menyarankan dua langkah kunci yang sangat sederhana namun esensial:

  1. Penyesuaian Debit: Debit air limbah yang masuk ke IPAL harus disesuaikan dengan kapasitas IPAL di setiap unit agar waktu tinggal tidak terlalu singkat dan proses pengolahan berjalan efisien.1
  2. Pembersihan Rutin: Perusahaan wajib melakukan pemeliharaan IPAL, termasuk pembersihan rutin minimal sebulan sekali pada filter dan pipa yang tersumbat di setiap unit pengolahan.1

Rekomendasi mengenai "pembersihan rutin pada filter dan pipa yang tersumbat" menunjukkan bahwa masalah efisiensi negatif dan nol persen yang terjadi adalah cerminan dari kegagalan manajerial dasar. Sumbatan pada pipa dan filter akan mengganggu aliran, menyebabkan air limbah melewati jalur pintas (short-circuiting), atau menyebabkan endapan lumpur lama terlepas kembali ke aliran air buangan, yang secara langsung menjelaskan mengapa kualitas outlet bisa lebih buruk daripada inlet (efisiensi negatif).

 

Dampak Nyata: Ancaman Senyap Bagi Komunitas Batang Kandis

Air buangan yang telah melalui proses IPAL di PT. Perkebunan Karet tidak dapat langsung dialirkan ke badan air karena lokasi IPAL tidak berdekatan dengan sungai. Air hasil olahan ini harus diakomodasi terlebih dahulu, kemudian dipompa menuju badan air penerima, yaitu Sungai Batang Kandis.1

Keputusan perusahaan untuk memastikan air buangan diuji sebelum dibuang adalah upaya mitigasi, namun kegagalan efisiensi yang terungkap oleh data COD menimbulkan kekhawatiran serius terhadap kelestarian Batang Kandis dan komunitas yang bergantung padanya.1

Risiko Ekologis dan Sosial

Pelepasan limbah domestik, meskipun volume polutannya relatif rendah, tetapi dengan efisiensi pengolahan yang nihil, akan secara kumulatif mengancam ekosistem sungai. Risikonya meliputi:

  • Penurunan Oksigen Terlarut (DO): Peningkatan bahan organik di sungai, yang tidak terurai secara tuntas di IPAL, akan menyebabkan mikroorganisme alami di Batang Kandis mengonsumsi oksigen dalam jumlah besar untuk menyelesaikan dekomposisi tersebut. Peningkatan BOD/COD di sungai secara langsung mengurangi Oksigen Terlarut (DO), yang esensial bagi kehidupan akuatik.1
  • Pencemaran Visual dan Sumber Air: Pembuangan air limbah yang tidak terolah optimal dapat menyebabkan perubahan komposisi zat dan menyebabkan air sungai menjadi keruh dan tercemar.1 Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa pembuangan limbah domestik dapat mencemari sumber air PDAM dan mengganggu ekosistem sungai secara signifikan.1
  • Ancaman terhadap Komunitas: Perusahaan memiliki kewajiban untuk memastikan air buangan "aman dibuang ke lingkungan dan tidak mengganggu masyarakat di sekitar sungai".1 Kinerja IPAL yang tidak stabil, terutama yang ditandai dengan efisiensi negatif, menempatkan janji perlindungan ini dalam risiko tinggi. Kegagalan operasional IPAL berarti PT. Perkebunan Karet belum sepenuhnya memenuhi dimensi pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang bertujuan menjamin akses terhadap air bersih dan perlindungan sumber daya air.1

 

Rekomendasi Mendesak: Jalan Keluar Menuju Efisiensi Sejati

Laporan pemantauan ini menjadi panggilan serius bagi manajemen PT. Perkebunan Karet untuk mereformasi kebijakan lingkungan dan operasional mereka. Perlindungan Sungai Batang Kandis menuntut efisiensi sejati, bukan hanya kepatuhan semu terhadap baku mutu.

Aksi Segera: Fokus pada Operasi dan Pemeliharaan (O&M)

Untuk mengatasi kolaps biologis yang terdeteksi, perusahaan harus segera mengimplementasikan rekomendasi operasional yang diajukan oleh para peneliti:

  1. Optimalisasi Debit: Perusahaan harus berinvestasi pada sistem kontrol aliran otomatis dan menyesuaikan debit air limbah yang masuk. Penyesuaian ini harus bertujuan memperpanjang Waktu Tinggal Hidrolik (HRT) agar mikroorganisme memiliki waktu kontak yang cukup untuk mendegradasi polutan, sehingga mencegah kejenuhan dan kematian massal.1
  2. Jadwal Pemeliharaan Ketat: Harus ditetapkan jadwal pembersihan dan pemeliharaan rutin bulanan pada filter, pipa, dan unit penangkap lemak yang rentan tersumbat. Pembersihan ini penting untuk mencegah short-circuiting dan pelepasan endapan yang menyebabkan efisiensi negatif.1

Pandangan Jangka Panjang: Upgrade Teknologi Biologis

Mengingat kerentanan sistem konvensional yang ada terhadap fluktuasi beban organik, perusahaan perlu mempertimbangkan peningkatan teknologi untuk menjamin stabilitas jangka panjang.

  • Evaluasi Ulang Desain: Desain IPAL yang ada harus dievaluasi ulang, terutama pada unit-unit pengolahan biologis primer. Mengandalkan septic tank komunal, bahkan dengan teknologi polishing canggih seperti zeolit dan kangkung, terbukti tidak cukup tangguh menghadapi beban fluktuatif.
  • Pilihan Teknologi Alternatif: Salah satu solusi yang disinggung dalam studi ini adalah pengaplikasian Teknologi MBBR (Moving Bed Biofilm Reactor).1 MBBR adalah unit pengolahan biologis yang memanfaatkan biofilm atau mikroorganisme yang tumbuh pada media bergerak. Teknologi ini menawarkan luas permukaan yang besar untuk mengoptimalkan kontak antara limbah, udara, dan mikroorganisme.1 Keuntungan utama MBBR adalah ketahanannya yang lebih baik terhadap beban organik yang tinggi dan fluktuasi aliran, menjanjikan stabilitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional yang rentan saat ini.

Penutup: Keseimbangan Ekologi dan Kewajiban Korporasi

Laporan pemantauan ini menyimpulkan bahwa meskipun air buangan PT. Perkebunan Karet memenuhi persyaratan baku mutu domestik pada saat pengujian, kinerja operasional (efisiensi COD rata-rata 15,79%) menunjukkan kegagalan mendasar dalam manajemen limbah. Efisiensi negatif dan nol persen yang berulang selama empat bulan berturut-turut adalah sinyal alarm bahwa sistem biologis telah gagal.

Perusahaan pengolah karet di Sumatera Barat ini kini menghadapi pilihan: melanjutkan praktik operasional lalai yang hanya mengandalkan rendahnya polutan inlet untuk mencapai kepatuhan, atau berinvestasi pada O&M yang ketat serta teknologi yang tangguh untuk menjamin efisiensi pengolahan sejati. Keseimbangan ekologi Sungai Batang Kandis, sumber air bagi masyarakat sekitar, bergantung pada komitmen korporasi terhadap efisiensi, bukan sekadar kepatuhan di atas kertas.

 

Sumber Artikel:

Awan, F. N., Nabila, K., & Erowati, D. (2022). Monitoring of Domestic Wastewater Treatment PT. Perkebunan Karet (Rubber Plantation Ltd.). Indonesian Journal of Environmental Management and Sustainability, 6(1), 175-180.

Selengkapnya
JEMBATAN RAPUH PENGOLAHAN LIMBAH: Mengurai Krisis Efisiensi IPAL Perkebunan Karet di Sumatera Barat dan Ancaman Senyap Batang Kandis
page 1 of 1