Internet of Things
Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 25 Maret 2022
Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP) Universitas Diponegoro (Undip) terus berupaya memperbaharui materi kuliah Internet of Things (IoT) yang diberikan kepada mahasiswa di semua program studi (prodi).
Dekan FPP Undip, Prof Bambang Waluyo Hadi Eko Prasetiyono mengatakan materi kuliah IoT menjadi salah satu bekal bagi lulusan Undip menghadapi era digital. Menurutnya, pemberian bekal Internet of Things di semua jenjang pendidikan adalah sebuah keniscayaan.
“Semula Internet of Things sebenarnya hanya alat bantu saja. Namun kini kami melihatnya sebagai hal esensial yang harus dikuasai sebagai bekal di era industry 4.0,” kata Prof Bambang seperti dirangkum dari laman Undip, Jumat (16/7/2021).
IoT sendiri adalah teknologi yang memungkinkan sebuah objek tertentu memiliki kemampuan untuk mengirimkan data lewat melalui jaringan dan tanpa adanya interaksi dari manusia ke manusia ataupun dari manusia ke perangkat komputer.
IoT yang sering diidentifikasi dengan RFID (Radio Frequency Identification) sebagai metode komunikasi, mengalami perkembangan yang sangat cepat, mulai dari tingkat konvergensi teknologi nirkabel, microelectromechanical (MEMS), internet, dan QR (Quick Responses) Code.
Adapun unsur-unsur dalam IoT setidaknya meliputi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence), penggunaan perangkat yang ukurannya makin kecil dengan efektivitas dan daya hasil yang tinggi, adanya sensor baik untuk sensor cahaya, sensor suara maupun sensor pendeteksi lain, serta peningkatan keterlibatan aktif peralatan atau mesin dalam menjalankan fungsinya.
“Apapun istilahnya, apakah modern farm, digital farming ataupun smart farming, itu tantangan yang harus kita hadapi bersama. Dalam konteks sebagai lembaga pendidikan tinggi, kami juga berkomitmen untuk menyiapkan lulusan kita menghadapi tantangan yang ada sesuai jenjang dan tuntutan keahlian,” paparnya.
Materi IoT relevan dengan ilmu dan kebutuhan
Karena dianggap esensial, lanjut dia, FPP Undip berupaya selalu memperbaharui materi kuliah IoT yang diselenggarakannya agar relevan dan mampu menjawab kebutuhan yang ada.
"Perkembangan yang ada, serta masukan dari para pemangku kepentingan menjadi pertimbangan penting dalam memperbaharui materi kuliah IoT di FPP Undip," imbuh dia. Dia mencontohkan, kandang ayam closed house milik FPP Undip yang difungsikan sebagai unit usaha sekaligus laboratorium untuk praktek para mahasiswa dan para peneliti kini sudah dilengkapi dengan teknologi modern.
Dalam sistem pengelolaannya, pemanfaatan teknologi informasi menjadi bagian penting termasuk dalam teknis pengaturan suhu, pengaturan kelembaban dan pengaturan gas amonia di kandang agar produktivitas yang diraih bisa maksimal. Sehingga, pembaruan materi sendiri tidak hanya menyangkut konten dari materi kuliah, tapi juga metode, cara pencapaian dan cakupan materinya.
Selain updating dalam kaitannya perkembangan teknologi internet dan aplikasi-aplikasi yang terkait, FPP juga berupanya menjaga relevansi IoT khususnya yang terkait dengan bidang keilmuan Peternakan dan Pertanian.
“Relevansi dengan bidang ilmu tetap penting untuk menunjang penerapannya secara langsung dalam kegiatan praktikum sampai pada penelitian dan pembuatan karya ilmiah,” dia menambahkan.
Selain update dalam perkembangan teknologi internet dan aplikasi-aplikasi yang terkait, ia menyebut FPP juga berupanya menjaga relevansi IoT khususnya yang terkait dengan bidang keilmuan Peternakan dan Pertanian.
“Relevansi dengan bidang ilmu tetap penting untuk menunjang penerapannya secara langsung dalam kegiatan praktikum sampai pada penelitian dan pembuatan karya ilmiah,” dia menambahkan.
Sumber Artikel: kompas.com
Internet of Things
Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 25 Maret 2022
Internet of things (IoT) merupakan konsep di mana satu perangkat di rumah terkoneksi dengan perangkat lainnya. Fantech Indonesia menjadi produk lokal yang mulai merambah dunia tersebut.
Konsep Internet of things telah ada sejak 1982. Namun, istilah tersebut baru muncul dari pidato Peter T. Lewis di Washington DC pada September 1985.
Lewis menjelaskan internet of things sebagai "integrasi manusia, proses, dan teknologi dengan perangkat-perangkat yang bisa terhubung dan sensor-sensor untuk mengaktifkan pengawasan, status, manipulasi, dan evaluasi tren perangkat-perangkat tersebut dari jarak jauh." IoT dewasa ini besar di pasar konsumer, termasuk teknologi yang bisa dipakai, perangkat automasi rumah, kendaraan pintar, dsb.
Dalam konteks lebih luas, konsep ini mulai kerap digunakan untuk kepentingan yang lebih besar lagi, seperti mengubah sebuah kota konvensional menjadi “Smart City”.
Salah satu pasar utama di IoT ini adalah automasi rumah atau konsep rumah pintar di mana berbagai perangkat terhubung ke jaringan internet di rumah dan dikendalikan lewat gawai atau perangkat lain.
IoT adalah masa depan yang akan memberikan dampak sangat besar bagi kehidupan manusia. Membuat segala sesuatu hanya dengan perintah suara atau klik aplikasi dan tinggal atur jadwalnya saja.
Tak dapat dibayangkan seberapa besar waktu yang dapat dipangkas, penggunaan sumber daya & energi yang lebih efeisien, dan berbagai keuntungan lainnya.
Melihat manfaat yang sangat besar dan dapat membantu aktivitas keseharian masyarakat, salah satu brand teknologi lokal asli Indonesia, yaitu Fantech mulai melebarkan sayapnya ke lini Smart Life dengan menghadirkan beragam produk Internet of Things.
Fantech Smart Life memulainya dengan produk pendukung aktivitas sehari-hari dan lifestyle, seperti Lampu Smart LED Bulb, Wireless Earphone (TWS), LED Strip, colokan listrik Smart Socket, dan berbagai produk teknologi IoT lainnya.
Sebagai bentuk apresiasi & memberikan kembali ke komunitas, Fantech sebagai brand lokal berusaha untuk memperkenalkan produk Internet of Things ini dengan produk berkualitas.
Line up produk berkualitas ini dipilih dari hasil penelitian dan pengembangan terbaik dengan harga sangat affordable yang mengusung prinsip “Worth to Buy!” Fantech Smart Life terus berusaha untuk mengembangkan produk dan pelayanannya, serta berharap masyarakat Indonesia mulai beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Sehingga, Indonesia dapat menjadi negara yang dapat bersaing dalam industri teknologi di kancah internasional. Kompas.com sendiri telah mencoba line up Smart Home Fantech dan puas dengan apa yang telah ditawarkan.
Semua device bisa dengan mudah terhubung lewat aplikasi Fantech Smart Life yang bisa diunduh dari Play Store atau juga Apple AppStore. Aplikasinya sendiri ringan dan sangat user friendly.
Setiap device disertakan dengan buku instruksi yang menjelaskan semua operasional perangkat tersebut dengan bantuan visual sehingga mudah dimengerti.
Tak ada kesulitan sama sekali untuk menghubungkan semua perangkat, mulai dari Smart Light Bulb, Smart LED Strip, hingga Smart IR Remote. Headphone nirkabel sangat berguna bagi Anda yang suka menonton pertandingan pada malam hari/dini hari dan tak ingin membangunkan buah hati atau pasangan di sebelah.
Proses syncing dengan laptop atau gawai sangat mudah dan headphone mempunyai kekuatan baterai untuk pemakaian selama 60 jam atau standby 200 jam. Smart Light Bulb menawarkan hingga 16 juta warna RGB dengan waktu pemakaian 25.000 jam. Light Bulb ini cocok sekali bagi orang yang ingin mengubah warna lampu di kamar tergantung mood (apakah tim kita kala/menang) atau apa yang sedang ia kerjakan.
Terlebih, para pengguna bisa mengatur luminasi setiap lampu hingga 806 lumens. Sementara, instalasi dan penyesuaian fitur-fitur Smart LED Strip juga sangat mudah dan praktis.
Satu lagi yang berguna untuk sebuah Smart Home adalah Smart IR Remote di mana kita akhirnya bisa memusatkan kendali televisi, set up box, dan pendingin ruangan lewat gawai. Hal tersebut akan menghilangkan kans kita mencari-cari remote televisi yang tentu saja sangat mengganggu apabila pertandingan atau balapan yang ingin kita tonton sudah hendak dimulai!
Sumber Artikel: kompas.com
Internet of Things
Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 25 Maret 2022
Tahun 2021, masyarakat Indonesia disuguhkan dengan kehadiran jaringan telekomunikasi terbaru, yakni 5G. Teknologi jaringan yang digadang-gadang dapat menghadirkan akses internet yang empat kali lebih cepat dari 4G/LTE.
Sejak dilaksanakannya ULO (Uji Laik Operasi) 5G pada Mei 2021 oleh Kementerian Kominfo, sudah terdapat tiga perusahaan penyedia layanan jaringan yang sudah mengantongi SKLO (Surat Keterangan Laik Operasi) 5G, yaitu Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat Ooreedo.
SKLO secara sederhana merupakan surat izin yang diberikan Kementerian Kominfo untuk penyedia layanan jaringan untuk bisa menyediakan layanan 5G. Izin diberikan berdasarkan hasil ULO.
Sementara itu, penyedia layanan jaringan pertama yang mendapat SKLO 5G adalah Telkomsel, yang menggelar jaringan 5G pada pita frekuensi 2.300 MHz. Kemudian disusul Indosat Ooredoo, yang menggelar jaringan 5G pada pita frekuensi 1.800 MHz.
Terakhir, SKLO 5G diberikan pada XL Axiata, dengan jaringan 5G berjalan pada pita frekuensi 1.800 MHz. Namun, jaringan 5G yang diselenggarakan ketiga perusahaan tersebut masih terbatas di kota-kota besar, misal Jabodetabek, Surabaya, Makassar, dan sebagainya.
Perlombaan kecepatan jaringan internet 5G dari masing-masing penyedia layanan menjadi hal yang menarik untuk disimak. Masing-masing perusahaan memiliki klaim dalam urusan kecepatan 5G, yang intinya tentu lebih cepat dari 4G.
Misalnya, Telkomsel mengeklaim bahwa jaringan 5G yang diselenggarakannya bisa berjalan 20 kali lebih cepat dibanding 4G ketika digunakan untuk download dan streaming, sebagaimana dikutip dari laman resmi Telkomsel.
Di sisi lain, kehadiran 5G bukan hanya perkara pengalaman koneksi internet yang lebih kencang dari 4G. Ada hal lain yang ingin diterobos denggan menggunakan jaringan 5G, yakni pengembangan IoT (Internet of Things).
Cerita tersebut bisa dilihat dari bagaimana penyedia layanan jaringan tersebut mengarahkan 5G ke IoT. Misalnya, Indosat Ooreedo menggandeng Nokia dan kampus ITS (Institut Teknologi Sepuluh November) untuk kembangkan aplikasi IoT dengan memanfaatkan 5G. Cerita yang sama juga datang dari XL Axiata.
Perusahaan ini bekerja sama dengan dua kampus sekaligus, IPB (Institut Pertanian Bogor) dan Politeknik Manufaktur Astra, dalam mengembangkan aplikasi IoT dengan jaringan 5G untuk kebutuhan industri Jika melihat cerita kerja sama tersebut, 5G tampaknya menjadi alat untuk mengembangkan IoT kebutuhan industri. Namun, sebenarnya apa yang disebut IoT itu? dan bagaimana kaitannya dengan 5G?
IoT: satu ketukan semua masalah selesai
Istilah IoT masih banyak dianggap asing untuk dibaca dan didengar. Buktinya, jika menelusuri IoT lewat Google Trends, ada saja orang yang masih mencari penjelasannya dengan keyword “Apa itu IoT”.
Secara konseptual, dijelaskan Kumar, dkk. dalam jurnalnya, berjudul Internet of Things is a revolutionary approach for future technology enhancement: a review, IoT adalah sistem yang dapat menyelesaikan berbagai masalah dalam satu ketukan.
Sistem tersebut berisi susunan infrastruktur yang saling terintegrasi sehingga dapat membuat pekerjaan manusia menjadi semakin efektif dan efisien. IoT berjalan dengan memanfaatkan penggunaan perangkat pintar dan jaringan internet.
Melalui perangkat tersebut, pengguna dapat menjalankan perangkat lain melalui jaringan internet untuk menyelesaikan beragam masalah. Kumar dalam jurnal tersebut menampilkan arsitektur tentang bagaimana IoT ini berjalan.
Dalam gambar tersebut, terlihat susunan infrastruktur dari IoT. Satu perangkat menggunakan aplikasi mengirimkan perintah. Kemudian, perintah itu diunggah ke cloud dan diolah di perangkat server. Pengolahan perintah tersebut dilakukan dengan memanfaatkan teknologi AI (artificial intelligence).
Setelah diolah, perintah akan dikirim ke IoT Gateway, lalu perintah akan diteruskan ke perangkat lain untuk mengambil tindakan tertentu. Kumar mengatakan bahwa IoT Gateway memliki peranan penting dalam meghubungkan perintah dari server ke perangkat.
IoT Gateway merupakan platform yang berfungsi untuk mengirimkan perintah yang telah diolah agar bisa masuk ke perangkat cerdas. IoT bisa digunakan dalam berbagai sektor, biasanya penggunaan IoT ini akan diberi judul dengan nama depan “smart”.
Misalnya smart home, yang memungkinkan Anda untuk mengirim perintah lewat aplikasi di ponsel untuk mengatur peralatan rumah secara otomatis.
Jadi melalui smart home, Anda dapat menyalakan lampu atau mengatur suhu lemari es hanya dengan sekali ketukan pada opsi yang tersedia di aplikasi ponsel. Selain itu, perintah suatu tindakan pada perangkat di IoT kini, juga sudah bisa dilakukan melalui suara.
5G dorong pengembangan IoT skala besar
Dalam proses yang ada dalam susunan infrastruktur di IoT ini membutuhkan koneksi internet. Sebelum kehadiran 5G, jaringan 2G, 3G, dan 4G/LTE untuk dimanfaatkan untuk menjalankan aplikasi IoT, tapi belum optimal.
Shancang Li, dkk dalam jurnal berjudul 5G Internet of Things: A Survey, menyebut bahwa jaringan tersebut masih memiliki kendala dalam hal kecepatan transfer data dan stabilitas jaringan.
Misalnya, jaringan 4G/LTE dikatakan memang memiliki kecepatan transfer yang sudah cukup tinggi yakni 1 Gbps, tapi jaringan ini mudah terganggu apabila terdapat bangunan tinggi atau gedung dan sinyal Wi-Fi.
Sedangkan 5G, secara optimal memiliki kecepatan transfer data hingga 10 Gbps dengan latensi kurang dari 1 ms. Dengan kemampuan ini, 5G dapat menyediakan koneksi internet yang bagus pada ribuan perangkat dalam waktu bersamaan
5G dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada IoT di masa depan. Kemampuan transfer data yang minim latensi dapat menghubungkan miliaran perangkat pintar untuk mendukung sistem dalam IoT dalam skala besar.
Jadi, ke depan tidak hanya perangkat rumah yang dapat dikendalikan dalam satu ketukan. Namun, perangkat yang ada di satu kota bisa digerakkan secara otomatis. 5G sangat memungkinkan untuk digunakan dalam mengembangkan konsep smart city.
Smart city yang merupakan bagian dari IoT dapat terwujud karena 5G memiliki kemampuan broadband hingga satu juta perangkat per satu kilometer.
Selain itu, 5G juga bisa dimanfaatkan untuk IoT di bidang kesehatan, seperti operasi jarak jauh. Jadi, dokter bisa mengontrol alat operasi dari jarak jauh melalui layar perangkat tertentu dengan menggunakan jaringan 5G.
Jadi, berbicara 5G akhirnya tidak sebatas kecepatan download, tapi lebih jauh dari itu, yakni pengembangan IoT skala besar.
Sumber Artikel: kompas.com
Internet of Things
Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 25 Maret 2022
Perkembangan Internet of Things (IoT) merambah seluruh bidang usaha, tak terkecuali pada industri alat kesehatan.
Salah satu rumah sakit yang memanfaatkan IoT adalah RS Metropolitan Medical Centre (MMC).
RS MMC Berkolaborasi dengan XL Axiata Business Solutions menghadirkan Smart Healthcare yang memanfaatkan IoT di Wellness Centre rumah sakit tersebut.
CEO RS MMC Dr. Roswin Rosnim Djaafar, MARS mengatakan Smart Healthcare memantau dan mendeteksi kondisi kebugaran seseorang.
"Solusi IoT dipilih karena mampu memberikan visibilitas secara real-time di mana pun dan kapan pun tanpa terhalang jarak dan waktu," kata Roswin dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu (13/11).
Roswin menjelasakan kehadiran Smart Healthcare menjadi bagikan dari value tambahan bagi seluruh pasien RS MMC. Pasien akan merasakan pelayanan yang lebih lengkap dengan pendampingan langsung oleh dokter spesialis Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre serta dilengkapi dengan fitur Smart Healthcare.
Dia berharap perangkat Smart Healthcare di Wellness Centre mampu memberikan pemantauan kondisi tubuh pasien secara realtime.
"Sehingga, pasien-pasien di Wellness Centre dapat rekondisi tubuh, meningkatkan kebugaran, serta meningkatkan derajat kesehatan pada tubuhnya," ungkap Roswin.
Roswin menegaskan RS MMC selalu mengutamakan mutu dan pelayanan yang berfokus pada pasien.
"Kerja sama pengembangan solusi Internet of Thing (IoT) bersama XL Axiata diharapkan bisa memberikan pelayanan dan pengalaman kepada para pasien secara lebih komprehensif dan juga memperkenalkan Wellness Centre," bebernya.
Menurut dia, Wellnes menyediakan fasilitas gym, outdoor jogging track, dan Smart Healthcare disertai pendampingan dan pemantauan langsung oleh tim Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga.
Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga dr. Donny Kurniawan, Sp.KO (K) sebagai menambahkan Wellness Centre adalah sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan seseorang lewat peningkatan kebugaran tubuh.
“Wellness Centre hadir untuk menjadi solusi yang komprehensif bagi pasien untuk meningkatkan kebugaran sehingga kualitas hidup akan lebih baik dan mereka dapat menikmati, tak hanya di hidup masa kini, namun juga kehidupan di masa tua.”
Chief of Enterprise & SME Officer XL Axiata Feby Sallyanto mengatakan berkomitmen untuk terus menghadirkan beragam solusi IoT untuk seluruh sektor industri.
"Termasuk juga untuk masuk industri teknologi kesehatan," ungkapnya.
Dia menyebut Smart Healthcare merupakan solusi IoT untuk kesehatan yang pertama di Indonesia, yang dibangun bersama oleh XL Axiata Business Solutions dan RS MMC.
"Solusi IoT dan konektivitas yang kami sediakan, Smart Healthcare ini bisa menjadi perangkat cerdas yang akan sangat membantu Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre memantau kondisi seseorang secara cepat dan tepat," ujar Feby.
Smart Healthcare merupakan perangkat yang memantau kondisi kebugaran tubuh seperti detak jantung, EKG, pola pernafasan, suhu tubuh, gerakan, dan titik lokasi pada saat yang bersamaan.
Semua sinyal tersebut, kata Feby, secara terus menerus dan secara instan akan diukur dan dianalisa lewat perangkat yang sudah terintegrasi dengan platform IoT XL Axiata.
"Oleh karena itu, perangkat dapat memberikan report analisa kesehatan penggunanya dari waktu ke waktu," tegas Feby.
Sumber Artikel: msn.com
Internet of Things
Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 24 Maret 2022
IoT (internet of things) dan cloud computing merupakan dua teknologi yang sangat berbeda. Keduanya sudah menjadi bagian dari kemajuan dunia industri.
Prodi Teknologi Informasi Universitas BSI (Bina Sarana Informatika) kembali melangsungkan webinar demi memfasilitasi mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang IoT dan cloud computing.
Dengan mengusung tajuk ‘Peran IoT & Cloud Computing di Era Industri’, webinar ini mendatangkan pemateri Kepala Lab Riset Komputer dan Jaringan, Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika, UGM, Dr Mardhani Riasetiawan, digelar secara daring lewat Zoom, pada Kamis (1/7).
Menurut Hendra Supendar, kaprodi Teknologi Informasi Universitas BSI, tujuan webinar ini agar mahasiswa memahami lebih cepat mengenai IoT dan cloud computing. Di mana peran IoT dan cloud saat ini sangat dibutuhkan di berbagai dunia industri.
“Mahasiswa diharapkan dapat menyimak materi kali ini serta berperan aktif. Sehingga dapat memanfaatkan ilmu saat ini agar berguna di masa yang akan datang,” tuturnya Rabu (14/7) .
Sementara itu, pemateri Dr Mardhani memberikan penggambaran korelasi antara peran IoT, big data dan cloud computing. Ia juga memberikan contoh penggunaan IoT lamp yang digunakan dalam suatu ruangan lab.
“IoT merupakan sesuatu yang menghubungkan perangkat. Perangkat IoT adalah sebuah jaringan raksasa agar semua orang dapat terhubung satu sama lain dan berbagi data,” katanya.
Ia mengatakan, Saat ini IoT telah digunakan dalam berbagai bidang. Dimulai dari bidang kesehatan, edukasi, transportasi, dan lainnya.
“Sedangkan untuk cloud computing merupakan model gabungan pemanfaatan teknologi komputer, misalnya jaringan, server, penyimpanan, aplikasi, dan layanan, yang dikembangkan berbasis internet,” ujarnya.
Dr Mardhani juga menjelaskan, teknologi ini memungkinkan untuk dapat menggunakan daya secara bersamaan, realtime, mudah digunakan dan dapat diakses di mana saja.
“Tentunya hal ini dilakukan untuk menjalankan program atau aplikasi melalui komputer-komputer yang terkoneksi pada waktu yang sama,” tandasnya.
Ia mengatakan, peranan cloud computing sangat erat jika disinggungkan dengan IoT di mana keduanya dapat saling terhubung. Untuk bisa saling berkomunikasi menggunakan internet ke perangkat yang sudah dihubungkan dengan IoT.
Sumber Artikel: republika.co.id
Internet of Things
Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 24 Maret 2022
Perusahaan keamanan siber global Palo Alto Networks dalam surveinya mengatakan bahwa peningkatan perangkat IoT non-bisnis yang terhubung pada jaringan perusahaan dalam satu tahun terakhir, bisa dimanfaatkan pelaku kejahatan siber. Mereka bisa masuk ke dalam jaringan korporat guna melakukan serangan ransomware dan lainnya.
Mengutip keterangannya pada Selasa (26/10), hal ini disampaikan oleh 80 persen responden dari Asia Pasifik (termasuk Jepang) yang memiliki perangkat IoT yang terhubung ke jaringan organisasi mereka. Adapun perangkat non-bisnis ini bervariasi, mulai dari bohlam lampu, alat monitor detak jantung, peralatan gym, mesin kopi, konsol game, sampai ke pengumpan hewan peliharaan.
Hasil survei ini juga memperingatkan diperlukannya perubahan keamanan untuk melindungi jaringan perusahaan yang terhubung pada perangkat IoT non-bisnis. Sebanyak 98 persen responden dari kelompok yang sama juga menunjukan bahwa pendekatan organisasi mereka terhadap keamanan IoT memerlukan peningkatan, dan 30 persen menyatakan perlunya perbaikan total dengan kemampuan keamanan terbaik yang di seputar threat protections (57 persen), penilaian risiko (57 persen), konteks perangkat IoT untuk tim keamanan (60 persen), serta visibilitas dan inventaris perangkat (56 persen).
"Adopsi IoT telah menjadi penggerak bisnis yang penting. Hal ini menghadirkan tantangan keamanan baru yang dapat dipenuhi jika karyawan dan pengusaha berbagi tanggung jawab bersama untuk melindungi jaringan perusahaan," kata Principal Researcher Unit 42 di Palo Alto Networks, Vicky Ray.
Vicky melanjutkan, penting bagi pekerja jarak jauh untuk mengetahui perangkat rumah pribadi yang mungkin terhubung ke jaringan perusahaan melalui router rumah mereka. "Perusahaan perlu memantau berbagai ancaman dan akses ke jaringan dengan lebih baik sambil mempraktikkan segmentasi jaringan yang tepat untuk melindungi karyawan jarak jauh dan aset-aset organisasi yang paling berharga," kata Ray.
Dari semua pengambil keputusan TI di Asia Pasifik (termasuk Jepang) yang disurvei oleh Palo Alto Networks yang memiliki perangkat IoT yang terhubung ke jaringan mereka, lebih dari setengahnya (53 persen) menunjukkan bahwa perangkat IoT tersegmentasi pada jaringan yang terpisah dari jaringan mereka. Jaringan ini membedakan antara jaringan yang digunakan untuk keperluan bisnis secara primer dan aplikasi bisnis seperti sistem HR, server email, sistem finansial dan sebagainya.
Sedangkan, 28 persen responden mengatakan bahwa perangkat IoT adalah tersegmentasi secara mikro dalam zona keamanan yang berbeda, praktik terbaik industri di mana organisasi menciptakan security zone yang terkontrol dengan ketat di jaringan mereka untuk mengisolasi perangkat IoT dan memisahkannya dari perangkat TI untuk menghindari peretas bergerak bebas di sebuah jaringan.
Sumber Artikel: republika.co.id