Insinyur Indonesia Diduga Curi Teknologi Jet Tempur KF-21 di Korsel, Kemlu RI: Tidak Ditahan

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani

15 Mei 2024, 07.45

Sumber: voi.id

JAKARTA - Kementerian Luar Negeri RI telah menjalin kontak dengan insinyur Indonesia yang sedang diselidiki aparat Korea Selatan terkait dugaan pencurian teknologi pesawat tempur dan memastikan mereka tidak ditahan.

“Pemerintah Indonesia saat ini sedang mengumpulkan semua informasi mengenai dugaan keterlibatan seorang insinyur Indonesia dalam kasus yang terkait dengan proyek kerja sama pesawat tempur KF-21 dengan Korea Aerospace Industry (KAI),” jelas juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Lalu M. Iqbal, Jumat 2 Februari.

“KBRI Seoul telah melakukan komunikasi dengan Kementerian Luar Negeri Korea dan instansi terkait Korea, guna mendalami lebih lanjut kasus tersebut,” lanjutnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pihak berwenang Korea Selatan sedang menyelidiki sejumlah insinyur Indonesia atas dugaan pencurian teknologi terkait jet tempur KF-21 yang sedang dikembangkan, kata berbagai sumber pada hari Jumat.

Para insinyur yang dikirim ke Korea Aerospace Industries (KAI) dicurigai menyimpan data pengembangan KF-21 di USB, menurut sumber di Defense Acquisition Program Administration (DAPA) dan Defense Intelligence Counter Command (DCC), mengutip The Korea Times.

Tim penyelidik dari Badan Intelijen Nasional dan DCC telah memeriksa data tersebut dan melarang para insinyur Indonesia untuk meninggalkan Korea Selatan.

“KBRI Seoul juga telah berkomunikasi langsung dengan insinyur Indonesia tersebut dan mengonfirmasi bahwa yang bersangkutan saat ini tidak ditahan,” kata Iqbal.

“Teknologi Indonesia telah terlibat dalam proyek bersama ini sejak tahun 2016 dan telah mengetahui prosedur kerja dan peraturan yang berlaku,” tambahnya.

Indonesia diketahui menjadi mitra proyek pengembangan jet tempur KF-21 dengan Korea Selatan. Dari total nilai proyek sekitar 8,8 triliun won atau sekitar Rp 100 triliun, Indonesia menanggung 20 persen pembiayaan proyek yang diluncurkan pada tahun 2015. Sejauh ini, Indonesia disebut telah membayar 278,3 miliar won.

Disadur dari: voi.id