Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 25 April 2025
Dalam era digitalisasi yang menyentuh semua sektor industri, dunia konstruksi tak boleh tertinggal. Salah satu inovasi paling signifikan adalah Building Information Modeling (BIM)—sebuah pendekatan cerdas untuk merancang, membangun, dan mengelola infrastruktur secara terintegrasi. Artikel ini mengupas tuntas perbandingan antara metode BIM dan metode konvensional dalam menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek konstruksi, dengan studi kasus proyek pembangunan pasar Desa Adat Pecatu, Bali.
Mengapa BIM Penting dalam Estimasi Biaya Konstruksi?
Estimasi biaya adalah salah satu elemen paling krusial dalam proyek konstruksi. Kesalahan kecil dalam perhitungan volume atau harga satuan dapat menyebabkan pembengkakan biaya yang signifikan. Di sinilah BIM menawarkan keunggulan: akurasi, efisiensi waktu, dan kolaborasi lintas fungsi yang lebih baik.
BIM bukan hanya sekadar model 3D. Dalam konteks artikel ini, digunakan juga pendekatan 5D—menggabungkan dimensi biaya ke dalam model visual. Dengan software seperti Tekla Structure, tim proyek dapat menghitung volume setiap elemen struktur secara otomatis, lalu mengalikan dengan harga satuan pekerjaan untuk memperoleh estimasi total biaya.
Studi Kasus: Proyek Pasar Desa Adat Pecatu
Proyek ini berlokasi di Jl. Raya Uluwatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Sebagai proyek strategis pemerintah dengan pendanaan dari APBD Badung, pembangunan pasar ini melibatkan struktur kompleks dari pondasi hingga atap baja dan kayu.
Tahapan Pekerjaan dalam BIM:
Perbandingan Hasil: BIM vs Metode Konvensional
Estimasi Biaya:
Selisih Biaya:
Efisiensi Volume:
Manfaat BIM dalam Estimasi Proyek
Berdasarkan studi ini, sejumlah keunggulan BIM diidentifikasi:
Penulis juga mengutip beberapa studi lain yang memperkuat manfaat BIM:
Kekurangan dan Tantangan BIM
Meski menjanjikan, implementasi BIM tetap memiliki hambatan:
Rekomendasi Strategis
Penulis memberikan saran yang sangat relevan untuk industri konstruksi Indonesia:
Relevansi dengan Tren Industri
Transformasi digital dalam konstruksi menjadi agenda utama di banyak negara, termasuk Indonesia. Kementerian PUPR bahkan telah menggalakkan program BIM dalam proyek infrastruktur nasional. Oleh karena itu, penelitian ini tidak hanya bermanfaat secara akademik, tetapi juga praktis dan sangat kontekstual.
Dengan pasar konstruksi Indonesia yang terus tumbuh, penerapan teknologi seperti BIM akan menjadi pembeda utama antara proyek yang efisien dan proyek yang penuh pemborosan.
Penutup: BIM sebagai Solusi Efisiensi dan Akurasi
Studi kasus pasar Desa Adat Pecatu membuktikan bahwa metode BIM bukan hanya tren, tetapi solusi nyata untuk efisiensi biaya dan waktu dalam proyek konstruksi. Selisih hampir Rp 110 juta dan pengurangan volume hingga 6% menjadi bukti konkret bagaimana pendekatan digital bisa mengubah perhitungan konvensional yang rentan kesalahan.
Dengan pengembangan SDM dan dukungan regulasi, BIM berpotensi menjadi standar emas dalam perencanaan proyek masa depan. Dunia konstruksi Indonesia harus mulai beralih dari penggaris dan kalkulator ke model 3D dan data digital.
Sumber artikel asli:
I Wayan Suasira, I Made Tapayasa, I Made Anom Santiana, I Gede Satra Wibawa. Analisis Komparasi Metode Building Information Modeling (BIM) dan Metode Konvensional pada Perhitungan RAB Struktur Proyek (Studi Kasus Pembangunan Pasar Desa Adat Pecatu). Jurnal Teknik Gradien, Vol. 13, No. 01, April 2021, Hal. 12–19.
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 23 April 2025
Building Information Modeling (BIM) telah lama digadang-gadang sebagai penyelamat industri konstruksi: efisien, transparan, dan kolaboratif. Namun, meski manfaatnya sudah terbukti di berbagai negara maju, penerapannya di Indonesia masih berjalan lambat dan sporadis. Kenapa bisa begitu?
Melalui penelitian yang digagas oleh Handika Rizky Hutama dan Jane Sekarsari, kita diajak menyelami berbagai faktor penghambat implementasi BIM dalam proyek konstruksi di Indonesia, khususnya dari sudut pandang pengguna langsung dan pengelola proyek. Artikel ini bukan hanya memaparkan teori, tapi juga menyajikan data statistik dari survei langsung dan analisis faktor yang mendalam.
Metodologi: Kombinasi Literatur, Wawancara, dan Survei
1. Studi Literatur
Peneliti mengumpulkan 35 variabel penghambat dari literatur nasional dan internasional, lalu mengelompokkannya ke dalam tiga kategori besar:
2. Wawancara Pakar
Untuk validasi variabel, peneliti mewawancarai para ahli dengan pengalaman lebih dari 15 tahun di dunia konstruksi dan minimal 5 tahun di penerapan BIM. Hasilnya disaring menjadi 27 variabel inti.
3. Survei Kuisioner
Sebanyak 40 responden dari proyek konstruksi di Jakarta dan sekitarnya diikutsertakan. Mereka adalah pengguna BIM aktif dengan pengalaman minimal 3 tahun.
Temuan Utama: Tujuh Faktor Penghambat Inti Penerapan BIM
Melalui analisis faktor menggunakan SPSS, penelitian ini mengidentifikasi 7 komponen utama sebagai penghambat signifikan. Berikut adalah faktor yang paling dominan:
1. Kurangnya Partisipasi Manajemen
Variabel ini menempati peringkat pertama sebagai penghambat utama. Manajemen yang tidak terlibat aktif dalam memberikan:
akan menyebabkan adopsi BIM berjalan tidak optimal. Tanpa dukungan manajemen, pengguna di level operasional pun kehilangan arah.
2. Target BIM Tidak Jelas
Ketika organisasi tidak menetapkan tujuan BIM secara eksplisit—apakah untuk efisiensi biaya, perencanaan visual, atau integrasi desain—maka tim di lapangan tidak punya patokan kerja.
3. Tidak Kompatibelnya Perencana dan Kontraktor
Banyak proyek di Indonesia masih menggunakan sistem tradisional Design-Bid-Build, di mana konsultan dan kontraktor bekerja terpisah dan tidak saling mendukung penggunaan BIM.
4. Rencana Mutu dan Standar Operasional Tidak Jelas
Tanpa standar mutu proyek yang relevan dengan BIM, pengguna kesulitan menerapkan proses digitalisasi secara konsisten.
5. Kompleksitas Pekerjaan
Penerapan BIM kerap dianggap membebani pengguna proyek karena dianggap rumit, terutama bila belum ada pelatihan menyeluruh.
6. SOP BIM yang Kompleks
Tanpa penyederhanaan alur kerja, banyak yang merasa SOP BIM terlalu kaku atau tidak realistis di lapangan.
7. Infrastruktur Komputer yang Tidak Mendukung
Hardware lambat, software tidak kompatibel, dan kurangnya lisensi resmi membuat penggunaan BIM terganggu.
Statistik Singkat: Tingkat Pengaruh Variabel
Kriteria Responden:
BIM di Indonesia: Antara Potensi dan Hambatan
Potensi
Hambatan Utama (berdasarkan penelitian ini):
Perbandingan dengan Negara Maju
Di negara seperti Inggris, Singapura, dan Norwegia, BIM diterapkan secara nasional dengan dukungan regulasi ketat. Bahkan di Inggris, sejak 2016, semua proyek pemerintah wajib menggunakan BIM level 2.
Indonesia masih jauh dari tahap itu. Penelitian ini menegaskan bahwa tanpa dukungan regulasi dan roadmap dari pemerintah, upaya individu atau perusahaan akan terseok-seok dan tidak terstandar.
Rekomendasi Penelitian: Apa yang Harus Dilakukan?
1. Bagi Perusahaan
2. Bagi Pemerintah
3. Bagi Institusi Pendidikan
Opini Kritis: BIM Adalah Investasi Budaya, Bukan Sekadar Teknologi
Penerapan BIM bukan hanya soal software canggih atau model 3D yang memukau. Ini adalah perubahan paradigma. Dari yang tadinya bekerja terpisah menjadi kolaboratif, dari pendekatan trial-error menjadi data-driven. Dan seperti semua perubahan budaya, kuncinya ada pada:
Penelitian ini dengan sangat gamblang memaparkan bahwa persoalan teknologi bisa diatasi, tetapi jika aspek organisasi dan personal tidak dibenahi, maka BIM hanya akan menjadi “software mahal yang tidak dipakai”.
Penutup: Menjadikan BIM Efektif Butuh Kerja Sama Semua Pihak
Penelitian Hutama dan Sekarsari menjadi rujukan penting bagi siapa pun yang ingin memahami tantangan implementasi BIM di Indonesia. Ini adalah langkah awal untuk memetakan hambatan dan menyusun strategi nasional menuju transformasi digital konstruksi yang lebih solid.
BIM bukan sekadar tren global—ia adalah kebutuhan masa depan. Dan masa depan itu dimulai dengan langkah kecil: memahami apa yang menghambat, dan mulai memperbaikinya dari sekarang.
Sumber asli:
Hutama, H. R., & Sekarsari, J. (2019). Analisa Faktor Penghambat Penerapan Building Information Modeling dalam Proyek Konstruksi. Jurnal Infrastruktur, Vol. 4 No. 1, pp. 25–31.
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 23 April 2025
Di era modern, proyek konstruksi tidak hanya dituntut rampung tepat waktu, tetapi juga harus efisien secara biaya dan sumber daya. Namun, banyak perusahaan konstruksi di Indonesia masih bergantung pada pendekatan konvensional: AutoCAD untuk gambar, SAP untuk struktur, MS Project untuk penjadwalan, dan Excel untuk RAB. Akibatnya, banyak terjadi fragmentasi informasi, keterlambatan, dan pemborosan material—semua berdampak langsung pada biaya proyek.
Makalah ini menawarkan solusi konkret melalui penerapan Building Information Modeling (BIM) 5D. Teknologi ini mengintegrasikan desain 3D, jadwal proyek (4D), dan estimasi biaya (5D) dalam satu ekosistem digital yang komprehensif. Penelitian ini menggunakan studi kasus simulasi proyek apartemen 16 lantai untuk mengukur efisiensi biaya antara metode konvensional dan BIM 5D.
Studi Kasus: Proyek Apartemen 16 Lantai
Lokasi dan Fokus Simulasi
Simulasi dilakukan pada sebuah proyek apartemen 16 lantai, dengan fokus pada lantai Upper Ground (UG) yang representatif untuk 13 lantai tipikal (1–12). Penelitian membagi struktur ke dalam dua zona:
Aplikasi yang digunakan antara lain AutoCAD, Cubicost TRB C-III, TAS C-III, dan Microsoft Office.
Hasil Kuantitatif: Perbandingan Volume dan Biaya
1. Perhitungan Volume Beton dan Besi
Elemen yang Dimodelkan:
Total volume beton lantai UG = 153,71 m³
Kebutuhan besi = 21.776,65 kg
2. Efisiensi Volume (BIM vs Metode Konvensional)
Perbedaan metode perhitungan (bentang as ke as vs bentang bersih) menjadi penyebab utama selisih data ini.
Efisiensi Biaya dan Tenaga Kerja: Data yang Tak Terbantahkan
1. Efisiensi Biaya Volume Pekerjaan
Total penghematan biaya dari pekerjaan beton dan besi lantai UG:
2. Efisiensi Tenaga Kerja
Data ini menunjukkan bahwa investasi awal BIM 5D (Rp127.000.000 untuk lisensi dan pelatihan Cubicost) jauh lebih kecil dibandingkan efisiensi yang dihasilkan.
Keunggulan Strategis BIM 5D
1. Ketepatan Estimasi & Pengurangan Human Error
BIM 5D menghilangkan ketergantungan pada perhitungan manual dan spreadsheet yang rawan kesalahan. Hasil langsung dari model 3D memberikan estimasi volume dan biaya secara akurat dan otomatis.
2. Clash Detection Otomatis
Fitur ini mengurangi risiko tabrakan elemen desain seperti antara pipa dan struktur bangunan. Hasilnya adalah penghematan biaya revisi dan peningkatan keamanan kerja.
3. Eliminasi Jasa Eksternal
Dengan BIM, kontraktor tidak perlu menyewa subkontraktor hanya untuk membuat Bar Bending Schedule (BBS). Seluruh data dapat dihasilkan dari model secara otomatis.
4. ROI Cepat
Investasi satu kali sebesar Rp127 juta untuk Cubicost (lisensi perpetual) menghasilkan penghematan lebih dari Rp400 juta pada satu proyek saja. ROI ini sulit dicapai oleh teknologi konvensional.
Hambatan dan Tantangan Implementasi
Meski hasilnya impresif, masih ada beberapa kendala penting:
Solusinya adalah standarisasi nasional dan kurikulum pendidikan teknik sipil yang memasukkan BIM secara menyeluruh.
Komparasi dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini memperkuat studi dari Anindya & Gondokusumo (2020), yang menyatakan bahwa Cubicost meningkatkan efisiensi perhitungan besi sebesar 58%. Namun, penelitian Umam dkk. lebih menyeluruh karena juga menghitung efisiensi biaya dan tenaga kerja.
Selain itu, studi ini memperluas temuan dari Christopher dkk. (2021) tentang efisiensi BIM 5D dalam proyek rumah tinggal, dengan cakupan proyek yang lebih besar dan data yang lebih terstruktur.
Rekomendasi Praktis
Untuk kontraktor, developer, dan instansi pemerintah:
Untuk akademisi:
Kesimpulan: BIM 5D Adalah Masa Depan Konstruksi Bertingkat
Penelitian ini menunjukkan bahwa BIM 5D bukan hanya alat visualisasi atau simulasi, tapi juga instrumen strategis untuk efisiensi biaya, waktu, dan tenaga kerja di proyek konstruksi gedung bertingkat. Dengan efisiensi total biaya mencapai Rp406 juta, BIM terbukti jauh lebih ekonomis dibandingkan metode konvensional.
Lebih dari sekadar software, BIM 5D adalah pendekatan menyeluruh yang mendorong transformasi digital di sektor konstruksi Indonesia. Saatnya pelaku industri berinvestasi bukan hanya dalam teknologi, tapi juga dalam literasi digital dan kolaborasi lintas-disiplin.
Sumber asli:
Umam, F. N., Erizal, & Putra, H. (2022). Peningkatan Efisiensi Biaya Pembangunan Gedung Bertingkat Dengan Aplikasi Building Information Modeling (BIM) 5D. Teras Jurnal, Vol. 12, No. 1, Maret 2022.
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 23 April 2025
Industri Arsitektur, Teknik, dan Konstruksi (AEC) di Afrika Selatan saat ini menghadapi tantangan besar berupa fragmentasi proses, miskomunikasi antarprofesional, keterlambatan proyek, dan pemborosan material. Dalam menghadapi tantangan tersebut, dua pendekatan telah muncul sebagai kandidat solusi unggulan: Lean Construction (LC) dan Building Information Modelling (BIM). Keduanya memiliki kekuatan tersendiri—LC dalam mengurangi pemborosan dan menambah nilai, dan BIM dalam memfasilitasi manajemen data serta kolaborasi visual antarstakeholder.
Namun, penelitian oleh Olaniran dan Pillay menunjukkan bahwa meski keduanya telah terbukti bermanfaat, penerapannya di Afrika Selatan masih terbatas, dan sinerginya jarang sekali dimaksimalkan. Artikel ini mengulas kendala-kendala utama, potensi manfaat, dan strategi sinergi antara BIM dan LC, lengkap dengan kerangka strategi dan data kuantitatif berbasis literatur.
Tingkat Adopsi BIM dan Lean di Dunia vs Afrika Selatan
Menurut studi, negara-negara dengan tingkat adopsi BIM tinggi adalah:
Bandingkan dengan Afrika Selatan, yang hanya mencatatkan tingkat adopsi sekitar 20%. Ini menunjukkan jurang besar dalam kesiapan teknologi dan kultur digital. Adapun Lean Construction, meskipun telah banyak diterapkan di AS, Inggris, dan Brasil, penerapannya di Afrika Selatan juga sangat terbatas dan terhambat berbagai kendala struktural dan budaya.
Kendala Implementasi: Mengapa Gagal Terimplementasi?
Barier dalam Implementasi BIM
Berdasarkan sintesis dari 19 referensi literatur, beberapa kendala utama yang menghambat adopsi BIM meliputi:
Barier dalam Implementasi Lean Construction
Adapun LC menghadapi tantangan yang serupa, di antaranya:
Persamaan dari kedua pendekatan ini adalah kurangnya pendidikan, resistensi budaya, dan minimnya dukungan institusional.
Manfaat Penerapan BIM dan LC: Data dan Fakta
Manfaat BIM
Menurut data yang dikompilasi dari lebih 20 referensi:
Manfaat Lean Construction
Manfaat utama LC dalam proyek konstruksi, menurut studi, meliputi:
Studi Kasus: Apa yang Bisa Dipelajari dari Stadion FIFA 2010?
Penelitian ini mengutip kasus stadion Piala Dunia FIFA 2010 di Afrika Selatan yang mengalami pembengkakan biaya dan keterlambatan akibat desain tidak lengkap, perubahan mendadak, perencanaan buruk, dan komunikasi yang lemah. Dengan BIM dan LC, hal ini sebenarnya bisa dihindari:
Diagram Sinergi: Di Mana BIM dan Lean Saling Mendukung?
Penulis menyusun sebuah synergy map berdasarkan interaksi BIM ↔ LC dan LC ↔ BIM. Hasilnya dikategorikan berdasarkan tingkat interaksi:
Interaksi Tertinggi BIM terhadap LC:
Interaksi Tertinggi LC terhadap BIM:
Penulis menyarankan interaksi dengan skor di bawah 5 sebaiknya tidak dijadikan prioritas implementasi karena dampaknya minimal.
Rekomendasi Strategis untuk Afrika Selatan
1. Pendidikan dan Kampanye Kesadaran
2. Standarisasi dan Regulasi
3. Sinergi Sistem dan Integrasi Teknologi
Opini Kritis: Potensi Global dari Sinergi BIM & Lean
Artikel ini menyampaikan dengan sangat rinci bahwa kesenjangan bukan terjadi karena BIM atau LC gagal, tapi karena implementasinya tidak strategis dan seringkali tidak dipahami secara menyeluruh oleh manajemen. BIM dan LC tidak bisa berdiri sendiri sebagai teknologi atau sistem; mereka adalah cara berpikir dan cara kerja yang membutuhkan dukungan budaya, struktur organisasi, dan visi jangka panjang.
Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dapat belajar dari temuan ini. Terutama penting bagi proyek-proyek publik dan infrastruktur besar, di mana efisiensi dan transparansi menjadi isu utama.
Penutup: Membangun Masa Depan Konstruksi dari Kolaborasi
Integrasi Lean Construction dan Building Information Modelling bukan hanya tentang efisiensi atau mengurangi biaya. Ini adalah tentang membangun ekosistem kerja yang berkelanjutan, transparan, dan kolaboratif. Olaniran dan Pillay melalui studi ini tidak hanya menyajikan data, tetapi juga menggugah kesadaran akan pentingnya transisi budaya dalam konstruksi. Jika industri AEC Afrika Selatan ingin berkembang di era Revolusi Industri 4.0, sinergi ini harus menjadi keniscayaan—bukan pilihan.
Sumber asli:
Olaniran, T., & Pillay, N. (2020). Synthesising Lean Construction and Building Information Modelling to Improve the South African Architecture, Construction and Engineering Industries. Proceedings of the 2nd African International Conference on Industrial Engineering and Operations Management, Harare, Zimbabwe, December 7–10, 2020.
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 23 April 2025
Building Information Modeling (BIM) semakin diakui sebagai game-changer dalam industri konstruksi global. Teknologi ini tidak hanya menyediakan model 3D yang informatif, tapi juga mengintegrasikan berbagai fase proyek, dari perencanaan hingga operasi dan pemeliharaan. BIM menjanjikan efisiensi biaya, pengurangan pekerjaan ulang, dan peningkatan kolaborasi antarpihak.
Namun, di Indonesia, meski implementasi BIM mulai digalakkan—termasuk pada proyek strategis nasional seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN)—nyatanya proses adopsinya masih jauh dari ideal. Penelitian oleh Latupeirissa dkk. mengupas secara mendalam tantangan-tantangan nyata yang dihadapi dalam mengimplementasikan BIM pada proyek konstruksi nasional.
Studi Kasus Nasional: Apa Kata Praktisi Proyek?
Penelitian ini melibatkan 45 responden dari beragam latar belakang—pemilik proyek, konsultan, kontraktor swasta dan BUMN—dengan pengalaman kerja dominan di atas lima tahun. Mereka tersebar di berbagai wilayah Indonesia dan telah terlibat dalam proyek konstruksi yang mencoba menerapkan BIM, meskipun belum semua berhasil sepenuhnya.
Melalui pendekatan survei kuantitatif dan analisis korelasi linear, penelitian ini mengidentifikasi tujuh tantangan utama yang menjadi penghambat implementasi BIM secara efektif.
Tujuh Tantangan Besar Implementasi BIM di Indonesia
Studi Kualitatif Tambahan: BIM dalam Proyek-Proyek Nasional
Penelitian ini menyoroti implementasi BIM pada beberapa proyek pemerintah yang patut dicermati:
Namun sayangnya, keberhasilan proyek-proyek ini tidak sepenuhnya merefleksikan kondisi nasional. Implementasi BIM di sektor swasta dan proyek kecil-menengah masih jauh tertinggal, terutama karena hambatan budaya, biaya, dan SDM.
Rekomendasi Strategis untuk Mendorong Implementasi BIM
Dari hasil analisis dan wawancara, beberapa langkah strategis dapat disimpulkan:
Penutup: BIM Bukan Lagi Pilihan, Tapi Keniscayaan
Transformasi digital dalam industri konstruksi bukan sekadar tren global, tetapi kebutuhan yang mendesak. Indonesia punya potensi besar memanfaatkan BIM, namun jalan menuju ke sana masih penuh tantangan.
Penelitian ini menyajikan gambaran komprehensif dan realistis tentang kondisi implementasi BIM di Indonesia. Jika ketujuh tantangan utama yang diidentifikasi dapat diatasi secara bertahap dan terstruktur, bukan tidak mungkin BIM akan menjadi standar baru dalam setiap proyek konstruksi nasional.
Dan lebih dari itu, Indonesia bisa tampil sebagai pelopor transformasi digital di sektor konstruksi kawasan Asia Tenggara.
Sumber asli:
Latupeirissa, J. E., Arrang, H., & Wong, I. L. K. (2024). Challenges of Implementing Building Information Modeling in Indonesia Construction Projects. Engineering and Technology Journal, Volume 9, Issue 04, April 2024, pp. 3863–3871.
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 22 April 2025
Building Information Modeling (BIM) semakin dianggap sebagai elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas proyek konstruksi di seluruh dunia. Namun, dalam konteks negara berkembang seperti Irak, adopsi teknologi ini menghadapi banyak tantangan. Paper berjudul “Improving Building Information Modeling (BIM) Implementation throughout the Construction Industry” oleh Huda Saaduldeen Mohammed dan Mustafa A. Hilal menyajikan kajian mendalam tentang bagaimana BIM dapat diimplementasikan secara efektif di industri konstruksi Irak, termasuk studi kasus pada proyek Central Bank of Iraq (CBI).
Artikel ini akan membahas temuan utama paper tersebut dengan gaya penulisan yang ringan, namun tetap analitis dan kritis, serta mengaitkannya dengan tren global dan kebutuhan mendesak akan digitalisasi di sektor konstruksi.
Apa Itu BIM dan Mengapa Penting?
BIM bukan sekadar perangkat lunak modeling 3D biasa. BIM merupakan proses integratif yang mencakup generasi, manajemen, dan pertukaran data konstruksi secara kolaboratif. Dengan menggunakan BIM, tim proyek dapat mensimulasikan bangunan secara virtual sepanjang siklus hidup proyek (Project Life Cycle/PLC), mulai dari desain, konstruksi, hingga pengelolaan pasca pembangunan.
Studi sebelumnya, seperti Eastman et al. (2011), menunjukkan bahwa BIM mampu mengatasi masalah klasik proyek konstruksi, seperti keterlambatan waktu, pembengkakan biaya, dan konflik desain.
Tantangan Implementasi BIM di Irak
Penelitian ini mengungkap sejumlah hambatan serius yang menghalangi implementasi BIM di proyek-proyek konstruksi di Irak. Beberapa faktor utama antara lain:
Sebanyak 20 hambatan dicatat secara terperinci dalam penelitian ini. Misalnya, “strong resistance to change” dan “lack of BIM awareness” menjadi penghalang dominan.
Strategi Solusi: BIM Execution Plan dan AEC (UK) BIM Protocol
Untuk menjawab tantangan tersebut, penulis mengajukan dua pendekatan utama:
BEP dianggap sebagai kerangka kerja yang sistematis untuk menyusun strategi BIM dalam proyek, termasuk:
Studi Kasus: Proyek Central Bank of Iraq (CBI)
Proyek CBI yang berlokasi di Jadiriya, Baghdad, menjadi objek kajian utama dalam paper ini. Bangunan setinggi 172 meter dengan 37 lantai ini dimulai pada 2018 dan dijadwalkan selesai pada 2024, dengan luas total 93.552 m².
Melalui wawancara dengan tim proyek CBI, penulis menemukan bahwa meskipun BIM telah digunakan, implementasinya belum optimal. Sebagai contoh:
Namun, ditemukan bahwa peta proses (process map) masih kurang spesifik dalam menentukan tanggung jawab antar tim dan urutan proses masih ambigu.
Optimalisasi Penerapan BEP di Proyek CBI
Langkah-langkah yang dilakukan penulis untuk memperbaiki BEP proyek CBI meliputi:
Contoh konkret:
Model arsitektur, struktur, dan MEP diekspor dalam format NWC dan digabungkan menggunakan Navisworks untuk mendeteksi tabrakan. Jika ditemukan tabrakan, daftar masalah akan disusun berdasarkan prioritas dan dibagikan menggunakan BCF Manager untuk kolaborasi lintas disiplin.
Manfaat Implementasi BIM yang Efektif
Berdasarkan hasil perbaikan proses di proyek CBI, ditemukan beberapa manfaat nyata:
CBI memanfaatkan BIM dalam tahap desain, konstruksi, dan pengelolaan fasilitas. Misalnya, semua elemen seperti ducting HVAC, plumbing, dan sistem pemadam kebakaran dimodelkan dengan detail (LOD 350) dan dipertukarkan antar tim secara digital.
Kunci Sukses Implementasi BIM
Dari tinjauan literatur global, beberapa kunci kesuksesan implementasi BIM yang juga dicoba diterapkan di Irak meliputi:
Komparasi dengan Negara Lain
Studi seperti Antwi-Afari et al. (2018) menunjukkan bahwa negara seperti Korea Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat sukses menerapkan BIM karena kolaborasi desain yang kuat, visualisasi yang akurat, dan dukungan kebijakan dari pemerintah.
Sementara Irak masih berada dalam fase awal adopsi. Namun, inisiatif seperti proyek CBI yang menggunakan BEP dan protokol BIM UK menjadi titik terang awal untuk transformasi digital sektor konstruksi di negara tersebut.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Implementasi BIM di Irak masih menghadapi hambatan besar, namun studi ini menunjukkan bahwa dengan pendekatan sistematis seperti BIM Execution Plan dan penggunaan standar internasional seperti AEC (UK) BIM Protocol, penerapan BIM dapat ditingkatkan secara signifikan.
Bagi negara berkembang lain yang memiliki tantangan serupa, studi ini memberikan model konkret tentang bagaimana memulai perjalanan transformasi digital dalam konstruksi melalui satu proyek percontohan yang dikelola dengan baik.
Rekomendasi akhir:
Sumber artikel asli: Huda Saaduldeen Mohammed, Mustafa A. Hilal. Improving Building Information Modeling (BIM) Implementation throughout the Construction Industry. Journal of Engineering, University of Baghdad, Volume 30, Number 2, February 2024.