Jalan untuk Pemulihan Wilayah: Dampak Sosial Ekonomi dari Pembangunan Jalan A465 di South Wales

Dipublikasikan oleh Marioe Tri Wardhana

27 Oktober 2025, 08.16

Mengapa Temuan Ini Penting untuk Kebijakan?

Pembangunan infrastruktur jalan sering dianggap sebagai langkah teknis untuk memperlancar transportasi. Namun, studi tentang proyek A465 Road Improvement Scheme di South Wales menunjukkan bahwa investasi publik dalam infrastruktur dapat menjadi alat strategis untuk pemulihan ekonomi wilayah dan pemerataan sosial.

Proyek A465, yang dibiayai oleh pemerintah Inggris dan Wales, bukan hanya memperbaiki jaringan transportasi, tetapi juga menciptakan dampak sosial ekonomi yang signifikan: peningkatan kesempatan kerja lokal, peningkatan pengeluaran masyarakat, dan revitalisasi ekonomi wilayah pasca-industri.

Bagi Indonesia, temuan ini sangat relevan. Proyek-proyek besar seperti Tol Trans Sumatera atau Jalan Nasional Papua dapat dioptimalkan sebagai motor pemulihan ekonomi daerah tertinggal, bukan sekadar proyek transportasi. Pemahaman semacam ini dapat diperkuat melalui berbagai pelatihan agar perencana kebijakan mampu mengukur manfaat sosial ekonomi dari proyek infrastruktur secara komprehensif.

Implementasi di Lapangan: Dampak, Hambatan, dan Peluang

Hasil studi menunjukkan beberapa dampak positif utama dari pembangunan A465 di South Wales:

  • Peningkatan kesempatan kerja lokal. Lebih dari 70% kontraktor dan subkontraktor berasal dari wilayah setempat, sehingga proyek ini memberikan efek langsung terhadap lapangan kerja lokal.

  • Meningkatnya daya beli masyarakat. Proyek memicu peningkatan konsumsi di bisnis lokal hingga 20% selama masa konstruksi.

  • Transfer keterampilan baru. Program pelatihan tenaga kerja di lokasi proyek meningkatkan kemampuan teknis masyarakat lokal.

  • Revitalisasi sosial. Keterlibatan komunitas dalam proyek memperkuat rasa kepemilikan dan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan wilayahnya.

Namun, implementasi proyek juga menghadapi hambatan yang sering terjadi dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia:

  1. Keterbatasan kebijakan pengadaan lokal. Banyak proyek nasional belum memiliki regulasi yang secara eksplisit mendorong penggunaan tenaga kerja atau bahan lokal.

  2. Kurangnya koordinasi antarinstansi. Perencanaan proyek sering terpisah dari strategi pembangunan ekonomi daerah.

  3. Minimnya sistem evaluasi sosial ekonomi. Banyak proyek hanya diukur berdasarkan kemajuan fisik, bukan manfaat sosial.

Meski demikian, peluang besar terbuka melalui integrasi kebijakan infrastruktur dengan pembangunan wilayah. Artikel seperti Perencanaan Transportasi dapat memperkuat kemampuan aparatur daerah untuk merancang proyek jalan yang berdampak sosial dan ekonomi jangka panjang.

5 Rekomendasi Kebijakan Praktis

  1. Terapkan Kebijakan “Local First” dalam Proyek Infrastruktur
    Pemerintah perlu mewajibkan minimal 50% tenaga kerja berasal dari wilayah sekitar proyek dan mendorong keterlibatan UMKM lokal dalam rantai pasok.

  2. Integrasikan Evaluasi Dampak Sosial Ekonomi dalam Setiap Proyek Jalan
    Setiap proyek infrastruktur nasional wajib disertai laporan dampak sosial ekonomi yang mengukur perubahan pendapatan, kesempatan kerja, dan kesejahteraan masyarakat.

  3. Kembangkan Skema Kemitraan Pemerintah–Komunitas (Public–Community Partnership)
    Melibatkan masyarakat dalam pengawasan proyek dapat memperkuat transparansi dan mendorong rasa kepemilikan terhadap hasil pembangunan.

  4. Gunakan Proyek Jalan sebagai Instrumen Pemulihan Ekonomi Pasca Krisis
    Seperti di South Wales, proyek infrastruktur dapat diarahkan untuk menyerap tenaga kerja terdampak krisis dan memperkuat ekonomi lokal.

  5. Perkuat Kapasitas SDM Daerah melalui Pelatihan Berbasis Bukti
    Meningkatkan kemampuan teknis dan analitis aparatur dalam menghubungkan kebijakan transportasi dengan pembangunan sosial ekonomi.

Kritik terhadap Potensi Kegagalan Kebijakan

Kebijakan pembangunan jalan dapat gagal jika fokusnya semata pada target konstruksi dan mengabaikan nilai tambah sosial ekonomi. Risiko yang mungkin muncul antara lain:

  • Proyek hanya memberikan manfaat jangka pendek selama masa konstruksi tanpa keberlanjutan ekonomi setelah selesai.

  • Kurangnya pelibatan masyarakat lokal menyebabkan resistensi sosial dan ketimpangan manfaat.

  • Evaluasi proyek tidak mengukur dampak nyata terhadap pengurangan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup.

Oleh karena itu, kebijakan infrastruktur harus bertransformasi dari “pembangunan untuk transportasi” menjadi “transportasi untuk pembangunan manusia”.

Penutup

Proyek jalan seperti A465 di South Wales membuktikan bahwa infrastruktur dapat menjadi alat strategis untuk pemulihan ekonomi wilayah dan pemberdayaan masyarakat lokal. Bagi Indonesia, model ini menawarkan pelajaran penting — bahwa setiap kilometer jalan yang dibangun harus diukur bukan hanya dengan panjang aspal, tetapi dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat di sekitarnya.

Dengan dukungan pelatihan dan kolaborasi lintas sektor dapat mengubah paradigma pembangunan infrastruktur menjadi instrumen transformasi sosial dan ekonomi yang berkeadilan.

Sumber

Bristow, G. & Morgan, K. (2019). A Road for Regional Recovery? The Socio-Economic Impacts of Local Spending on the A465 Road Improvement Scheme in South Wales. Cardiff University.