Kapsul Waktu dari Tahun 1995 yang Mengajari Saya Cara Bertahan Hidup di Jalanan Hari Ini

Dipublikasikan oleh Melchior Celtic

06 November 2025, 12.03

Kapsul Waktu dari Tahun 1995 yang Mengajari Saya Cara Bertahan Hidup di Jalanan Hari Ini

Pagi ini, saya nyaris diserempet. Motor. Di trotoar. Melawan arah.

Saya sedang jalan kaki, pikiran saya melayang ke daftar pekerjaan, ketika sebuah motor tiba-tiba muncul di jalur pejalan kaki, memaksa saya melompat ke samping. Dia banting setir, kami berdua saling mengumpat dalam hati, dan dalam sedetik, dia hilang.

Ini adalah ritual pagi yang terlalu biasa. Frustrasi, tentu saja. Tapi yang lebih dominan adalah... takut. Sebagai pejalan kaki, saya merasa tak terlihat. Ironisnya, saat saya menyetir mobil, saya juga takut tidak melihat mereka. Ini adalah ketakutan dua arah yang universal, sebuah ketegangan konstan di arteri perkotaan kita.

Perasaan inilah yang membawa saya ke sebuah "artefak" digital yang saya temukan minggu lalu: sebuah PDF tebal berjudul Safety in Road Traffic for Vulnerable Users. Ini bukan bacaan ringan. Ini adalah laporan resmi, dipenuhi data, diterbitkan oleh European Conference of Ministers of Transport (ECMT) dan OECD.   

Bagian yang membuat saya merinding ada di Catatan Pengantar. Laporan ini terbit tahun 2000. Tapi, untuk "menjaga koherensi data," tahun studi utamanya adalah 1995.   

Tahun 1995.

Ini adalah kapsul waktu statistik. Sebuah potret dunia sebelum smartphone merajalela, sebelum ojek online meledak, sebelum SUV mendominasi jalanan.

Dan inilah tesis saya, yang membuat saya merenung seminggu terakhir: Masalah-masalah yang mereka analisis secara mendalam di tahun 1995—masalah pesepeda di persimpangan, pejalan kaki di malam hari, dan moped yang dioprek—adalah masalah yang sama persis yang saya hadapi pagi ini.

Laporan ini adalah bukti menyakitkan bahwa kegagalan kita dalam keselamatan di jalan raya bukanlah karena kurangnya pengetahuan, tapi karena kurangnya implementasi.

Laporan ini dibagi menjadi tiga bagian, sebuah "triptych" , untuk tiga kelompok "rentan" yang mereka identifikasi:   

  1. Pesepeda (Cyclists)

  2. Pejalan Kaki (Pedestrians)

  3. Pengendara Moped dan Motor (Moped Riders and Motorcyclists)

Ayo kita bedah satu per satu, dan lihat betapa sedikitnya yang telah berubah.

Babak I: Roda Dua yang Sunyi – Mengapa Bersepeda Masih Terasa Seperti Bertaruh Nyawa

Laporan ini ternyata visioner. Di tahun 1995, mereka sudah melihat booming penggunaan sepeda yang didorong oleh kesadaran bahwa itu "ramah lingkungan" dan "menyehatkan". Tapi mereka juga tidak basa-basi: pesepeda "sangat rentan" karena "tidak ada pelindung luar".   

Namun, temuan paling mengejutkan bukanlah tentang bahayanya, tapi tentang bagaimana kita mengukurnya.

Statistik yang Membuat Saya Berhenti Mengayuh

Ini adalah bagian yang membuat saya ternganga. Laporan ini  dengan jujur mengakui bahwa data kecelakaan sepeda yang dipegang polisi pada dasarnya sampah.   

Bayangkan ini: Sebuah studi di Belanda yang dikutip laporan ini menemukan bahwa jumlah cedera pesepeda yang dilaporkan ke polisi hanya 8% dari jumlah sebenarnya yang masuk ke rumah sakit.

Saya ulangi: Delapan persen.

Jumlah total cedera yang sebenarnya diperkirakan 11 kali lebih tinggi dari angka resmi.   

Ini adalah kegilaan birokrasi. Bayangkan jika perusahaan Anda hanya melacak 8% dari error produk atau keluhan pelanggan. Anda pasti sudah bangkrut dalam enam bulan. Namun, kita merancang tata kota, membangun infrastruktur miliaran rupiah, dan membuat undang-undang lalu lintas berdasarkan data yang 92% salah. Kita terbang buta.

Persimpangan Takdir: Tempat 50% Kecelakaan Terjadi

Bayangkan jika setiap kali Anda tiba di lampu merah dengan sepeda, Anda harus melempar dadu. Kira-kira begitulah rasanya, menurut data 1995 ini.

Laporan  sangat jelas dalam memetakan di mana bahaya itu berada:   

  • 85% kecelakaan sepeda terjadi di area terbangun (built-up areas).

  • Dan puncaknya: hampir 50% dari semua kecelakaan terjadi di persimpangan (intersections).

Penyebabnya? Bukan roket sains, dan ini adalah skenario yang kita semua kenal. Pengemudi mobil berbelok (kanan atau kiri) dan tidak melihat pesepeda yang melaju lurus, atau pesepeda yang tidak sabar dan melanggar lampu merah karena merasa "nanggung". Ini adalah titik konflik desain yang gagal total.   

Apa yang Sudah Kita Ketahui di 1995 (Tapi Gagal Kita Lakukan)

Yang membuat frustrasi adalah solusinya sudah ada di laporan ini. Para ahli tahun 1995 sudah tahu persis apa yang harus dilakukan.

  • 🚀 Helm: Laporan  mengutip studi Swedia yang menemukan bahwa 40% kematian dan 20% cedera dapat dihindari jika pesepeda menggunakan helm. Namun, data 1995  menunjukkan tingkat penggunaan yang menyedihkan (misalnya, 17% di Swedia, 7% di Swiss).   

  • 🧠 Infrastruktur: Solusinya sudah ada di sini. Laporan  secara eksplisit merekomendasikan konsep "kota ramah sepeda" ("Fahrrad-freundliche Stadt") dan pengenalan "zona 30 km/jam" (30 km/h areas) untuk menenangkan lalu lintas di area perumahan.   

  • 💡 Standar Kendaraan: Hal-hal mendasar yang sering kita lupakan: sepeda wajib punya dua sistem rem independen (satu depan, satu belakang) , serta lampu depan putih dan lampu belakang merah yang wajib.   

Kritik halus saya: Membaca ini di tahun 2024 terasa seperti déjà vu yang aneh. Kita masih memperdebatkan hal yang sama persis di media sosial dan rapat-rapat dewan kota: perlunya helm, manfaat jalur sepeda yang terproteksi (bukan cuma dicat), dan kengerian kita terhadap zona 30 km/jam.

Babak II: Pengguna Jalan Paling Purba – Kita Semua Pejalan Kaki

Laporan ini  mengingatkan kita akan sebuah kebenaran yang sering terlupakan: "setiap perjalanan dimulai dan diakhiri dengan berjalan kaki."   

Ini adalah moda transportasi paling dasar, paling universal. Tapi kita gagal total melindunginya.

Yang Bikin Saya Terkejut: Kita Gagal Melindungi yang Paling Lemah

Data 1995  sangat gamblang dalam menunjukkan siapa korban jiwa pejalan kaki yang paling banyak: anak-anak dan lansia (di atas 60 tahun). Mereka "terlalu terwakili" (over-represented) dalam statistik kematian.   

Bagi saya, ini adalah cerminan kegagalan desain kota kita. Jalanan kita dirancang untuk orang dewasa usia 20-40 tahun yang gesit, waspada, dan (seharusnya) rasional. Jalanan kita tidak dirancang untuk anak kecil yang impulsif dan berlari mengejar bola, atau untuk lansia yang butuh waktu 10 detik ekstra untuk menyeberang jalan.

Paradoks Kecepatan: 90% Kecelakaan di Kota, 39% Kematian di Desa

Ini adalah wawasan data yang brilian dari laporan ini , sesuatu yang tidak saya sadari sebelumnya.   

  • Di dalam kota (built-up areas): 90% kecelakaan pejalan kaki terjadi di sini. Masuk akal. Jalanan ramai, banyak konflik, tapi kecepatan relatif rendah. Hasilnya: banyak cedera, tapi (secara proporsional) lebih sedikit kematian.

  • Di luar kota (outside built-up areas): Hanya 10% kecelakaan terjadi di sini. TAPI, risiko seorang pejalan kaki tewas adalah 3 hingga 4 kali lebih tinggi.

Wawasan yang saya dapat: Musuh pejalan kaki bukanlah lalu lintas; musuh pejalan kaki adalah kecepatan. Di luar kota, mobil melaju kencang, tidak ada trotoar, dan penerangan buruk. Hasilnya fatal.

Melihat dan Dilihat: Pertarungan di Malam Hari

Jika kecepatan adalah musuh pertama, kegelapan adalah musuh kedua. Data 1995  menunjukkan bahwa hampir setengah dari kematian pejalan kaki terjadi di malam hari atau dalam kondisi cuaca buruk.   

Lagi-lagi, solusinya sudah ada sejak 1995 , dan mereka menyebutnya "Melihat dan Dilihat" (See and be seen):   

  1. Pejalan kaki didorong (bahkan diwajibkan di beberapa negara) untuk memakai pakaian berwarna terang atau bahan reflektif.

  2. Pengemudi didorong (dan diwajibkan di negara-negara Skandinavia) untuk menggunakan daytime running lights (lampu menyala di siang hari) agar kendaraan mereka lebih mudah terlihat oleh pejalan kaki.

Bagian Favorit Saya: Melarang Aksesori Mobil Pembunuh

Ini adalah bagian yang paling membuat saya bersemangat sekaligus marah. Laporan ini  tidak hanya menyalahkan pengemudi atau pejalan kaki. Laporan ini menyalahkan desain kendaraan.   

  • 🚀 Inovasi: Para peneliti di 1995 sudah merekomendasikan agar bagian depan mobil ("frontal profiles") dirancang secara spesifik untuk "mengurangi cedera" pada pejalan kaki jika terjadi tabrakan.

  • 🧠 Rekomendasi Spesifik: Menghilangkan "pinggiran tajam" (sharp edges) dan profil depan yang terlalu menonjol. Membuat kap mesin lebih "lunak" agar bisa menyerap benturan.

  • 💡 Kritik Keras [Poin 5]: Laporan ini  secara eksplisit menyebutkan bahaya dari "bull-bars" (tanduk besi di depan mobil). Laporan ini mengatakan aksesori berbahaya ini "dapat menyebabkan lesi yang sangat serius" dan harus "dilarang" (ban dangerous accessories).   

Opini pribadi saya: Sudah lebih dari 25 tahun sejak rekomendasi ini ditulis. Saya masih melihat SUV mewah di jalanan Jakarta dan kota-kota lain, yang tidak pernah menyentuh lumpur seumur hidupnya, tetapi memakai tanduk besi krom yang mengilap. Mengapa benda-benda ini masih legal jika kita tahu sejak 1995 bahwa itu secara aktif didesain untuk membunuh pejalan kaki dengan lebih efisien? Ini adalah kegagalan regulasi yang memalukan.

Babak III: Mesin Cepat, Tubuh Rapuh – Paradoks Moped dan Motor

Ini adalah bab terakhir dari "triptych". Laporan ini dengan cerdas memisahkan moped (skuter/bebek kecil) dan motorcycle (motor besar), karena masalah dan demografi penggunanya sangat berbeda.   

Bayangan Masa Muda Saya: Dosa Asli Pengendara Moped adalah 'Oprekan'

Saya ingat dengan jelas motor pertama saya. Godaan untuk "mengoprek" (tampering) mesin agar lebih kencang adalah ritual kedewasaan yang bodoh, tapi wajib.

Laporan  mengkonfirmasi ini: pengguna utama moped di 1995 adalah remaja (usia 14-19 tahun). Dan masalah utama mereka? "Souped up" atau dioprek.   

Dan ini dia statistik pembunuh yang harus dibaca oleh setiap orang tua: Laporan  mengutip sebuah studi dari Belanda yang sangat spesifik. Pada kelompok usia 16-17 tahun, risiko mengalami kecelakaan serius per 1 juta kilometer adalah LIMA KALI LIPAT LEBIH TINGGI dengan moped yang sudah dioprek (souped up) dibandingkan dengan moped standar.   

  • 🚀 Hasilnya Mengerikan: Mengoprek motor Anda, atau membiarkan anak Anda melakukannya, secara harfiah meningkatkan risiko kecelakaan fatal sebesar 500%.

  • 🧠 Inovasinya (Solusi): Laporan  dengan cerdas mengatakan solusinya bukan hanya menilang anak-anak di jalan, tapi mencegah tampering sejak dari desain pabrik. Sebuah rekomendasi yang diulang lagi di halaman 83: "mencegah segala kemungkinan perubahan (alteration)" pada mesin.   

Musuh Terbesar Pengendara Motor (Selain Diri Sendiri): Jalanan Itu Sendiri

Jika masalah moped adalah mesin yang terlalu cepat untuk pengendaranya yang masih muda, masalah motor besar (yang mayoritas dikendarai oleh usia 20-34 tahun)  adalah infrastruktur.   

Laporan  sangat detail tentang ini. Jalanan kita, pada dasarnya, dirancang untuk mobil (roda empat), dan sangat mematikan bagi roda dua.   

Bahaya spesifik yang diidentifikasi di 1995:

  1. Kualitas Permukaan Jalan: Bekas roda (ruts), lubang (potholes), dan kerikil.

  2. Marka Jalan: Marka cat termoplastik yang tebal, yang kita lihat setiap hari, dicatat bisa menjadi "sangat licin" (slippery) saat basah, terutama di dekat lampu merah.   

  3. Rel Pengaman (Safety Rails): Ini yang paling mengerikan. Laporan  menyatakan bahwa rel pengaman di sisi jalan tol "tidak berfungsi" untuk motor. Rel itu tidak menahan motor. Sebaliknya, pengendara dan penumpang "secara harfiah dihancurkan (crushed) ke rel." (Rekomendasi di halaman 83 adalah "memasang separator yang tidak terlalu membahayakan pengendara motor").   

Wawasan saya: Perencana kota tidak hanya gagal membantu pengendara motor; di banyak kasus, mereka secara aktif menciptakan bahaya yang mematikan bagi mereka melalui desain infrastruktur yang buruk.

Tiga Rekomendasi Abadi

Solusi untuk pengendara roda dua bermotor ini berfokus pada tiga hal yang—lagi-lagi—masih kita perdebatkan hari ini.

  • 💡 Pelatihan: Laporan  merekomendasikan "akses progresif" (progressive access) ke SIM motor—Anda harus mulai dari motor kecil dulu, punya pengalaman, baru diizinkan naik ke motor besar. Ini adalah ide yang sangat relevan dengan(https://test.diklatkerja.com/course/category/transportasi/)  yang berfokus pada kompetensi bertahap.   

  • 💡 Helm: Wajib untuk motor, dan laporan  sangat merekomendasikan untuk mewajibkannya juga bagi pengendara moped (yang di banyak negara saat itu masih opsional).   

  • 💡 Lampu: Wajib menyalakan lampu di siang hari (daytime running lights)  agar "terlihat".   

Kesimpulan: Apa yang Akan Saya Lakukan Secara Berbeda Besok Pagi

Membaca laporan 112 halaman dari tahun 1995 ini  adalah sebuah pengalaman yang melelahkan secara emosional. Ini seperti menemukan catatan dari kakek-nenek kita yang memperingatkan kita dengan sangat detail tentang lubang yang akan kita masuki, dan kita tetap melompat masuk ke lubang itu.   

Masalahnya, jelas, bukan kurangnya pengetahuan.

Solusinya sudah ada di atas meja pada tahun 1995, tertulis rapi dalam rekomendasi resmi : Zona 30 km/jam, helm, lampu siang hari, desain kendaraan yang aman, larangan "bull-bars" , pencegahan "oprek" moped , dan lisensi bertingkat.   

Laporan ini mengajarkan saya bahwa keselamatan di jalan bukanlah hanya tanggung jawab individu ("Ayo, lebih hati-hati!"). Keselamatan adalah masalah desain sistemik. Ini adalah tanggung jawab kolektif para desainer—desainer mobil, desainer moped, desainer jalan tol, dan desainer kota.

Jadi, apa yang akan saya lakukan secara berbeda?

Secara pribadi, saya akan lebih sadar. Sebagai pejalan kaki, saya akan memakai sesuatu yang cerah di malam hari. Sebagai pengemudi, saya akan lebih paranoid di persimpangan, berasumsi selalu ada sepeda atau motor di blind spot saya.

Secara profesional, ini adalah pengingat yang kuat. Jika Anda bekerja di bidang yang bersinggungan dengan ini—baik itu perencanaan kota, K3 Konstruksi , atau manajemen sumber daya manusia—memahami risiko adalah kuncinya. Ini bukan hanya tentang "mematuhi aturan"; ini tentang memahami desain sistem yang aman. Jika Anda tertarik pada dasar-dasarnya, ada(https://diklatkerja.com/course/dasar-dasar-manajemen-risiko/)  yang bisa menjadi titik awal yang baik.   

Laporan ini adalah bacaan teknis yang padat, penuh dengan tabel dan birokrasi. Tapi jika Anda seorang data nerd seperti saya, dan Anda ingin melihat data mentah di balik keluhan kita sehari-hari di jalan, laporan ini adalah harta karun.

(https://doi.org/10.1787/9789264181571-en)