Bisnis & Manajemen

Pelajaran dari Helm Proyek: 4 Kekuatan Gaib yang Mengendalikan Pilihan Bisnis Anda

Dipublikasikan oleh Melchior Celtic pada 20 Oktober 2025


Pembukaan: Dilema di Persimpangan Jalan yang Kita Semua Kenal

Coba ingat-ingat lagi salah satu keputusan besar pertama dalam hidup Anda. Mungkin saat memilih jurusan kuliah. Apa yang mendorong Anda? Apakah itu panggilan hati yang murni, sebuah passion yang membara untuk subjek tertentu? Atau jangan-jangan, itu adalah nasihat bijak (atau tekanan halus) dari orang tua yang menginginkan jalur karier yang "aman" untuk Anda? Mungkin juga itu adalah keyakinan mendalam bahwa bidang yang Anda pilih memiliki nilai dan tujuan yang lebih tinggi. Atau, bisa jadi Anda adalah tipe yang sangat analitis, yang membuka laptop, meneliti prospek kerja, potensi gaji, dan membuat keputusan berdasarkan data yang paling rasional.

Perasaan, tekanan sosial, keyakinan, dan informasi. Empat kekuatan ini terus-menerus menarik kita ke arah yang berbeda setiap kali kita berada di persimpangan jalan.

Sekarang, bayangkan dilema yang sama, tetapi dengan taruhan yang jauh lebih tinggi. Anda bukan lagi seorang remaja yang bingung, melainkan seorang kontraktor Bumiputera di Malaysia yang bertanggung jawab atas proyek konstruksi bernilai jutaan ringgit. Anda harus memilih polis asuransi untuk melindungi seluruh proyek—mulai dari material, alat berat, hingga keselamatan para pekerja. Pilihan di depan Anda ada dua: asuransi konvensional yang sudah dikenal luas, atau produk takaful syariah yang sejalan dengan prinsip keislaman.

Ini bukan sekadar pilihan finansial yang membosankan. Ini adalah drama manusiawi yang sama persis dengan memilih jurusan kuliah, yang dimainkan di panggung bisnis profesional. Dan baru-baru ini, saya menemukan sebuah "peta harta karun"—sebuah paper penelitian akademis oleh Mohd Azizi Ibrahim, Alias Mat Nor, dan Raja Rizal Iskandar Raja Hisham—yang dengan cemerlang membedah apa yang sebenarnya terjadi di dalam benak para kontraktor ini saat mereka membuat pilihan.1

Paper ini berangkat dari sebuah teka-teki menarik: meskipun kontraktor Bumiputera merupakan mayoritas di Malaysia dan mayoritas beragama Islam, tingkat penyerapan produk asuransi syariah khusus konstruksi (disebut CAR takaful) ternyata masih sangat rendah dibandingkan asuransi konvensional.1 Kontribusi bruto untuk CAR takaful hanya sekitar 96,5 juta ringgit, sementara premi bruto asuransi konvensional mencapai 575,2 juta ringgit pada akhir 2020.1 Misi para peneliti ini sederhana namun mendalam: mencari tahu mengapa. Apa kekuatan tak terlihat yang mendorong keputusan mereka?

Membedah Mesin Keputusan: Empat Roda Penggerak yang Ditemukan Peneliti

Bayangkan para peneliti ini tidak sekadar menebak-nebak. Mereka menggunakan sebuah model psikologi canggih yang sudah teruji, yaitu Theory of Reasoned Action (TRA), yang pada dasarnya mengatakan bahwa manusia itu rasional dan menggunakan informasi secara sistematis saat bertindak.1 Tapi, mereka tidak berhenti di situ. Mereka merasa model ini belum lengkap, lalu memberinya "upgrade" dengan menambahkan dua faktor krusial yang mereka duga sangat relevan dalam konteks ini: Religiusitas dan Kesadaran.1

Dengan model yang telah diperkuat ini, mereka kemudian menyurvei 414 kontraktor Bumiputera dari berbagai skala (Grade G1 hingga G7) di seluruh Semenanjung Malaysia.1 Mereka tidak bertanya, "Apakah Anda suka takaful?" Pertanyaan mereka jauh lebih cerdas dan mendalam, dirancang untuk mengukur keempat kekuatan tadi secara terpisah.

Dan hasilnya? Sangat menakjubkan. Keempat faktor yang mereka uji—Sikap (perasaan pribadi), Norma Subjektif (pengaruh orang lain), Religiusitas (keyakinan), dan Kesadaran (pengetahuan)—secara kolektif berhasil menjelaskan 58% alasan di balik pilihan para kontraktor.1 Angka 58% dalam ilmu sosial itu sangat signifikan. Ini membuktikan bahwa pilihan manusia, bahkan dalam bisnis yang kompleks, bukanlah sesuatu yang acak. Ia adalah sebuah mesin dengan bagian-bagian yang dapat diprediksi. Dan para peneliti ini baru saja memberi kita cetak birunya.

Empat Kekuatan Gaib: Peringkat Pengaruh dari yang Terkuat hingga Terlemah

Inilah bagian yang paling menarik. Tidak semua faktor diciptakan setara. Analisis statistik mereka, yang disebut PLS-SEM, memungkinkan mereka untuk memberi peringkat pada setiap faktor berdasarkan kekuatan pengaruhnya. Hasilnya benar-benar mengubah cara saya memandang pengambilan keputusan bisnis.

Kekuatan Iman: Faktor #1 yang Ternyata Paling Menentukan

Jika Anda bertaruh faktor mana yang paling kuat, mungkin Anda akan memilih faktor ekonomi atau pengaruh kolega. Anda salah. Paper ini mengungkapkan bahwa Religiusitas adalah prediktor tunggal yang paling kuat dalam mendorong seorang kontraktor memilih CAR takaful. Secara statistik, faktor ini memiliki "bobot" pengaruh tertinggi ($\beta = 0.326$) dan tingkat signifikansi yang paling meyakinkan ($p < 0.001$).1

Ini bukan sekadar angka. Ini berarti, bagi para profesional ini, keputusan bisnis yang fundamental tidak diukur dari untung-rugi semata. Pertanyaan utamanya adalah: "Apakah ini sejalan dengan keyakinan saya?" Religiusitas dalam studi ini diukur dengan sangat konkret, bukan sebagai perasaan spiritual yang abstrak. Pertanyaannya menyentuh inti prinsip syariah: apakah produk ini bebas dari riba (bunga/riba), gharar (ketidakpastian yang berlebihan), dan maysir (perjudian)?1 Apakah produk ini sesuai dengan Al-Qur'an dan hadis?1

Temuan ini secara langsung menantang model ekonomi klasik tentang "manusia rasional" yang hanya memaksimalkan keuntungan finansial. Studi ini menunjukkan bahwa untuk demografi ini, perilaku yang "rasional" justru mencakup kepatuhan pada prinsip-prinsip agama. Nilai-nilai bukanlah "faktor lunak" yang bisa diabaikan; ia adalah mesin utama yang menggerakkan pilihan ekonomi.

Pencerahan Sebelum Pilihan: Ketika 'Tahu' Menjadi 'Mau'

Di peringkat kedua, dengan pengaruh yang juga sangat kuat, adalah Kesadaran ($\beta = 0.252$).1 Ini adalah logika yang sangat intuitif. Bayangkan seperti ini: Anda tidak akan pernah beralih ke mobil listrik jika Anda tidak tahu apa keunggulannya, bagaimana cara mengisi dayanya, di mana stasiun pengisiannya, atau bahkan jika mobil itu ada. Kesadaran adalah gerbang pertama menuju perubahan.

Studi ini menunjukkan bahwa kontraktor yang tahu tentang CAR takaful—yang menerima informasi cukup tentang manfaatnya, yang paham bahwa produk ini syariah-compliant, dan mengerti bagaimana produk ini membantu mempromosikan nilai-nilai Islam—secara signifikan lebih mungkin untuk memilihnya.1 Ini menyoroti sebuah urutan penting dalam proses persuasi. Sebelum Anda bisa membuat seseorang merasa positif tentang sesuatu, Anda harus terlebih dahulu membuat mereka tahu tentang hal itu. Pemasaran yang hanya berfokus pada menciptakan "getaran positif" tanpa edukasi yang jelas kemungkinan besar akan gagal, terutama untuk produk yang kompleks dan berbasis nilai seperti ini. Jalurnya jelas: Informasi, lalu Pemahaman, baru kemudian Perasaan Positif, dan akhirnya Tindakan.

Getaran Positif: Logika Saja Tidak Cukup, Hati Harus 'Klik'

Setelah tahu faktanya dan sejalan dengan keyakinan, kita masih punya satu filter terakhir: perasaan. Di sinilah Sikap (Attitude) masuk, sebagai faktor terkuat ketiga ($\beta = 0.180$).1 Ini adalah komponen emosional dari sebuah keputusan. Apakah ide memilih takaful terasa seperti "ide yang cemerlang"? Apakah terasa "menyenangkan"? Apakah terasa seperti "pilihan terbaik"?.1

Para peneliti mengukur ini bukan sebagai perasaan yang kabur, melainkan respons terukur terhadap pernyataan-pernyataan spesifik. Ini adalah cara untuk mengkuantifikasi "firasat" atau resonansi emosional dari sebuah pilihan. Ini mengingatkan kita bahwa bahkan para profesional yang paling tangguh sekalipun, yang setiap hari berurusan dengan beton dan baja, pada akhirnya tetaplah manusia. Logika dan data membawa kita sampai ke depan pintu, tetapi sering kali perasaanlah yang membuat kita melangkah masuk.

Suara Keramaian yang Meredup: Penemuan yang Paling Mengejutkan Saya

Dan sekarang, kita sampai pada bagian yang membuat saya terdiam sejenak. Faktor yang ternyata paling lemah pengaruhnya adalah Norma Subjektif ($\beta = 0.122$).1 Norma Subjektif adalah istilah teknis untuk "tekanan sosial"—pengaruh dari keluarga, teman dekat, kolega, atau siapa pun yang opininya kita hargai.1

Di dunia yang terobsesi dengan social proof, testimoni, influencer, dan apa kata orang, studi ini menemukan sesuatu yang radikal: para kontraktor ini ternyata lebih mendengarkan suara hati (Religiusitas) dan kepala (Kesadaran) mereka sendiri daripada suara keramaian. Pengaruh dari "orang-orang penting bagi saya" atau "mereka yang memengaruhi keputusan saya" memang ada, tetapi sangat kecil dibandingkan tiga faktor lainnya.1

Para penulis paper memberikan interpretasi yang sangat kuat untuk temuan ini: responden mereka kemungkinan besar memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, sehingga mereka tidak bergantung pada opini orang lain dalam mengambil keputusan.1 Ini bukan sekadar statistik; ini adalah sebuah potret karakter. Ini melukiskan gambaran para profesional yang mandiri, berpengetahuan, dan otonom, yang mengandalkan keyakinan internal dan analisis pribadi untuk keputusan berisiko tinggi. Keahlian dan nilai-nilai pribadi mereka tampaknya menciptakan semacam perisai terhadap mentalitas ikut-ikutan. Ini adalah sebuah narasi yang memberdayakan dan sangat penting bagi siapa pun yang ingin berkomunikasi atau bekerja sama dengan audiens profesional seperti ini: dekati mereka dengan hormat, sajikan data yang jelas, dan percayalah pada kecerdasan mereka untuk mengambil keputusan sendiri.

Apa Artinya Ini Bagi Kita? Pelajaran dari Helm Proyek untuk Meja Kerja Anda

Anda mungkin bukan seorang kontraktor. Anda mungkin tidak pernah berurusan dengan asuransi takaful. Tapi pelajaran dari studi ini bersifat universal. Baik Anda seorang manajer, pemasar, pengusaha, atau sekadar seseorang yang ingin membuat keputusan yang lebih baik, ada beberapa hal yang bisa kita bawa pulang dari lokasi proyek konstruksi ini.

  • 🚀 Hasilnya luar biasa: Model 4 faktor ini berhasil memprediksi 58% keputusan. Bayangkan jika Anda bisa memahami 58% alasan di balik pilihan klien, tim, atau bahkan pasangan Anda. Itu adalah sebuah superpower bisnis dan personal.1

  • 🧠 Inovasinya: Studi ini membuktikan bahwa keyakinan (dalam hal ini, Religiusitas) bukanlah "faktor lunak" yang abstrak. Ia adalah variabel yang bisa diukur, diprediksi, dan menjadi pendorong keputusan bisnis yang paling kuat, bahkan mengalahkan faktor sosial dan emosional.

  • 💡 Pelajaran: Jangan pernah meremehkan nilai-nilai inti. Baik Anda menjual software, jasa konsultasi, atau membangun gedung, keputusan akhir sering kali berakar pada pertanyaan yang lebih dalam dari sekadar harga atau fitur, yaitu: "Apakah ini sesuai dengan siapa saya dan apa yang saya yakini?"

  • 🔗 Peluang: Mengerti matriks keputusan seperti ini adalah inti dari manajemen risiko modern. Bagi Anda yang ingin mendalami manajemen risiko dan pengambilan keputusan profesional, mengikuti kursus di(https://diklatkerja.com) bisa menjadi langkah selanjutnya yang strategis untuk mempertajam kemampuan Anda.

Sebuah Kritik Halus: Di Mana Peta Ini Masih Bisa Lebih Baik

Tidak ada penelitian yang sempurna, dan bagian dari menghargai sebuah karya yang hebat adalah dengan memahami batasannya. Para penulis sendiri sangat transparan tentang hal ini.

Pertama, misteri 42%. Meskipun model ini hebat dengan kekuatan prediksi 58%, ini juga menyisakan pertanyaan besar: apa yang ada di dalam 42% sisanya? Para penulis menyarankan satu kemungkinan: "kontrol perilaku yang dirasakan".1 Mungkin saja produk takaful lebih sulit diakses? Mungkin proses klaimnya dianggap lebih rumit? Atau mungkin ada persepsi tentang biaya? Ini adalah dimensi praktis dan logistik yang belum terpetakan oleh studi ini.

Kedua, batasan geografis. Studi ini hanya mencakup kontraktor di Semenanjung Malaysia, dan secara eksplisit mengecualikan Sabah dan Sarawak.1 Ini berarti, meskipun temuannya sangat berharga, kita harus berhati-hati untuk tidak menganggapnya sebagai potret utuh dari seluruh kontraktor di Malaysia. Konteks lokal selalu penting.

Terakhir, abstraksi metodologis. Bagi kita yang tidak terbiasa dengan statistik tingkat lanjut, metode PLS-SEM yang digunakan bisa terasa seperti "kotak hitam". Kita bisa melihat input dan output yang brilian, tetapi proses "bagaimana" di dalamnya untuk sampai pada kesimpulan tersebut tetap terasa agak abstrak untuk pembaca awam.

Penutup: Dari Pembaca Menjadi Penjelajah

Pada akhirnya, paper ini melakukan lebih dari sekadar menjelaskan mengapa kontraktor memilih satu jenis asuransi di atas yang lain. Ia memberi kita sebuah lensa baru untuk melihat keputusan kita sendiri.

Coba pikirkan lagi keputusan besar terakhir yang Anda buat. Apa yang paling dominan? Apakah itu perasaan positif Anda (Sikap)? Apakah karena semua orang di sekitar Anda melakukannya (Norma Subjektif)? Apakah karena itu sejalan dengan nilai-nilai terdalam Anda (Religiusitas/Keyakinan)? Atau karena Anda telah melakukan riset mendalam dan memiliki semua informasinya (Kesadaran)?

Diskusi ini baru menyentuh permukaannya. Jika Anda penasaran dan ingin menyelami data mentahnya sendiri, melihat setiap angka, dan menjadi penjelajah di dunia pengambilan keputusan yang menarik ini, saya sangat merekomendasikan untuk membaca paper aslinya.

(https://doi.org/10.1108/IJIF-09-2020-0188)

Selengkapnya
Pelajaran dari Helm Proyek: 4 Kekuatan Gaib yang Mengendalikan Pilihan Bisnis Anda
page 1 of 1