Antropologi

Pendekatan Antropometri dalam Ergonomi: Analisis Morfologi Tubuh Manusia dan Dampaknya terhadap Kesesuaian Desain Kerja

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat pada 05 Desember 2025


1. Pendahuluan: Antropometri sebagai Fondasi Ergonomi Fisik

Antropometri merupakan cabang ilmu yang mempelajari dimensi, proporsi, dan karakteristik morfologi tubuh manusia. Dalam konteks ergonomi, antropometri berperan sebagai fondasi untuk memastikan lingkungan kerja, peralatan, mesin, maupun fasilitas fisik dapat menyesuaikan diri dengan kapasitas dan keterbatasan manusia—bukan sebaliknya. Studi dalam file menunjukkan bahwa rancangan yang tidak mempertimbangkan variasi dimensi tubuh sering menjadi sumber ketidaknyamanan, kelelahan, penurunan performa, dan meningkatnya risiko musculoskeletal disorders (MSD).

Pentingnya antropometri semakin menonjol karena populasi manusia tidak bersifat homogen. Variasi tinggi badan, rentang lengan, panjang tungkai, lebar bahu, maupun ukuran tangan sangat dipengaruhi faktor genetik, etnisitas, jenis kelamin, usia, hingga kondisi ekonomis dan nutrisi. Menegaskan bahwa tinggi badan pun tidak dapat disamakan antar populasi: misalnya populasi Eropa, Jepang, dan Indonesia memiliki distribusi berbeda secara signifikan.. Dalam industri global, kesalahan dalam memahami variasi ini sering berujung pada desain yang tidak inklusif—terlalu besar untuk sebagian populasi atau justru terlalu kecil untuk lainnya.

Ergonomi modern tidak lagi berbicara soal “rata-rata manusia”, melainkan tentang mengakomodasi rentang variabilitas manusia agar sistem kerja aman, nyaman, dan produktif. Karena itu, antropometri bukan sekadar kumpulan angka, tetapi dasar analisis ilmiah dalam menciptakan desain yang human-centered.

 

2. Konsep Dasar Antropometri: Morfologi Tubuh dan Maknanya dalam Desain Ergonomis

Kajian antropometri dalam ergonomi mengenal dua kategori besar: antropometri statis dan antropometri dinamis. Pembedaan ini jelas: antropometri statis merujuk pada ukuran tubuh manusia saat diam, seperti tinggi berdiri, tinggi duduk, panjang lengan, atau lebar bahu; sementara antropometri dinamis berkaitan dengan gerak tubuh, seperti jangkauan tangan, sudut fleksi sendi, dan zona pergerakan aman.

Keduanya memiliki fungsi berbeda dalam perancangan. Ukuran statis penting untuk menentukan dimensi dasar ruang kerja: tinggi meja, lebar kursi, atau jarak antar komponen mesin. Sedangkan ukuran dinamis sangat penting untuk aktivitas yang melibatkan jangkauan, seperti meraih sakelar, memutar tuas, atau mengoperasikan kontrol panel.

2.1. Variabilitas Morfologi dan Konsekuensi Desain

Data antropometri selalu disajikan dalam bentuk distribusi persentil, bukan nilai tunggal. Misalnya, persentil ke-5 digunakan untuk representasi individu yang lebih kecil, sedangkan persentil ke-95 untuk individu bertubuh besar. Penggunaan persentil 5–95 merupakan rentang yang umum dalam perancangan untuk mencakup 90% populasi. Hal ini penting karena memaksakan desain berdasarkan rata-rata akan membuat sebagian besar pengguna berada di luar titik optimalnya.

Konsekuensinya dapat berupa:

  • Postur membungkuk karena tinggi meja tidak sesuai.

  • Gerakan berlebih akibat jangkauan kontrol terlalu jauh.

  • Kompresi tubuh bila kursi, kabin, atau alat pelindung terlalu kecil.

  • Beban sendi berlebih karena ukuran alat tidak proporsional dengan ukuran tangan atau lengan.

Dalam jangka panjang, ketidaksesuaian tersebut berkontribusi pada kelelahan, cedera mikro, penurunan efisiensi kerja, dan meningkatnya risiko MSD. Dari perspektif ergonomi, ketidaksesuaian antropometri adalah salah satu penyebab langsung timbulnya beban biomekanis berlebih.

2.2. Prinsip “Fit the Task to the Man”

Antropometri memandu prinsip klasik ergonomi: menyesuaikan pekerjaan dengan manusia, bukan manusia dengan pekerjaan. Banyak desain kerja gagal karena memaksa operator menyesuaikan diri dengan alat atau workstation yang tidak kompatibel dengan dimensi tubuhnya.. Hal ini bertentangan dengan prinsip ergonomi yang menempatkan manusia sebagai pusat desain.

Dalam praktiknya, antropometri digunakan untuk:

  • menentukan tinggi meja kerja optimal,

  • mengatur posisi tuas atau panel kontrol,

  • merancang alat tangan yang sesuai ukuran genggaman,

  • menyesuaikan ruang kabin kendaraan atau forklift,

  • serta mengatur tinggi kursi dan sandaran agar mendukung postur netral.

Dengan demikian, antropometri bukan hanya dimensi, melainkan kerangka ilmiah untuk menciptakan desain yang meminimalkan risiko biomekanis dan memaksimalkan efisiensi kerja.

 

3. Penerapan Antropometri dalam Desain Kerja: Workstation, Peralatan, dan Mesin

Penerapan antropometri dalam ergonomi tidak berhenti pada pengukuran tubuh manusia—nilai-nilai tersebut harus diterjemahkan menjadi keputusan desain konkret yang menentukan kualitas lingkungan kerja. Antropometri digunakan untuk merancang meja, kursi, kontrol, hingga area pergerakan agar sesuai dengan kapasitas tubuh pengguna. Pada titik ini, antropometri berfungsi sebagai jembatan antara data biologis dan kebutuhan teknis dalam sistem kerja.

3.1. Desain Workstation: Tinggi Meja, Ruang Kaki, dan Area Jangkauan

Salah satu aplikasi paling umum adalah pengaturan tinggi meja kerja. Meja yang terlalu tinggi memaksa pekerja mengangkat bahu atau meluruskan lengan secara berlebihan, sedangkan meja terlalu rendah menyebabkan postur membungkuk yang meningkatkan beban pinggang. Prinsip ergonomi menyarankan bahwa tinggi meja disesuaikan dengan tinggi siku pada posisi berdiri atau duduk, sering merujuk pada persentil 50 sebagai nilai tengah populasi, kecuali tugas membutuhkan presisi khusus.

Selain meja, ruang kaki (leg room) dan clearance untuk lutut juga perlu disesuaikan dengan persentil 95, karena ruang harus cukup untuk pengguna bertubuh besar.Tidak semua rancangan memperhatikan kebutuhan clearance, sehingga individu bertubuh tinggi sering mengalami kompresi lutut atau keterbatasan gerak.

Area jangkauan juga penting, terutama untuk posisi kontrol atau panel. Zona jangkauan nyaman biasanya ditentukan oleh jangkauan lengan pada antropometri dinamis, merujuk pada nilai persentil 5 untuk memastikan pekerja bertubuh kecil masih dapat meraih kontrol dengan aman.

3.2. Perancangan Alat Tangan dan Kontrol Mesin

Antropometri juga sangat relevan dalam desain alat tangan seperti obeng, tang, palu, atau gagang peralatan industri. Ukuran genggaman tangan berbeda signifikan antar populasi, sehingga desain universal (one-size-fits-all) sering menghasilkan alat yang terlalu besar bagi sebagian pekerja, atau terlalu kecil bagi lainnya. Dimensi seperti lebar tangan dan panjang jari memengaruhi kemampuan operator menggenggam dan mengendalikan alat.

Pada mesin dan kendaraan, posisi tuas, pedal, atau sakelar harus mempertimbangkan jangkauan lengan dan kaki. Penempatan kontrol yang terlalu jauh akan meningkatkan rotasi tubuh, sementara kontrol yang terlalu dekat bisa mengganggu ruang gerak.

3.3. Ruang Kerja Pergerakan dan Mobilitas

Jika pekerjaan melibatkan perpindahan, seperti operator forklift atau pekerja gudang, antropometri digunakan untuk menentukan ruang minimum pergerakan tubuh. Persentil 95 sering menjadi acuan dalam menentukan lebar lorong, ruang putar, atau area kerja berdiri agar pengguna bertubuh besar tidak terganggu saat bergerak. Variasi tubuh menjadi pengaruh besar kenyamanan pergerakan dan risiko benturan.

Dengan demikian, penerapan antropometri pada workstation bukan sekadar penyesuaian estetika atau kenyamanan, melainkan faktor teknis yang menentukan keamanan, produktivitas, dan efisiensi jangka panjang.

 

4. Analisis Risiko Ergonomis akibat Ketidaksesuaian Dimensi Tubuh

Ketidaksesuaian antara dimensi tubuh pengguna dan desain fisik pekerjaan adalah salah satu pemicu paling umum terjadinya masalah ergonomi. Kesalahan memilih persentil atau mengabaikan variasi populasi dapat menyebabkan postur kerja buruk, beban biomekanis berlebih, dan risiko cedera muskuloskeletal.

4.1. Postur Janggal dan Beban Biomekanis

Postur janggal muncul ketika pekerja dipaksa mengompensasi desain yang tidak sesuai. Misalnya:

  • Meja yang terlalu tinggi → bahu terangkat, ketegangan trapezius meningkat.

  • Kursi terlalu rendah → fleksi pinggul berlebihan, diskus intervertebralis mendapat tekanan tinggi.

  • Kontrol mesin terlalu jauh → rotasi batang tubuh meningkat, meningkatkan risiko cedera punggung.

Faktor-faktor ini membentuk rantai biomekanis yang berbahaya jika berlangsung berulang dalam jangka panjang.

4.2. Risiko Musculoskeletal Disorders (MSD)

MSD adalah penyakit akibat kerja yang sering terjadi ketika desain fisik tidak mempertimbangkan antropometri. Ketika ukuran alat, meja, atau kontrol tidak sesuai dengan dimensi tubuh, banyak otot bekerja di luar zona netral. MSD meningkat ketika jangkauan dan postur tidak mendukung kestabilan sendi.

Beberapa bentuk MSD yang umum:

  • nyeri pinggang bawah akibat fleksi berulang,

  • nyeri bahu akibat elevasi statis,

  • nyeri leher karena ketinggian layar tidak sesuai,

  • sindrom pergelangan tangan akibat alat tangan tidak proporsional.

4.3. Penurunan Efisiensi dan Kinerja

Ketidaksesuaian antropometri tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga efisiensi. Pekerja mungkin melakukan gerakan berlebih untuk meraih kontrol, memperpanjang waktu siklus kerja, atau mengalami penurunan stamina karena postur tidak ekonomis.

Dalam sistem produksi, akumulasi ketidakefisienan ini memiliki dampak yang sangat besar. Pengukuran enkeltugas mungkin hanya menunjukkan selisih detik, tetapi pada skala industri, hal tersebut dapat berarti ribuan jam kerja hilang per tahun.

 

5. Prinsip Persentil, Rentang Variabilitas, dan Kesalahan Interpretasi dalam Penggunaan Data Antropometri

Penggunaan persentil adalah inti dari seluruh penerapan antropometri dalam ergonomi. Namun dalam praktik lapangan, pemahaman mengenai persentil sering mengalami penyederhanaan berlebihan atau bahkan salah tafsir. Persentil bukanlah angka absolut yang mewakili seluruh individu, tetapi titik dalam distribusi statistik yang menggambarkan variasi populasi. Jika prinsip ini tidak dipahami secara tepat, desain kerja dapat menjadi bias dan tidak inklusif.

5.1. Prinsip Pemilihan Persentil dalam Desain Ergonomis

Secara umum, prinsip ergonomi mengatur penggunaan persentil berdasarkan konteks tugas:

  • Persentil 5 digunakan untuk jangkauan minimum — misalnya jangkauan lengan, agar pekerja bertubuh kecil tetap mampu mengoperasikan kontrol.

  • Persentil 95 digunakan untuk batas ruang maksimum — misalnya ruang kaki, lebar kursi, atau tinggi clearance bagi pekerja bertubuh besar.

  • Persentil 50 digunakan untuk posisi netral atau rata-rata, terutama ketika kesetimbangan antara populasi diperlukan (misalnya tinggi meja dasar yang tidak terlalu tinggi atau rendah).

Ini menunjukkan bahwa tidak ada satu angka “ideal”; semua bergantung pada fungsi komponen dan populasi sasaran.

5.2. Variabilitas Populasi dan Dampaknya terhadap Desain

Perbedaan antropometri antar negara dan etnis sangat signifikan. Populasi Indonesia, misalnya, memiliki rata-rata tinggi badan lebih rendah dibanding populasi Eropa. Merancang workstation berdasarkan data antropometri Eropa untuk pekerja Indonesia dapat menghasilkan:

  • meja kerja yang terlalu tinggi,

  • jarak kontrol yang terlalu jauh,

  • kursi atau alat pelindung yang tidak proporsional.

Variabilitas ini tidak hanya dipengaruhi faktor genetik, tetapi juga nutrisi, usia, dan kondisi sosial ekonomi. Dalam konteks modern, perubahan generasi pun berpengaruh: populasi muda cenderung memiliki tinggi dan ukuran tubuh yang berbeda dari populasi tua akibat perubahan pola nutrisi.

5.3. Kesalahan Interpretasi Umum dalam Penggunaan Data Antropometri

Beberapa kekeliruan umum dalam praktik industri:

1. Menggunakan rata-rata sebagai dasar desain.
Rata-rata tidak berarti mayoritas. Jika tinggi meja dirancang berdasarkan persentil 50, maka 50% pekerja akan merasa meja terlalu tinggi atau terlalu rendah.

2. Menganggap satu dataset berlaku universal.
Data antropometri negara tertentu tidak dapat diterapkan langsung pada populasi berbeda.

3. Tidak mempertimbangkan pakaian kerja atau APD.
Ketebalan sepatu safety, helm, sarung tangan, atau rompi dapat mengubah ukuran efektif tubuh manusia.

4. Tidak memisahkan antropometri statis dan dinamis.
Ukuran tubuh saat diam tidak selalu relevan dengan jangkauan ketika tubuh bergerak atau terputar.

Kesalahan-kesalahan ini memberikan konsekuensi langsung pada kinerja operator dan risiko cedera, sehingga pemahaman mendalam terhadap data antropometri menjadi kebutuhan mendasar dalam desain ergonomis.

 

6. Kesimpulan Analitis: Peran Antropometri dalam Ergonomi Modern

Antropometri menempati posisi sentral dalam ergonomi karena menyediakan dasar ilmiah untuk memastikan bahwa desain kerja sesuai dengan kapasitas dan keterbatasan manusia. Temuan menegaskan bahwa variasi morfologi tubuh manusia sangat luas dan memiliki implikasi langsung terhadap keamanan, kenyamanan, serta efisiensi operasional. Setiap sistem kerja yang mengabaikan data antropometri berpotensi menciptakan lingkungan dengan postur janggal, beban sendi berlebih, dan risiko musculoskeletal disorders.

Secara analitis, antropometri bukan hanya kumpulan ukuran tubuh, melainkan:

  • kerangka statistik untuk memahami distribusi manusia,

  • landasan biomekanis dalam menciptakan zona gerak yang aman,

  • dasar desain teknik untuk menyesuaikan mesin, workstation, dan alat,

  • penentu produktivitas dalam sistem kerja jangka panjang.

Dalam era modern, ketika industri semakin mengedepankan human-centered design, antropometri menjadi lebih relevan. Penerapannya tidak hanya berlaku pada dunia manufaktur, tetapi juga pada desain kendaraan, ruang publik, teknologi wearable, interface digital, hingga sistem pelayanan kesehatan.

Pendekatan ergonomi berbasis antropometri memungkinkan terciptanya keseimbangan antara kemampuan manusia dan tuntutan kerja. Dengan memahami data persentil, variabilitas morfologi, dan prinsip penyesuaian desain, organisasi dapat menciptakan sistem kerja yang lebih aman, sehat, produktif, dan inklusif bagi seluruh pengguna.

 

Daftar Pustaka

  • Bridger, R. S. (2018). Introduction to Ergonomics. CRC Press.

  • Pheasant, S., & Haslegrave, C. M. (2016). Bodyspace: Anthropometry, Ergonomics and the Design of Work. CRC Press.

  • Kroemer, K. H. E., Kroemer, H. J., & Kroemer-Elbert, K. E. (2001). Ergonomics: How to Design for Ease and Efficiency. Prentice Hall.

  • Sanders, M. S., & McCormick, E. J. (1993). Human Factors in Engineering and Design. McGraw-Hill.

  • International Labour Organization (ILO). (2020). Ergonomic Checkpoints: Practical and Easy-to-Implement Solutions for Improving Safety, Health and Working Conditions.

  • NASA Anthropometric Source Book. (1978). Anthropometry and Biomechanics. NASA Reference Publication.

  • Helander, M. (2006). A Guide to Human Factors and Ergonomics. CRC Press.

Selengkapnya
Pendekatan Antropometri dalam Ergonomi: Analisis Morfologi Tubuh Manusia dan Dampaknya terhadap Kesesuaian Desain Kerja

Antropologi

Pemburu dan Peramu

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 18 Februari 2025


Masyarakat pemburu dan peramu (atau pemburu-peramu) adalah suatu masyarakat yang metode bertahan hidup utamanya ialah memburu atau meramu secara langsung binatang dan tumbuh-tumbuhan liar yang dapat dimakan, tanpa usaha-usaha yang nyata untuk membudidayakannya (domestikasi) terlebih dahulu. Umumnya masyarakat pemburu dan peramu memperoleh sebagian besar makanan dan keperluan lainnya dari hasil meramu dibandingkan dengan berburu. Sekitar 80% makanan yang diperoleh merupakan hasil meramu. Garis batas antara masyarakat pemburu-peramu dengan jenis masyarakat lainnya yang lebih mengandalkan makanannya pada kegiatan domestikasi (pertanian dan peternakan) kadang-kadang tidak terlalu jelas mengingat masih terdapat bentuk-bentuk masyarakat yang menggunakan gabungan kedua cara tersebut untuk mendapatkan bahan makanan yang diperlukan dalam usaha mereka untuk mempertahankan hidupnya.

Karakteristik umum

Struktur sosial

Masyarakat pemburu-peramu secara tradisional hidup dengan cara berpindah-pindah tempat, dan cenderung memiliki prinsip egaliter dari setiap anggota kelompoknya. Umumnya meraka hidup di suatu wilayah dengan tingkat kepadatan populasi yang rendah dalam kelompok-kelompok kecil atau yang disebut sebagai kawanan (band). Jumlah anggota yang cukup sedikit dalam setiap kelompok tersebut membantu mereka saling mengenal setiap orang dengan baik, tidak ada kepemimpinan politik formal ataupun spesialisasi ekonomi yang membatasi mereka. Anggota-anggota di setiap kawanan tidak memperlihatkan perbedaan besar dalam hal kepemilikan harta, tetapi mereka memiliki perbedaan secara individual dalam hal kemampuan dan kepribadian. Contoh masyarakat dalam bentuk kawanan ialah !Kung dari Gurun Kalahari Afrika, Indian Ache dan Sirionó di Amerika Selatan, penduduk Kepulauan Andaman di Teluk Benggala, kelompok Pigmi di hutan-hutan khatulistiwa Afrika, dan Indian Machiguengan dari Peru.

Kehidupan

Banyak dari para kelompok pemburu-peramu melakukan perdagangan berbagai jenis bahan mentah kepada masyarakat yang telah menetap di dekat wilayah mereka untuk mendapatkan bahan-bahan yang berbeda dan sebagai strategi untuk bertahan hidup. Para pemburu-peramu menawarkan, daging, madu, resin dan hasil hutan lainnya yang mereka buru dan kumpulkan kepada para petani di desa-desa dekat mereka untuk ditukar dengan bahan pangan yang dibudi daya oleh penduduk desa. Contoh-contoh interaksi ini diantaranya dilakukan oleh para pemburu bison di padang rumput dengan para petani Pueblo di Amerika Serikat Barat Daya, para pemburu Semang dan petani Melayu di Semenanjung Malaysia, Suku Pigmi di Afrika dengan petani Bantu, orang-orang Agta dan kelompok petani di Filipina.

Bagi sebagian kelompok kecil pemburu-peramu dalam mengatasi kekurangan makanan musiman salah satunya ialah dengan mengumpulkan makanan dalam jumlah besar. Metode ini dilakukan oleh beberapa kelompok pemburu-peramu seperti Suku Ainu di Jepang, Suku Indian di pesisir barat laut pasifik, Shoshoni di Great Basin, dan sejumlah masyarakat Arktika. Di masa musim paceklik tersebut, terkadang mereka berkumpul dengan anggota kelompok lain dan menjadikanya sebagai sarana untuk mengadakan pesta atau ritual tahunan, pernikahan, maupun peristiwa lain dalam kehidupan sosial berkelompok.

Beberapa masyarakat tradisional yang merupakan pemburu peramu maupun petani dengan skala kecil yang tersebar di seluruh dunia, diantaranya adalah:

  • Papua dan pulau-pulau sekitarnya; Dani, fayu, Daribi, Enga, Fore, Tsembaga Maring, Hinihon, Kepulauan Mailu, Kepulauan Trobriand, dan Kaulong.
  • Australia; Ngarinyin, Yolngu, Sandbeach, Yuwaaliyaay, Kunai, Pitjantjatjara, Wiil dan Minong.
  • Eurasia; Agta, Ainu, Kepulauan Andaman, Kirghiz, Nganasan,
  • Afrika; Hadza, !Kung, Nuer, Pigmi Afrika (Mbuti, Aka), Turkana.
  • Amerika Utara; Calusa, Chumash daratan, Chumash pulau, Iñupiat, Inuit North Slope Alaska, Shoshone Great Basin, dan Indian Pantai Barat Laut.
  • Amerika Selatan; Ache, Machiguenga, Piraha, Siriono, dan Yanomamo.

Penyakit

Berbagai kategori penyakit bagi masyarakat tradisional seperti kelompok pemburu peramu sangat bervariasi, bergantung pada gaya hidup, lokasi geografi, serta usia. Gaya hidup masyarakat tradisional yang jauh lebih mengutamakan ketangguhan fisik menjadikan masyarakat tradisional lebih rentan terhadap penyakit-penyakit degeneratif pada usia berapa pun. Penyakit-penyakit yang langka atau tidak pernah terjadi pada masyarakat tradisional adalah penyakit-penyakit yang saat ini sering menyerang masyarakat modern dan menyebabkan kematian seperti penyakit jantung koroner, aterosklerosis, strok, tekanan darah tinggi, diabetes, dan kanker.

Penyakit-penyakit khas masyarakat tradisional seperti pada masyarakat pemburu-peramu biasanya adalah malaria, demam yang disebabkan oleh sengatan hewan artropoda, disentri dan penyakit-penyakit pada pencernaan, penyakit-penyakit yang menggangu pernafasan, serta infeksi kulit.

Selang penjelajahan yang dilakukan oleh para penjelajah barat ke wilayah pedalaman masyarakat tradisional, mulai menimbulkan penyakit baru yang menyerang masyarakat tradisional yaitu penyakit menular seperti; difteri, campak, flu, gondongan, batuk rejan, rubela atau campak jerman, herpes zoster (cacar api), dan tifoid. Penyakit-penyakit menular tersebut merupakan epidemi akut, banyak orang di satu wilayah jatuh sakit dalam waktu yang singkat dan dengan cepat pulih atau mati, kemudian penyakit tersebut menghilang di daerah tersebut selama setahun atau lebih.

 

Sumber Artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Pemburu dan Peramu
page 1 of 1