Krisis Iklim

Membangun Masa Depan dengan Air: Resensi Kritis WaterAid “Water Security Framework”

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 18 Juni 2025


Air, Pilar Keberlanjutan dan Kesejahteraan

Di tengah krisis iklim, urbanisasi pesat, dan pertumbuhan penduduk global, air bersih menjadi isu strategis yang menentukan masa depan banyak negara berkembang. Paper “Water Security Framework” dari WaterAid (2012) hadir sebagai panduan komprehensif untuk memahami, mengukur, dan memperkuat ketahanan air di komunitas miskin dunia. Artikel ini mengupas framework tersebut secara kritis, mengaitkannya dengan tren global, serta menyoroti studi kasus dan angka-angka penting yang memperkuat urgensi aksi nyata di sektor air.

Mengapa Water Security Menjadi Isu Global?

Definisi dan Dimensi Ketahanan Air

WaterAid mendefinisikan water security sebagai “akses andal terhadap air dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk kebutuhan dasar manusia, mata pencaharian kecil, serta layanan ekosistem lokal, disertai pengelolaan risiko bencana air yang baik”1. Definisi ini menegaskan bahwa air bukan sekadar kebutuhan domestik, tetapi juga penopang ekonomi mikro dan ekosistem.

Krisis Air: Antara Ketersediaan dan Akses

Krisis air global sering disalahartikan sebagai kelangkaan absolut. Faktanya, di banyak negara miskin, masalah utama adalah kelangkaan sosial-ekonomi: air tersedia, tetapi distribusi, pengelolaan, dan aksesnya sangat timpang. Contohnya, 768 juta orang di dunia masih belum memiliki akses ke air bersih, dan 2.000 anak meninggal setiap hari akibat diare yang berkaitan dengan air kotor1. Sementara itu, di Afrika, populasi diproyeksikan akan meningkat dua kali lipat pada 2050, menambah tekanan pada sumber daya air yang sudah terbatas1.

Ancaman Utama terhadap Ketahanan Air

1. Lemahnya Tata Kelola dan Kapasitas Institusi

Banyak negara berkembang menghadapi kendala institusional: kurangnya investasi, keterampilan, dan kapasitas manusia dalam mengelola sumber daya air. Bahkan jika dana tersedia, implementasi sering terhambat oleh birokrasi dan lemahnya pengawasan. Delegasi pengelolaan air ke komunitas tanpa dukungan teknis yang memadai sering berujung pada kegagalan layanan air1.

2. Eksklusi Sosial dan Politik

Faktor diskriminasi—berdasarkan gender, status sosial, afiliasi politik, atau disabilitas—membuat kelompok rentan sering terabaikan dalam distribusi layanan air. Di beberapa wilayah, komunitas yang tidak mendukung partai berkuasa tidak mendapat prioritas layanan, memperparah ketimpangan1.

3. Kemiskinan dan Ketahanan Komunitas

Kemiskinan berdampak langsung pada akses air: rumah tangga miskin tidak mampu membayar layanan air atau membeli alat penampungan. Dalam kondisi kekeringan, keluarga kaya bisa mengakses lebih banyak air karena memiliki sumber daya lebih (misal, jeriken, hewan angkut), sedangkan yang miskin semakin rentan1.

4. Pertumbuhan Penduduk dan Urbanisasi

Afrika dan Asia Selatan mengalami pertumbuhan penduduk dan urbanisasi tercepat di dunia. Populasi Afrika diperkirakan melonjak dari 1,03 miliar (2010) menjadi 2 miliar pada 2050. Urbanisasi memperbesar konsumsi air domestik dan menambah tekanan pada infrastruktur yang sudah rapuh1.

5. Variabilitas Iklim dan Perubahan Iklim

Negara-negara tropis menghadapi variabilitas curah hujan yang ekstrem. Di Malawi, misalnya, distribusi hujan sangat tidak merata, menyebabkan gagal panen dan krisis air. Perubahan iklim memperburuk ketidakpastian ini, meski dampak lokalnya sulit diprediksi secara pasti1.

6. Kompleksitas Hidrogeologi dan Tantangan Teknis

Setengah populasi pedesaan Sub-Sahara Afrika tinggal di wilayah dengan hidrogeologi kompleks, sehingga pengeboran sumur sering gagal jika tidak didukung survei ilmiah. Di daerah pegunungan seperti Nepal dan Ethiopia, akses air sangat dipengaruhi oleh topografi yang sulit dijangkau1.

7. Kualitas Air dan Polusi

Selain kuantitas, kualitas air menjadi tantangan besar. 2.000 anak meninggal setiap hari akibat penyakit yang berhubungan dengan air kotor. Kontaminasi mikrobiologis, arsenik, dan fluoride menjadi ancaman utama di banyak wilayah Asia dan Afrika1.

Dimensi Ketahanan Air Menurut WaterAid

Akses Andal

Akses dianggap layak jika masyarakat dapat memperoleh air bersih dalam jarak dan waktu tempuh yang wajar, tanpa diskriminasi. Namun, banyak komunitas harus berjalan jauh atau membeli air mahal dari vendor, meningkatkan beban perempuan dan anak-anak1.

Kuantitas

Standar minimum menurut Sphere Handbook adalah 15 liter per orang per hari untuk kebutuhan dasar, sementara WHO merekomendasikan 100 liter per orang per hari untuk penggunaan domestik optimal. Namun, di banyak negara miskin, konsumsi aktual jauh di bawah standar ini1.

Kualitas

Air minum harus bebas kontaminan berbahaya dan dapat diterima secara estetika (rasa, bau, warna). Namun, banyak sumber air di negara berkembang tercemar limbah domestik, pertanian, atau industri1.

Risiko Bencana

Ketahanan air juga berarti mampu menghadapi risiko bencana seperti banjir dan kekeringan. Di Ethiopia, sumur dangkal sering gagal saat musim kemarau, memaksa warga mencari air ke sumber yang lebih jauh dan tidak aman1.

Studi Kasus: Praktik Nyata di Lapangan

1. Ethiopia: Ketahanan Air di Tengah Kekeringan

Penelitian di Ethiopia menunjukkan bahwa kekeringan berulang menyebabkan sumur dangkal mengering, memaksa warga menggunakan sumber air yang tidak aman. Selain itu, ketika panen gagal, pendapatan rumah tangga turun drastis sehingga tidak mampu membiayai perawatan fasilitas air. Program WaterAid di Ethiopia menekankan pentingnya pemantauan air tanah dan diversifikasi sumber air untuk meningkatkan ketahanan1.

2. India: Perencanaan Air Berbasis Komunitas

Di India, WaterAid mengembangkan “water security plans” berbasis komunitas di wilayah Bundelkhand yang rawan kekeringan. Pendekatan ini melibatkan pemetaan sumber air, penetapan prioritas penggunaan (misal, air minum vs irigasi), serta pengembangan sistem peringatan dini kekeringan. Hasilnya, masyarakat lebih siap menghadapi musim kering dan mampu mengelola konflik antar pengguna air1.

3. Burkina Faso: Monitoring Partisipatif Air Tanah

Di Burkina Faso, WaterAid memperkenalkan alat sederhana untuk memantau level air sumur secara partisipatif. Dengan alat ini, masyarakat dapat mendeteksi penurunan air tanah lebih awal dan mengambil langkah adaptasi, seperti membatasi penggunaan atau mencari sumber alternatif1.

4. Nepal: Masterplan Pengguna Air

Di Nepal, pengembangan “water user master plans” melibatkan seluruh pemangku kepentingan desa untuk menyepakati alokasi air, terutama di musim kering. Proses ini mendorong transparansi dan keadilan dalam distribusi air, serta memperkuat hubungan antara komunitas dan pemerintah lokal1.

5. Madagascar: Pengelolaan Sumber Air Berbasis Sub-Catchment

WaterAid di Madagaskar menerapkan pendekatan pengelolaan sub-catchment, yaitu satuan wilayah kecil yang lebih mudah dikendalikan daripada skala DAS besar. Melalui pendekatan ini, masyarakat dapat mengidentifikasi ancaman lokal, seperti polusi atau over-abstraksi, dan merancang solusi bersama1.

Angka-Angka Penting dari Paper

  • 768 juta orang masih kekurangan akses air bersih.
  • 2.000 anak meninggal setiap hari akibat diare yang berhubungan dengan air kotor.
  • Populasi Afrika diproyeksikan naik dua kali lipat pada 2050.
  • 1,3 miliar orang di dunia menggunakan air tanah dari sumur bor.
  • 85% populasi Afrika tinggal di wilayah di mana air tanah berada kurang dari 50 meter dari permukaan, memperbesar potensi pengembangan sumur bor dangkal1.

Framework ABCDE: Strategi Praktis Meningkatkan Ketahanan Air

WaterAid memperkenalkan pendekatan ABCDE untuk pengelolaan air berbasis komunitas:

  • Assessment (Penilaian): Memetakan kebutuhan, ketersediaan, dan risiko air secara partisipatif.
  • Bargaining (Perundingan): Negosiasi alokasi air antar pengguna untuk mencegah konflik dan memastikan keadilan.
  • Codification (Kodifikasi): Membuat aturan tertulis atau kesepakatan bersama terkait penggunaan dan perlindungan sumber air.
  • Delegation (Delegasi): Menetapkan siapa yang bertanggung jawab atas implementasi dan pemantauan aturan.
  • Engineering (Rekayasa): Meningkatkan infrastruktur, seperti penambahan sumur, penampungan air hujan, atau perbaikan sistem distribusi1.

Komitmen Minimum WaterAid: Standar Emas untuk Intervensi Air

WaterAid menetapkan serangkaian komitmen minimum dalam setiap program, antara lain:

  • Penilaian kebutuhan air seluruh komunitas sebelum proyek dimulai.
  • Pengujian kualitas air pada semua sumber baru atau yang diperbaiki.
  • Larangan pembangunan sumber air di dekat potensi kontaminasi.
  • Desain inklusif agar semua kelompok (termasuk penyandang disabilitas) dapat mengakses air.
  • Monitoring berkelanjutan terhadap level air tanah dan kualitas air.
  • Penguatan kapasitas pemerintah lokal untuk membantu komunitas saat terjadi ancaman terhadap ketahanan air1.

Koneksi dengan Tren Global dan Industri

Agenda SDGs dan Keadilan Sosial

Framework WaterAid sangat relevan dengan SDG 6 (Clean Water and Sanitation), SDG 13 (Climate Action), dan SDG 1 (No Poverty). Pendekatan berbasis komunitas dan inklusi sosial menjadi kunci untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam akses air bersih1.

Industri dan Bisnis

Perusahaan multinasional kini semakin memperhatikan risiko air dalam rantai pasok mereka, terutama di sektor agribisnis dan manufaktur. Investasi pada infrastruktur air dan sanitasi bukan hanya tanggung jawab sosial, tetapi juga strategi bisnis untuk mengurangi risiko operasional dan reputasi1.

Adaptasi Iklim dan Inovasi Teknologi

Teknologi sederhana seperti alat pemantau air tanah, sumur bor dangkal, dan penampungan air hujan terbukti efektif dan mudah diadopsi di komunitas miskin. Namun, inovasi harus disesuaikan dengan konteks lokal dan melibatkan partisipasi masyarakat agar berkelanjutan1.

Opini dan Perbandingan dengan Studi Lain

Framework WaterAid menawarkan pendekatan praktis yang menyeimbangkan aspek teknis, sosial, dan kelembagaan. Dibandingkan dengan laporan World Bank atau UNDP yang cenderung makro dan top-down, WaterAid menekankan pentingnya pemberdayaan komunitas dan penguatan kapasitas lokal. Namun, tantangan implementasi tetap besar: korupsi, minimnya investasi, dan perubahan perilaku masyarakat masih menjadi hambatan utama. Kolaborasi lintas sektor dan advokasi kebijakan tetap dibutuhkan untuk mempercepat pencapaian ketahanan air secara luas1.

Rekomendasi dan Langkah ke Depan

  1. Peningkatan Investasi Lokal: Pemerintah dan donor harus memperbesar alokasi dana untuk infrastruktur air berbasis komunitas.
  2. Penguatan Tata Kelola: Reformasi kelembagaan dan transparansi sangat penting untuk mengurangi kebocoran dana dan meningkatkan efektivitas program.
  3. Inovasi Teknologi Tepat Guna: Fokus pada teknologi murah, mudah dirawat, dan sesuai kebutuhan lokal.
  4. Pemberdayaan Komunitas: Libatkan perempuan, kelompok rentan, dan pemuda dalam perencanaan dan pengelolaan air.
  5. Integrasi dengan Sektor Lain: Hubungkan program air dengan kesehatan, pendidikan, dan pengurangan risiko bencana untuk dampak yang lebih luas.

Air, Investasi Masa Depan yang Tak Ternilai

“Water Security Framework” dari WaterAid membuktikan bahwa ketahanan air adalah fondasi utama pembangunan berkelanjutan. Dengan mengedepankan pendekatan berbasis komunitas, inklusi sosial, dan adaptasi teknologi, framework ini layak dijadikan rujukan bagi pemerintah, donor, dan pelaku industri yang ingin membangun masa depan yang lebih adil, sehat, dan resilien. Investasi pada air bukan sekadar memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga membuka jalan bagi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, dan ketahanan menghadapi perubahan iklim.

Sumber Asli Artikel

WaterAid (2012) Water security framework. WaterAid, London.

Selengkapnya
Membangun Masa Depan dengan Air: Resensi Kritis WaterAid “Water Security Framework”

Krisis Iklim

Ekonomi Ketahanan Air: Menavigasi Pasar, Kebijakan, dan Masa Depan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 18 Juni 2025


Air sebagai Aset Ekonomi Strategis

Di tengah krisis iklim dan pertumbuhan penduduk global, air semakin dipandang bukan sekadar kebutuhan dasar, melainkan aset ekonomi strategis yang menentukan daya saing, kesejahteraan, dan keberlanjutan suatu negara. Paper “Economics of Water Security” karya Anik Bhaduri dkk. (2021) membedah secara komprehensif bagaimana ekonomi ketahanan air berkembang, peran pasar air, hingga tantangan dan peluang yang dihadapi berbagai negara. Artikel ini mengulas temuan utama paper tersebut, memperkaya dengan analisis kritis, studi kasus nyata, serta mengaitkannya dengan tren global dan kebutuhan industri masa kini.

Mengapa Ekonomi Ketahanan Air Semakin Penting?

Krisis Air: Bukan Hanya di Daerah Kering

Permasalahan air tidak lagi hanya milik kawasan kering, tetapi juga terjadi di wilayah yang secara historis memiliki curah hujan tinggi. Kombinasi pertumbuhan permintaan, perubahan pola konsumsi, urbanisasi, dan ketidakpastian iklim menyebabkan konflik perebutan air semakin sering terjadi, bahkan di negara maju. Ketahanan air kini menjadi isu ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling terkait.

Paradigma Baru: Dari Regulasi ke Pasar

Tradisionalnya, pengelolaan air didominasi oleh regulasi pemerintah. Namun, kegagalan institusi mengikuti dinamika permintaan dan pasokan mendorong munculnya pasar air sebagai solusi untuk mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien dan adaptif. Pasar air menawarkan mekanisme harga yang mencerminkan nilai ekonomi air, mendorong konservasi, dan investasi infrastruktur.

Studi Kasus: Sukses dan Tantangan Pasar Air di Dunia

1. Australia: Murray-Darling Basin sebagai Laboratorium Pasar Air

Latar Belakang

Murray-Darling Basin (MDB) adalah kawasan pertanian utama Australia, mencakup lebih dari 1 juta km² dan menyumbang 50% penggunaan air irigasi nasional. Dengan variabilitas aliran air tertinggi kedua di dunia, MDB menghadapi tantangan over-allocasi dan degradasi lingkungan.

Evolusi Pasar Air

  • 1994: Pemerintah Australia menerapkan “cap” ekstraksi air, menutup peluang alokasi baru dan mendorong efisiensi.
  • 2004: National Water Initiative memperkuat hak milik air yang dapat diperdagangkan lintas negara bagian.
  • 2007: Water Act memperkenalkan lembaga pengawas dan harmonisasi aturan antarnegara bagian.

Dampak Ekonomi dan Lingkungan

  • 80% perdagangan air Australia terjadi di MDB, dengan volume perdagangan mencapai 30% dari total alokasi air tahunan.
  • Pasar air terbukti mengurangi risiko gagal panen akibat kekeringan, meningkatkan nilai ekonomi air, dan mendukung buyback air untuk tujuan lingkungan.
  • Pemerintah menjadi pemilik air terbesar untuk tujuan lingkungan, mengelola 2.750–3.200 GL air untuk menjaga ekosistem sungai.

Tantangan

  • Kompleksitas hak milik air (high, general, supplementary) menciptakan pasar yang dinamis namun juga rumit.
  • Isu transparansi, biaya transaksi, dan potensi dampak lingkungan dari perdagangan air masih menjadi perhatian.

2. Amerika Serikat: Transformasi Pasar Air di California

Latar Belakang

California menghadapi siklus kekeringan ekstrem dan pertumbuhan permintaan air yang pesat, terutama untuk pertanian dan kota besar.

Perkembangan Pasar Air

  • 1976–77: Kekeringan besar pertama mendorong reformasi hukum hak air dan lahirnya konsep pasar air.
  • 1980-an: Perdagangan air mulai diadopsi, meski masih terbatas.
  • 1991: Pembentukan California Drought Water Bank sebagai respons kekeringan, mempercepat perdagangan air antarwilayah.

Studi Kasus: Kontrak Opsi Metropolitan Water District (MWD) dan Palo Verde Irrigation District (PVID)

  • 2005: MWD dan PVID menandatangani kontrak 35 tahun untuk “fallowing” lahan pertanian, menyediakan 30.000–120.000 acre-feet air per tahun untuk kebutuhan kota.
  • Petani menerima pembayaran awal $3.170 per acre dan $600 per acre setiap tahun lahan yang tidak ditanami.
  • Lebih dari 90% petani PVID ikut serta, menunjukkan insentif ekonomi yang kuat.

Dampak dan Tantangan

  • Pasar air membantu mengatasi defisit pasokan secara efisien, namun infrastruktur dan hambatan hukum masih membatasi volume perdagangan.
  • Hanya 5% air di California yang diperdagangkan, didominasi oleh transaksi antaragen pemerintah.

3. Spanyol: Pasar Air sebagai Solusi Darurat

Latar Belakang

Spanyol menghadapi ketimpangan distribusi air, dengan wilayah tenggara sangat rawan kekeringan.

Kebijakan dan Implementasi

  • 1999: Undang-undang memperbolehkan perdagangan hak air secara formal, terutama melalui kontrak sewa sementara.
  • Perdagangan air difokuskan pada masa kekeringan, seperti periode 2005–2008, dengan volume perdagangan kurang dari 1% total penggunaan air nasional.

Studi Kasus: Segura dan Júcar Basin

  • Pada masa kekeringan, pemerintah mengizinkan perdagangan antarbasin menggunakan infrastruktur transfer air.
  • Harga kontrak sewa air bervariasi antara €0,15–0,28/m³, namun partisipasi pasar masih rendah akibat regulasi ketat dan hambatan administratif.

Tantangan

  • Pasar air di Spanyol masih dianggap solusi darurat, bukan instrumen alokasi utama.
  • Hambatan utama: birokrasi, ketidakpastian hukum, dan resistensi politik dari pemangku kepentingan lokal.

Syarat Sukses Pasar Air: Pelajaran dari Berbagai Negara

Prasyarat Kunci

  • Kelangkaan sumber daya dan perbedaan produktivitas antar pengguna air.
  • Hak milik air yang jelas, dapat dipantau, dan dapat dipindahtangankan.
  • Infrastruktur fisik untuk mengalirkan air ke pembeli dengan biaya wajar.
  • Kerangka regulasi dan tata kelola yang transparan dan adaptif.
  • Ketersediaan informasi harga dan volume perdagangan untuk menekan biaya transaksi.

Hambatan Umum

  • Definisi hak air yang tidak jelas, terutama di negara berkembang.
  • Efek eksternal terhadap pihak ketiga dan lingkungan, seperti berkurangnya aliran sungai atau kualitas air.
  • Biaya transaksi tinggi, mulai dari pencarian informasi, negosiasi, hingga pengawasan.
  • Struktur kelembagaan yang tidak mendukung, termasuk resistensi politik dan birokrasi.

Analisis Kritis: Pasar Air, Solusi atau Sumber Masalah Baru?

Potensi Ekonomi dan Sosial

  • Pasar air memungkinkan alokasi air ke sektor bernilai tambah tinggi, seperti pertanian intensif atau kebutuhan perkotaan.
  • Memberikan insentif bagi konservasi dan investasi efisiensi, karena harga air mencerminkan kelangkaan dan nilai ekonominya.
  • Membantu pemerintah mengatasi kekeringan tanpa harus membangun infrastruktur mahal.

Risiko dan Kontroversi

  • Dampak Sosial: Pasar air dapat memperbesar ketimpangan jika hak air terkonsentrasi di segelintir pihak atau korporasi besar.
  • Dampak Lingkungan: Perdagangan air tanpa regulasi ketat berisiko menurunkan aliran minimum sungai, merusak ekosistem, dan mengancam keberlanjutan jangka panjang.
  • Ketergantungan pada Pasar: Negara yang terlalu mengandalkan pasar air bisa mengabaikan kebutuhan investasi infrastruktur dan tata kelola berbasis komunitas.

Perbandingan dengan Studi Lain

  • Temuan paper ini sejalan dengan laporan World Bank dan OECD yang menekankan pentingnya hak air yang jelas, transparansi pasar, dan perlindungan lingkungan dalam implementasi pasar air.
  • Namun, penulis menyoroti bahwa pasar air bukan solusi tunggal, melainkan bagian dari portofolio kebijakan yang harus disesuaikan dengan konteks lokal dan kebutuhan masyarakat.

Koneksi dengan Tren Industri dan Kebijakan Global

Adaptasi Iklim dan Ketahanan Industri

  • Industri agribisnis dan manufaktur kini semakin memperhitungkan risiko air dalam strategi bisnis mereka, terutama di kawasan rawan kekeringan.
  • Pasar air menjadi instrumen manajemen risiko yang penting, memungkinkan perusahaan membeli hak air saat terjadi kekeringan atau kebutuhan mendesak.

ESG dan Investasi Berkelanjutan

  • Standar ESG (Environmental, Social, Governance) mendorong perusahaan untuk memastikan penggunaan air yang efisien dan adil, serta menghindari praktik yang merugikan lingkungan atau komunitas lokal.
  • Pasar air yang transparan dan akuntabel dapat mendukung pencapaian target ESG, namun harus diimbangi dengan regulasi yang melindungi kepentingan publik.

Agenda SDGs dan Tata Kelola Air

  • Pasar air relevan dengan SDG 6 (Clean Water and Sanitation) dan SDG 13 (Climate Action), namun harus diintegrasikan dengan kebijakan tata kelola air berbasis hak asasi dan keadilan sosial.
  • Kolaborasi lintas sektor dan negara menjadi kunci untuk memastikan pasar air tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada ketahanan sosial dan lingkungan.

Rekomendasi dan Langkah ke Depan

  1. Perkuat Hak Milik Air: Negara harus memastikan hak air yang jelas, dapat dipindahtangankan, dan dilindungi hukum, namun tetap memperhatikan hak komunitas dan lingkungan.
  2. Tingkatkan Transparansi dan Informasi: Data harga, volume, dan pelaku pasar harus mudah diakses untuk menekan biaya transaksi dan mencegah spekulasi.
  3. Integrasi dengan Kebijakan Lingkungan: Setiap transaksi air harus mempertimbangkan dampak lingkungan dan memastikan aliran minimum sungai tetap terjaga.
  4. Inovasi Instrumen Pasar: Kembangkan kontrak opsi, derivatif air, dan mekanisme asuransi untuk memperluas pilihan manajemen risiko bagi pelaku pasar.
  5. Pemberdayaan Komunitas Lokal: Libatkan petani kecil, komunitas adat, dan kelompok rentan dalam perumusan kebijakan pasar air agar manfaatnya lebih merata.
  6. Kolaborasi Lintas Negara: Negara-negara dengan sungai lintas batas harus membangun kerangka kerja sama untuk mengelola perdagangan air secara adil dan berkelanjutan.

Menata Masa Depan Ekonomi Air

Paper “Economics of Water Security” menegaskan bahwa pasar air dapat menjadi alat ampuh untuk meningkatkan efisiensi, fleksibilitas, dan ketahanan ekonomi dalam menghadapi krisis air. Namun, keberhasilan pasar air sangat bergantung pada desain institusi, transparansi, perlindungan lingkungan, dan keadilan sosial. Negara-negara yang ingin mengadopsi pasar air harus belajar dari pengalaman Australia, California, dan Spanyol—mengadaptasi praktik terbaik, menghindari jebakan, dan memastikan air tetap menjadi hak publik yang dikelola untuk kesejahteraan bersama.

Investasi pada ketahanan air bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga investasi pada masa depan generasi mendatang. Dengan tata kelola yang tepat, pasar air dapat menjadi bagian penting dari solusi global menghadapi krisis air, perubahan iklim, dan tantangan pembangunan berkelanjutan.

Sumber Asli Artikel

Anik Bhaduri, C. Dionisio Pérez-Blanco, Dolores Rey, Sayed Iftekhar, Aditya Kaushik, Alvar Escriva-Bou, Javier Calatrava, David Adamson, Sara Palomo-Hierro, Kelly Jones, Heidi Asbjornsen, Mónica A. Altamirano, Elena Lopez-Gunn, Maksym Polyakov, Mahsa Motlagh, and Maksud Bekchanov. Economics of Water Security. In: Handbook of Water Resources Management: Discourses, Concepts and Examples, 2021 / Bogardi, J.J., Gupta, J., Nandalal, K.D.W., Salamé, L., van Nooijen, R.R.P., Kumar, N., Tingsanchali, T., Bhaduri, A., Kolechkina, A.G. (ed./s), Ch.10, pp.273-327.

Selengkapnya
Ekonomi Ketahanan Air: Menavigasi Pasar, Kebijakan, dan Masa Depan
« First Previous page 2 of 2