Ilmu Sosial Terapan

Mengurai Hierarki: Merancang Ulang Sistem Komando Insiden untuk Era Bencana Multi-Agensi yang Kompleks

Dipublikasikan oleh Raihan pada 24 Oktober 2025


Memperbaiki Respons Bencana dengan Meningkatkan Sistem Komando Insiden: Arah Riset ke Depan

Introduksi dan Jalur Logis Penemuan

Studi ini membahas isu krusial dalam domain manajemen bencana kontemporer: kegagalan sistem komando insiden yang ada (seperti Incident Command System - ICS) untuk beradaptasi secara efektif terhadap kompleksitas respons multi-agensi di tengah peningkatan frekuensi dan intensitas bencana akibat perubahan iklim. Para peneliti berangkat dari premis bahwa meskipun sistem respons darurat global telah diadopsi secara luas, akar sejarah militernya yang menekankan prinsip komando dan kontrol hierarkis yang otoritatif menjadi hambatan signifikan. Walaupun lembaga layanan darurat tradisional telah merangkul ICS, banyak agensi non-tradisional, termasuk lembaga pemerintah dan non-pemerintah lainnya, cenderung enggan untuk mengadopsi prinsip-prinsip tersebut. Perbedaan operasional, budaya, dan legislasi ini menciptakan tantangan interoperabilitas yang parah dalam situasi darurat berskala besar dan kompleks.

Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi tantangan ini dengan mengembangkan kerangka kerja baru yang tidak hanya menyertakan semua agensi yang terlibat tetapi juga meningkatkan respons multi-agensi secara keseluruhan. Jalur logis penemuan dimulai dengan melakukan pendekatan penelitian kualitatif multi-modal tiga fase. Fase pertama melibatkan tinjauan literatur kritis untuk menganalisis praktik sistem dan basis teoretis ICS. Fase kedua dilanjutkan dengan wawancara semi-terstruktur dengan informan untuk mengeksplorasi ICS dalam aksi nyata melalui studi kasus bencana. Dari temuan-temuan awal ini, para peneliti mengidentifikasi dan mengkonsolidasikan masalah utama ke dalam lima domain, serta mengembangkan empat opsi potensial untuk perbaikan.

Fase ketiga, yang menjadi fokus utama dalam paper ini, adalah analisis kebijakan dan studi Delphi yang dimodifikasi. Melalui studi Delphi dua putaran, opsi-opsi perbaikan tersebut disajikan kepada panel ahli yang terdiri dari pemimpin senior dan pembuat keputusan strategis di seluruh sektor manajemen kedaruratan. Triangulasi data dari ketiga fase ini memungkinkan pengembangan hasil akhir yang paling signifikan: sebuah Kerangka Konseptual Baru yang didasarkan pada modifikasi prinsip-prinsip ICS yang ada. Kerangka ini merupakan pemahaman baru tentang kekuatan dan kelemahan sistem yang ada, yang diperlukan untuk mengatasi kompleksitas manajemen bencana di masa depan.

Sorotan Data Kuantitatif Secara Deskriptif

Metodologi studi Delphi yang dimodifikasi adalah inti dari analisis kualitatif ini, yang bertujuan mencapai konsensus. Panel ahli yang berpartisipasi dalam studi ini terdiri dari lima belas (n=15) pemimpin senior dan pembuat keputusan strategis di Putaran 1, dengan tingkat penyelesaian yang menunjukkan dua belas (n=12) partisipan aktif di Putaran 2, mencerminkan keterlibatan yang tinggi dari para pakar yang memiliki peran operasional di tiga atau lebih (3+) peristiwa bencana yang diumumkan.

Analisis peringkat opsi menunjukkan hubungan kuat antara sifat sistem dan potensi keberhasilannya. Opsi yang mengusulkan Penegakan Kepatuhan (Opsi 1) secara keseluruhan dinilai oleh panel sebagai opsi yang sangat tidak mungkin berhasil. Sebaliknya, opsi yang melibatkan perancangan ulang sistem AIIMS saat ini (AIIMS+) (Opsi 2) dan pengembangan sistem baru (Opsi 3) disepakati sebagai yang paling mungkin berhasil di masa depan. Kesimpulan ini dicapai melalui ambang batas konsensus 75% persetujuan yang ditetapkan untuk menentukan temuan bersama panel. Temuan ini menunjukkan hubungan kuat antara fleksibilitas kerangka kerja dan kesediaan adopsi, menegaskan potensi kuat untuk pergeseran paradigma dari model kaku ke model yang lebih adaptif dalam manajemen bencana.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Kontribusi utama penelitian ini terhadap bidang manajemen kedaruratan adalah diagnosis yang jelas mengenai ketidakmampuan ICS yang berorientasi militer untuk secara efektif mengelola bencana yang kompleks dan multi-agensi di era perubahan iklim. Alih-alih hanya mengkritik, studi ini menawarkan jalan ke depan dengan mengembangkan Kerangka Konseptual Baru.

  1. Validasi Kesenjangan Multi-Agensi: Studi ini secara tegas mengkonfirmasi bahwa interoperabilitas adalah masalah utama karena agensi non-tradisional menolak ICS yang hierarkis. Ini menggeser fokus riset dari sekadar "pelatihan yang lebih baik" menjadi "sistem yang lebih baik."
  2. Identifikasi Domain Strategis yang Terabaikan: Temuan panel ahli menyoroti dua area kritis yang tidak dapat ditangani oleh ICS tradisional secara memadai: pengambilan keputusan politik strategis dan manajemen konsekuensi. Dengan menempatkan domain-domain ini sebagai pusat kebutuhan perubahan, penelitian ini memberikan cetak biru bagi pengembang sistem di masa mendatang.
  3. Konsensus Ekspertis untuk Perubahan Adaptif: Melalui studi Delphi, penelitian ini memberikan dukungan berbasis konsensus yang kuat (dengan ambang batas 75% ) dari pemimpin strategis untuk perubahan sistem yang radikal (Opsi 2 dan 3), secara efektif menolak solusi minimalis seperti penegakan kepatuhan semata (Opsi 1). Hal ini merupakan dukungan ilmiah dan praktis untuk reformasi institusional.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun mencapai kontribusi signifikan, penelitian ini memiliki keterbatasan yang secara langsung membuka peluang penelitian di masa depan. Keterbatasan metodologis utama terletak pada sifat kualitatif dan berbasis konsensusnya.

  1. Fokus Geografis dan Budaya: Meskipun melibatkan panel ahli dari Australia , temuan ini berpotensi dibatasi oleh konteks regulasi dan budaya manajemen kedaruratan Australasia (Australasian Interservice Incident Management System - AIIMS). Pertanyaan terbuka adalah: sejauh mana penolakan agensi non-tradisional dan prioritas pada manajemen konsekuensi bersifat universal bagi negara-negara yang menggunakan sistem yang bersinergi seperti New Zealand Coordinated Incident Management System atau U.S. National Incident Management System?
  2. Abstraksi Kerangka Kerja Baru: Studi ini menghasilkan Kerangka Konseptual Baru, namun rincian spesifik tentang prinsip, struktur, dan mekanismenya tidak disajikan dalam laporan ini. Pertanyaan terbuka yang paling mendesak adalah: Bagaimana Kerangka Konseptual Baru ini secara operasional mentransfer prinsip-prinsip ICS yang hierarkis menjadi fleksibel tanpa mengorbankan akuntabilitas dan kecepatan komando?
  3. Ketiadaan Pengujian Empiris: Data kuantitatif yang ada (n dan persentase konsensus) hanya memvalidasi perlunya perubahan dan opsi yang disukai. Karena Kerangka Konseptual Baru hanya didasarkan pada triangulasi data kualitatif dan konsensus ahli, ia belum mengalami pengujian empiris dalam skenario operasional nyata atau simulasi. Hal ini menimbulkan pertanyaan terbuka mengenai efisiensi, kecepatan pengambilan keputusan, dan kepuasan pengguna dalam praktik.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

Arah riset ke depan harus berfokus pada pengujian, operasionalisasi, dan ekstrapolasi temuan inti dari studi ini, terutama mengenai kegagalan koordinasi multi-agensi dan pentingnya domain strategis.

1. Pengembangan dan Pengujian Modul Integrasi Non-Tradisional dalam AIIMS+

  • Berbasis Temuan: Paper ini menunjukkan bahwa ICS sulit diterapkan pada agensi non-tradisional, yang memiliki prosedur dan prioritasnya sendiri. Panel ahli menyukai perancangan ulang sistem saat ini (AIIMS+).
  • Metode/Variabel/Konteks Baru: Penelitian harus menggunakan Riset Aksi Partisipatif (Participatory Action Research - PAR) dalam konteks lingkungan pemerintah daerah (Local Council) dan Organisasi Non-Pemerintah (NGO). Variabel baru adalah Tingkat Inklusivitas Prosedural dan Koefisien Keterlibatan Agensi (mengukur kepatuhan sukarela agensi non-tradisional).
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Perlu dipastikan bahwa AIIMS+ yang dirancang ulang (Opsi 2) benar-benar menghilangkan penolakan, bukan hanya secara paksa mengintegrasikannya, sehingga menciptakan koordinasi horizontal yang efektif, bukan komando vertikal paksa.

2. Formalisasi Protokol Antarmuka Keputusan Politik-Komando Bencana

  • Berbasis Temuan: Konsensus ahli menyoroti perlunya perubahan pada tingkat pengambilan keputusan politik strategis dalam manajemen bencana. Interaksi antara pemimpin terpilih (politisi) dan Komandan Insiden (operasional) adalah wilayah yang ambigu dan berpotensi konfliktual.
  • Metode/Variabel/Konteks Baru: Lakukan Analisis Kasus Komparatif Kualitatif terhadap tiga peristiwa bencana besar yang berbeda, di mana interaksi politik-operasional adalah variabel independen utama. Variabel dependen yang harus diukur adalah Kecepatan Transfer Komando dan Keselarasan Pesan Publik Bencana.
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Protokol hubungan antara komando operasional (hierarkis) dan pengawasan strategis/politik (adaptif) harus diformalisasi. Ini akan memastikan bahwa governance dan command berjalan selaras, menghindari konflik yang dapat memperlambat respons dan mengikis kepercayaan publik.

3. Pengembangan Metrik Kuantitatif untuk Pengelolaan Konsekuensi Bencana

  • Berbasis Temuan: Salah satu domain penting yang perlu ditingkatkan dalam ICS adalah manajemen konsekuensi. Area ini melampaui tugas agensi darurat tradisional (pemadaman, penyelamatan) dan sangat bergantung pada agensi non-tradisional (kesehatan, layanan sosial, pemulihan ekonomi).
  • Metode/Variabel/Konteks Baru: Lakukan Studi Metode Campuran (Mixed-Method Study) untuk mengembangkan dan menguji serangkaian Metrik Konsekuensi Pasca-Insiden yang baru. Metrik harus mencakup aspek non-tradisional seperti Waktu Pemulihan Layanan Sosial Kritis atau Indeks Keberlanjutan Ekonomi Lokal.
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Saat ini, keberhasilan ICS sebagian besar diukur dari keberhasilan operasionalnya (misalnya, menahan api, menyelamatkan jiwa). Kerangka kerja baru membutuhkan metrik yang mengintegrasikan dampak jangka panjang dan tanggung jawab agensi non-tradisional, memvalidasi pergeseran fokus yang disepakati oleh panel ahli.

4. Studi Validasi Empiris Kerangka Konseptual Baru dalam Simulasi Multi-Bahaya

  • Berbasis Temuan: Tujuan akhir riset adalah Kerangka Konseptual Baru. Meskipun dirancang berdasarkan konsensus, efektivitasnya dalam tekanan operasional masih berupa hipotesis.
  • Metode/Variabel/Konteks Baru: Lakukan Studi Eksperimental Laboratorium (simulasi real-time) di mana tim manajer darurat secara acak ditugaskan untuk menggunakan (a) AIIMS Tradisional dan (b) Kerangka Konseptual Baru dalam skenario bencana multi-bahaya (misalnya, topan diikuti oleh infrastruktur yang runtuh). Variabel baru adalah Tingkat Kepuasan Inter-Agensi dan Efisiensi Alokasi Sumber Daya Kritis (kuantitatif).
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Pengujian ini akan memberikan data empiris yang kuat mengenai klaim studi ini, memindahkan penemuan dari domain teoretis ke ranah validasi operasional, dan menentukan apakah modifikasi prinsip ICS benar-benar meningkatkan kinerja tim dalam lingkungan tekanan tinggi.

5. Analisis Institusional Terhadap Hambatan Regulasi Kepatuhan Lintas Yurisdiksi

  • Berbasis Temuan: Panel ahli secara eksplisit menolak penegakan kepatuhan sebagai opsi yang layak karena sulitnya mencapai tingkat kepatuhan antar-pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa akar masalahnya adalah institusional dan hukum, bukan hanya operasional.
  • Metode/Variabel/Konteks Baru: Lakukan Analisis Institusional Kualitatif Mendalam (berbasis semi-structured interview) dengan pejabat senior hukum, regulasi, dan kebijakan di berbagai yurisdiksi. Variabel baru adalah Koefisien Resistensi Hukum (mengukur sejauh mana undang-undang darurat agensi menghalangi penyerahan komando) dan Tingkat Konvergensi Regulasi.
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Kerangka kerja baru hanya akan berhasil jika hambatan regulasi yang menyebabkan "penolakan" agensi dapat diidentifikasi dan ditangani di tingkat kebijakan. Penelitian ini akan menyediakan peta jalan untuk reformasi legislatif yang diperlukan untuk mendukung sistem yang lebih adaptif.

Kesimpulan dan Ajakan Kolaboratif

Penelitian yang disajikan oleh Bradley-Smith, Tippett, dan FitzGerald ini merupakan landasan yang sangat penting, yang memvalidasi bahwa sistem komando yang berakar pada masa lalu tidak dapat secara efektif mengatasi bencana multi-agensi yang didorong oleh perubahan iklim. Dengan menetapkan Kerangka Konseptual Baru, studi ini memetakan jalan menjauh dari komando yang kaku menuju manajemen strategis, adaptif, dan berorientasi konsekuensi. Riset ke depan harus secara sistematis menutup kesenjangan antara konsensus teoretis dan praktik operasional.

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi sektor layanan kesehatan dan sosial, pemerintah daerah dan kota, dan lembaga penelitian kebijakan publik untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil, sekaligus mempromosikan adopsi Kerangka Konseptual Baru secara nasional dan internasional.

Sertakan tautan DOI resmi sebagai acuan utama: Baca paper aslinya di sini

 

Selengkapnya
Mengurai Hierarki: Merancang Ulang Sistem Komando Insiden untuk Era Bencana Multi-Agensi yang Kompleks
page 1 of 1