Karakteristik Bahan Perkerasan Jalan: Analisis Sifat Mekanis, Stabilitas Struktur, dan Kinerja Lapangan pada Perkerasan Lentur

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

06 Desember 2025, 22.01

1. Pendahuluan: Material sebagai Fondasi Kinerja Perkerasan Jalan

Dalam sistem infrastruktur transportasi, perkerasan jalan adalah komponen kritis yang menerima beban lalu lintas, pengaruh lingkungan, serta siklus pembebanan berulang dalam jangka panjang. Kinerja perkerasan tidak hanya ditentukan oleh desain struktural, tetapi sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan penyusun, yaitu agregat, aspal, dan material pengisi yang membentuk lapisan-lapisan perkerasan lentur.

Analisis ini menggunakan konsep-konsep utama dari pelatihan untuk menunjukkan bahwa pemahaman terhadap karakteristik bahan merupakan langkah pertama dalam menjamin kestabilan, durabilitas, dan kenyamanan jalan. Kegagalan material—baik karena gradasi yang tidak sesuai, kadar aspal berlebih atau kurang, maupun kualitas agregat yang buruk—dapat menyebabkan berbagai kerusakan seperti:

  • retak dini (fatigue cracking),

  • alur bekas roda (rutting),

  • pengelupasan (stripping),

  • bleeding atau eksudasi,

  • deformasi permanen.

Perkerasan lentur bekerja berdasarkan distribusi beban secara berlapis. Oleh karena itu, setiap lapisan harus memiliki sifat mekanis yang sesuai fungsi strukturalnya:

  • lapisan aus (AC-WC): stabil terhadap suhu & ketahanan geser,

  • lapisan antara (AC-BC): penyalur beban sedang,

  • lapisan dasar (AC-Base): kekuatan sistemik,

  • lapisan pondasi agregat: stabilitas & dukungan fondasi.

Kegagalan satu lapisan dapat mempengaruhi seluruh sistem. Karena itu, kualitas bahan bukan aspek dekoratif, tetapi inti dari performa jalan.

 

2. Agregat: Fondasi Struktural Perkerasan dan Indikator Kekuatan Mekanis

Pelatihan menekankan bahwa agregat merupakan komponen terbesar dalam campuran beraspal—hingga 90–95% berdasarkan berat. Kualitas agregat sangat menentukan kinerja perkerasan karena agregatlah yang:

  • menahan beban kendaraan,

  • mengisi ruang dan memberikan kekakuan,

  • menentukan sifat interlocking,

  • membentuk tekstur permukaan,

  • menyediakan ketahanan terhadap abrasi dan pelapukan.

Agregat bukan sekadar pengisi; ia adalah struktur utama pada perkerasan.

2.1 Sifat Fisik Agregat dan Perannya dalam Kinerja Campuran Aspal

Sifat fisik yang diamati meliputi:

a. Ukuran dan Gradasi

Gradasi memengaruhi:

  • densitas campuran,

  • stabilitas,

  • void antar-agregat (VMA),

  • kebutuhan kadar aspal.

Gradasi seragam menghasilkan interlocking lemah, sedangkan gradasi rapat memberikan stabilitas tinggi tetapi bisa mengurangi ketebalan film aspal.

b. Berat Jenis dan Penyerapan (Absorption)

Agregat berpori menyerap aspal lebih banyak.
Jika penyerapan tinggi:

  • kadar aspal efektif menurun,

  • umur lelah campuran menurun,

  • risiko retak meningkat.

c. Tekstur Permukaan

Tekstur kasar → interlocking baik → rutting berkurang.
Tekstur halus → membutuhkan lebih banyak aspal untuk stabilitas.

d. Bentuk dan Angularity

Agregat bersudut tajam meningkatkan stabilitas karena interlocking yang kuat, tetapi dapat menurunkan workability.

2.2 Sifat Mekanis Agregat: Ketahanan terhadap Beban dan Abrasi

Kinerja struktural agregat bergantung pada:

a. Los Angeles Abrasion

Mengukur ketahanan terhadap abrasi.
Nilai LA Abrasion rendah menunjukkan agregat tahan pecah akibat beban lalu lintas.

b. Crushing Strength

Kemampuan agregat menahan gaya tekan.
Agregat yang mudah hancur meningkatkan risiko deformasi permanen.

c. Durability dan Ketahanan Cuaca

Meliputi:

  • ketahanan terhadap siklus basah–kering,

  • pengaruh temperatur tinggi,

  • pelapukan kimia.

Agregat tidak tahan cuaca dapat menyebabkan stripping pada campuran.

d. Specific Gravity (SG)

Nilai SG tinggi menunjukkan agregat lebih padat dan kuat.

Agregat dengan kekuatan mekanis tinggi memastikan perkerasan tidak mudah mengalami:

  • rutting,

  • deformation under load,

  • shear failure.

2.3 Peran Agregat dalam Stabilitas Campuran Aspal (Marshall Stability)

Stabilitas Marshall mengukur kemampuan campuran menahan beban sebelum mengalami deformasi. Agregat berperan penting melalui:

  • kualitas interlocking,

  • bentuk agregat,

  • sifat permukaan,

  • kekuatan mekanis.

Campuran dengan agregat kuat dan angular menghasilkan stabilitas tinggi dan flow rendah → ideal untuk lapis aus dan lapis antara.

2.4 Pengaruh Kualitas Agregat terhadap Kerusakan Jalan

Kualitas agregat yang buruk menghasilkan risiko:

a. Rutting

Terjadi akibat deformasi permanen.
Agregat lunak, gradasi buruk, atau kadar aspal tinggi membuat perkerasan cepat bergelombang.

b. Fatigue Cracking

Agregat berpori dan densitas rendah mempercepat retak akibat pembebanan berulang.

c. Stripping

Agregat dengan afinitas rendah terhadap aspal menyebabkan ikatan melemah akibat air.

d. Ravelling

Agregat terlepas dari permukaan karena ikatan yang tidak kuat.

 

3. Aspal: Karakteristik Rheologi, Adhesi, dan Kinerja terhadap Suhu & Beban

Aspal merupakan komponen pengikat (binder) dalam perkerasan lentur. Meskipun proporsinya kecil dibanding agregat, perannya sangat besar: ia menjadi “lem struktural” yang mengikat agregat, mengisi rongga, dan memberikan fleksibilitas terhadap beban dinamis. Pelatihan menekankan bahwa sifat aspal bersifat viskoelastis: pada temperatur rendah ia bersifat elastis/keras, dan pada temperatur tinggi ia kehilangan kekakuannya. Sifat ini menjadikan aspal rentan terhadap perubahan suhu, sehingga pemilihannya harus mempertimbangkan kondisi iklim, lalu lintas, dan jenis lapisan.

3.1 Rheologi Aspal: Viskoelastisitas dan Sensitivitas Suhu

Karakteristik rheologi menentukan bagaimana aspal merespons beban dan suhu.

a. Pada suhu tinggi

Aspal menjadi lunak → risiko rutting meningkat.
Bahkan sedikit kenaikan suhu (misal dari 60°C ke 70°C) dapat menurunkan kekakuan aspal secara signifikan.

b. Pada suhu rendah

Aspal mengeras → risiko thermal cracking muncul.
Fenomena ini terlihat pada daerah pegunungan.

c. Pada suhu sedang (suhu lapangan)

Aspal bekerja sebagai material viskoelastis yang mentransfer beban melalui deformasi terkendali.

Rheologi yang stabil memungkinkan lapisan perkerasan menyerap energi beban tanpa mengalami kerusakan bentuk.

3.2 Penetrasi, Viskositas, dan Softening Point

Sifat fisik penting aspal meliputi:

  • Penetration → mengukur kekerasan.

  • Viskositas → resistensi aliran pada suhu tertentu.

  • Softening Point → suhu di mana aspal mulai melunak.

  • Ductility → kemampuan deformasi sebelum putus.

Aspal dengan penetrasi rendah (lebih keras) cocok untuk lalu lintas berat atau daerah panas, sementara penetrasi tinggi cocok untuk daerah dingin.

3.3 Adhesi dan Kelekatan Aspal terhadap Agregat

Ikatan antara aspal dan agregat sangat menentukan resistensi campuran terhadap air.

Faktor yang memengaruhi adhesi:

  • jenis mineral agregat,

  • kebersihan permukaan,

  • kadar debu (filler),

  • kadar aspal efektif,

  • penggunaan aditif anti-stripping.

Aspal yang tidak memiliki adhesi baik mudah mengalami stripping, yang mempercepat kerusakan ravelling dan potholes.

3.4 Aspal Modifikasi (PMB): Kinerja Lebih Tinggi untuk Lalu Lintas Berat

Aspal modifikasi polimer (PMB) meningkatkan:

  • elastisitas,

  • ketahanan suhu tinggi,

  • resistensi terhadap rutting,

  • ketahanan retak.

PMB semakin lazim digunakan di perkerasan jalan arteri, tol, dan bandara karena menawarkan performa lebih stabil.

3.5 Degradasi Aspal dan Dampaknya di Lapangan

Aspal dapat mengalami:

  • oksidasi → menjadi rapuh,

  • penuaan (aging) → kekerasan meningkat,

  • bleeding → kelebihan aspal pada permukaan.

Kinerja lapangan sangat dipengaruhi oleh kemampuan aspal mempertahankan sifat rheologi awal selama bertahun-tahun.

 

4. Campuran Beraspal: Gradasi, Marshall, Durabilitas, dan Kinerja Lapangan

Pelatihan menekankan bahwa kualitas campuran aspal adalah kombinasi harmonis antara agregat dan binder. Campuran yang baik harus stabil, drainable, dan tahan terhadap beban lalu lintas berulang. Teknik perancangan campuran (mix design) seperti Marshall memastikan campuran memenuhi persyaratan stabilitas, flow, void, dan durabilitas.

4.1 Gradasi Campuran: Parameter Utama Stabilitas dan Durabilitas

Gradasi campuran menentukan:

  • struktur rongga (VMA, VFA),

  • kebutuhan kadar aspal,

  • kekakuan struktural,

  • drainability.

a. Gradasi rapat (dense-graded)

Kuat dan stabil, ideal untuk lapisan aus dan antara.

b. Gradasi terbuka (open-graded)

Baik untuk drainase, tetapi stabilitas rendah.

c. Gradasi gap-graded

Digunakan pada campuran khusus seperti Stone Matrix Asphalt (SMA).

Konfigurasi gradasi yang tidak tepat sangat berpotensi menimbulkan rutting atau ravelling.

4.2 Parameter Marshall: Stabilitas, Flow, dan Voids

Marshall test memeriksa karakteristik beban dan deformasi.

a. Marshall Stability

Kemampuan menahan beban → semakin tinggi semakin baik.

b. Flow

Deformasi plastis sebelum gagal → harus dalam batas ideal agar campuran tidak rapuh atau terlalu lunak.

c. VMA (Void in Mineral Aggregate)

Rongga dalam agregat → menentukan ruang bagi aspal.

d. VFA (Void Filled with Asphalt)

Persentase rongga yang diisi aspal.

e. Air void (VA)

Rongga udara total → penting untuk durabilitas.

Kesetimbangan parameter ini menentukan umur layanan perkerasan.

4.3 Durabilitas Campuran: Ketahanan Terhadap Lingkungan dan Lalu Lintas

Campuran yang durable harus dapat:

  • menahan pelapukan oksidatif,

  • mempertahankan ikatan aspal-agregat,

  • menahan siklus basah–kering,

  • stabil terhadap temperatur ekstrem.

Kadar aspal optimum (OAC) menjadi penentu durabilitas; aspal terlalu sedikit menyebabkan campuran rapuh, aspal terlalu banyak memicu bleeding dan rutting.

4.4 Kinerja Lapangan: Fenomena Kerusakan yang Dipengaruhi oleh Bahan

Kerusakan lapangan yang terkait bahan meliputi:

a. Rutting

Disebabkan aspal terlalu lunak atau agregat kurang kuat.

b. Bleeding

Kelebihan aspal pada permukaan.

c. Fatigue Cracking

Volume aspal rendah + densitas kurang + beban berulang.

d. Stripping

Adhesi rendah antara aspal dan agregat.

e. Ravelling

Agregat terlepas dari permukaan campuran.

Performa lapangan mencerminkan mutu material dan kualitas pelaksanaan campuran.

 

5. Struktur Perkerasan Lentur: Lapisan, Fungsi, dan Peran Material

Perkerasan lentur merupakan sistem berlapis yang bekerja dengan prinsip distribusi beban. Beban dari roda kendaraan tidak ditahan satu lapisan saja, tetapi disalurkan secara bertahap dari lapisan teratas hingga ke tanah dasar. Karena itu, setiap lapisan memiliki fungsi berbeda, kebutuhan material unik, dan parameter mekanis spesifik. Pelatihan menekankan bahwa kinerja lapangan sangat bergantung pada kecocokan antara fungsi lapisan dengan sifat mekanis bahan yang digunakan.

5.1 Lapisan Aus (Wearing Course): Ketahanan Permukaan dan Stabilitas Geser

Lapisan aus (AC-WC) adalah lapisan perkerasan paling atas yang bersentuhan langsung dengan beban kendaraan dan kondisi cuaca. Fungsi utama:

  • memberikan kenyamanan mengemudi,

  • resistensi terhadap skid,

  • melindungi lapisan di bawahnya dari air,

  • menahan deformasi permukaan (rutting).

Karakteristik material yang dibutuhkan:

  • agregat berkualitas tinggi (angular, tahan abrasi),

  • aspal dengan stabilitas termal baik (bisa PMB),

  • gradasi rapat untuk kekuatan struktural,

  • tekstur mikro dan makro ideal untuk keselamatan.

Kegagalan dalam desain lapisan aus biasanya memicu kerusakan awal, seperti bleeding, ravelling, atau cracking permukaan.

5.2 Lapisan Antara (Binder Course): Penyalur Beban dan Peredam Tegangan

Lapisan AC-BC berfungsi menjembatani beban dari lapisan aus ke lapisan dasar. Karakteristik:

  • menerima sebagian besar tegangan tarik dari beban roda,

  • mengurangi konsentrasi tegangan,

  • memberikan ketebalan struktural.

Kebutuhan material:

  • agregat yang kuat dan stabil,

  • campuran yang lebih tebal dibanding lapisan aus,

  • kadar aspal optimum untuk durabilitas.

Kinerja lapis antara sangat mempengaruhi resistensi terhadap fatigue cracking.

5.3 Lapisan Dasar Aspal (AC-Base): Penyumbang Kekuatan Struktural Utama

AC-Base merupakan lapisan yang membawa beban terbesar dari campuran aspal.

Fungsinya:

  • memberikan kekuatan struktural inti,

  • mendistribusikan tegangan ke lapisan agregat di bawahnya.

Karakteristik material:

  • agregat ukuran besar yang kuat,

  • gradasi rapat atau semi-rapat,

  • ketahanan tinggi terhadap deformasi permanen.

Campuran AC-Base dengan kualitas buruk akan menyebabkan rutting yang dalam dan deformasi struktural serius.

5.4 Lapisan Pondasi Agregat (Base dan Subbase): Penopang Sistem dan Penyebar Beban

Lapisan pondasi adalah struktur utama yang mendukung lapisan beraspal.

Fungsi material pondasi:

  • memberikan kapasitas dukung,

  • mencegah deformasi tanah dasar,

  • mendistribusikan beban ke area lebih luas,

  • meningkatkan drainase.

Karakteristik material:

  • agregat berkualitas tinggi,

  • gradasi terkendali,

  • CBR tinggi,

  • permeabilitas baik.

Kualitas pondasi sangat menentukan umur perkerasan; pondasi lemah → retak fatigue dini.

5.5 Tanah Dasar (Subgrade): Fondasi Sistem Perkerasan

Subgrade adalah elemen paling bawah, namun paling kritis karena seluruh beban akhirnya disalurkan ke sini.

Parameter utama tanah dasar:

  • CBR,

  • kadar air,

  • plastisitas,

  • kepadatan,

  • modulus elastisitas.

Tanah dasar dengan kelembaban tinggi atau plastisitas besar sangat rentan menyebabkan pumping, settlement, dan kegagalan struktural.

5.6 Interaksi Antar-Lapisan dan Implikasinya terhadap Kinerja

Kinerja lapangan bukan hanya hasil kualitas masing-masing lapisan, tetapi hasil interaksi antar-lapisan:

  • ikatan antar-lapisan (tack coat) menentukan transfer beban,

  • mismatch modulus menyebabkan konsentrasi tegangan,

  • drainase buruk mempercepat stripping dan kerusakan.

Perkerasan efektif adalah perkerasan yang lapisannya bekerja sinergis, bukan sekadar tumpukan material.

 

6. Kesimpulan Analitis: Material sebagai Penentu Umur dan Kinerja Jalan

Analisis bahan perkerasan jalan menunjukkan bahwa kinerja perkerasan lentur sangat ditentukan oleh kualitas material, komposisi campuran, dan kecocokan karakteristik bahan dengan fungsi lapisan. Material bukan sekadar komponen konstruksi, tetapi aset strategis yang menentukan umur rencana, kenyamanan, dan keselamatan pengguna jalan.

1. Agregat adalah struktur utama perkerasan

Agregat menentukan interlocking, stabilitas, resistensi terhadap deformasi, dan kekuatan struktural.

2. Aspal adalah pengikat yang mengendalikan fleksibilitas dan durabilitas

Sifat rheologi aspal yang dipengaruhi suhu sangat menentukan ketahanan terhadap rutting dan cracking.

3. Campuran beraspal memerlukan keseimbangan parameter Marshall dan gradasi

Desain campuran adalah proses optimasi kompleks untuk mencapai stabilitas, flow, dan durabilitas ideal.

4. Lapisan perkerasan saling bergantung

Setiap lapisan memiliki fungsi spesifik; kegagalan satu lapisan mengancam performa keseluruhan.

5. Kinerja lapangan adalah refleksi kualitas material dan pelaksanaan

Kerusakan seperti rutting, bleeding, stripping, fatigue, dan ravelling hampir selalu kembali kepada mutu bahan dan kualitas konstruksi.

6. Investasi pada material berkualitas menghasilkan umur perkerasan lebih panjang

Biaya awal sedikit lebih besar sering kali menghasilkan penghematan jangka panjang karena penurunan biaya pemeliharaan dan perbaikan.

Secara keseluruhan, bahan perkerasan adalah inti dari kinerja jalan. Pemahaman mendalam tentang sifat fisik, mekanis, dan durabilitas material memberikan landasan teknis yang kuat untuk menghasilkan perkerasan yang lebih awet, lebih aman, dan lebih ekonomis.

 

Daftar Pustaka

  1. Diklatkerja. Teknik Jalan Series #2: Bahan Perkerasan Jalan.

  2. Huang, Y. H. (2004). Pavement Analysis and Design. Pearson Prentice Hall.

  3. Asphalt Institute. (2014). MS-2 Asphalt Mix Design Methods. Asphalt Institute.

  4. Roberts, F. L., Kandhal, P. S., Brown, E. R., Lee, D.-Y., & Kennedy, T. W. (1996). Hot Mix Asphalt Materials, Mixture Design and Construction. NAPA Research and Education Foundation.

  5. AASHTO. (2018). Standard Specifications for Transportation Materials and Methods of Sampling and Testing.

  6. TRB. (2000). HMA Pavement Mix Type Selection Guide. Transportation Research Board.

  7. Mamlouk, M. S., & Zaniewski, J. P. (2011). Materials for Civil and Construction Engineers. Pearson.

  8. Shell International. (2003). Shell Bitumen Handbook (5th Ed.). Thomas Telford.

  9. Brown, E. R., Mallick, R. B., & Cooley, L. A. (2009). “Fundamentals of Asphalt Mix Design.” NCAT Report.

  10. Yoder, E. J., & Witczak, M. W. (1975). Principles of Pavement Design. Wiley.