Pentingnya Monitoring Kualitas Air Sungai Karang Mumus
Sungai Karang Mumus yang membelah Kota Samarinda, Kalimantan Timur, merupakan sumber daya air vital bagi kehidupan masyarakat dan aktivitas ekonomi di sekitarnya. Sungai ini tidak hanya berfungsi sebagai sumber air baku, tetapi juga menjadi tempat aktivitas industri rumahan seperti tahu dan tempe, pertanian, peternakan, pasar, serta permukiman padat di bantaran sungai. Namun, aktivitas tersebut berkontribusi terhadap penurunan kualitas air sungai yang berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar.
Penelitian oleh Pramaningsih et al. (2023) bertujuan untuk menghitung Indeks Kualitas Air (IKA) Sungai Karang Mumus dari hulu hingga hilir dan mengkaji dampaknya terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Kajian ini penting karena kualitas air sungai yang buruk dapat menyebabkan berbagai penyakit, terutama yang berhubungan dengan sanitasi dan bakteri patogen.
Pendekatan Kuantitatif dan Sampling Strategis
Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif untuk mengukur status mutu air berdasarkan parameter fisika, kimia, dan bakteriologis. Sampel air diambil di delapan titik strategis mulai dari hulu (Tanah Datar) hingga hilir (Jembatan Arif Rahman Hakim), dengan metode purposive sampling untuk memilih lokasi yang mewakili kondisi sungai dan potensi sumber pencemar.
Parameter yang diukur meliputi pH, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD), kebutuhan oksigen kimiawi (COD), total padatan tersuspensi (TSS), nitrat (NO3-N), total fosfat (T-Phosphat), dan fecal coliform (Fecal Coli). Selain itu, dilakukan wawancara terhadap 64 responden yang tinggal di bantaran sungai untuk mengidentifikasi dampak kesehatan yang dialami terkait penggunaan air sungai.
Status Mutu Air Sungai Karang Mumus dan Indeks Kualitas Air
Hasil pengukuran kualitas air menunjukkan variasi yang cukup signifikan sepanjang aliran sungai. Bagian hulu sungai (Tanah Datar) memiliki status mutu air yang tergolong baik dengan Indeks Pencemaran (IP) sebesar 0,82, memenuhi standar kualitas air kelas II (pH 4, TSS 47 mg/L, DO 4,25 mg/L, BOD 1,26 mg/L, COD 25,55 mg/L, nitrat 0,097 mg/L, fosfat 0,098 mg/L, fecal coliform 124 MPN/100 ml).
Namun, seiring aliran sungai ke bagian tengah dan hilir, status mutu air menurun menjadi cemar ringan hingga cemar berat. Contohnya, di Jembatan Perniagaan, IP mencapai 10,5, menunjukkan pencemaran berat dengan parameter yang melampaui baku mutu, seperti TSS 346,5 mg/L (batas 50 mg/L), DO 2,1 mg/L (batas minimum 4 mg/L), BOD 1,56 mg/L (batas 3 mg/L), COD 44,96 mg/L (batas 25 mg/L), dan fecal coliform sangat tinggi 505.820 MPN/100 ml (batas 1000 MPN/100 ml). Kondisi ini menunjukkan adanya beban pencemaran yang signifikan, terutama dari limbah domestik dan industri rumahan.
Secara keseluruhan, perhitungan Indeks Kualitas Air (IKA) Sungai Karang Mumus menunjukkan hasil 37,5 yang masuk kategori "kurang" menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 27 Tahun 2021. Dari delapan titik pengambilan sampel, hanya satu titik yang memenuhi syarat, dua titik cemar ringan, empat titik cemar sedang, dan satu titik cemar berat.
Studi Kasus: Dampak Kesehatan Masyarakat di Bantaran Sungai
Wawancara dengan 64 warga yang tinggal di bantaran Sungai Karang Mumus mengungkapkan dampak kesehatan yang signifikan akibat penggunaan air sungai yang tercemar. Sekitar 23,44% (15 orang) menderita diare, 6,25% (4 orang) mengalami disentri, dan 70,31% (45 orang) mengalami iritasi kulit. Penyakit diare dan disentri umumnya disebabkan oleh kontaminasi bakteri fecal coliform yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi di beberapa titik sungai, terutama di hilir.
Iritasi kulit yang tinggi dikaitkan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dan perilaku hidup bersih yang belum optimal. Banyak warga masih melakukan aktivitas mandi, cuci, dan kakus (MCK) langsung menggunakan air sungai tanpa pengolahan, sehingga risiko kontak dengan air tercemar sangat tinggi. Kondisi ini diperparah oleh kurangnya fasilitas sanitasi yang memadai dan pembuangan limbah domestik langsung ke sungai.
Analisis dan Diskusi: Faktor Penyebab dan Implikasi Kualitas Air
Penurunan kualitas air Sungai Karang Mumus terutama disebabkan oleh aktivitas manusia di bantaran sungai, seperti pembuangan limbah rumah tangga, limbah industri tahu dan tempe, pasar, rumah pemotongan hewan, serta kepadatan pemukiman. Parameter BOD dan COD yang tinggi menandakan tingginya bahan organik yang membebani oksigen terlarut di sungai, sehingga mengganggu ekosistem perairan.
Konsentrasi fecal coliform yang sangat tinggi di beberapa titik menunjukkan pencemaran biologis yang serius, yang berisiko menularkan penyakit berbasis air (waterborne diseases) seperti diare dan disentri. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian lain yang menunjukkan korelasi erat antara kualitas air yang buruk dan kejadian penyakit di masyarakat bantaran sungai.
Selain itu, fenomena backwater dari Sungai Mahakam yang mempengaruhi aliran Sungai Karang Mumus pada waktu pasang surut juga berkontribusi pada akumulasi polutan di hilir. Kondisi ini memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaan sungai agar pencemaran tidak semakin parah.
Nilai Tambah dan Hubungan dengan Tren Pengelolaan Lingkungan
Penelitian ini memberikan gambaran komprehensif mengenai hubungan antara kualitas air sungai dan kesehatan masyarakat di daerah perkotaan dengan aktivitas padat. Hal ini relevan dengan tren global pengelolaan sumber daya air yang mengedepankan prinsip pengelolaan terpadu dan partisipasi masyarakat.
Strategi pengendalian pencemaran yang diusulkan meliputi pengurangan beban pencemaran melalui pengelolaan limbah domestik dan industri, peningkatan fasilitas sanitasi seperti Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal, serta edukasi masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Pendekatan ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) terkait air bersih dan sanitasi (Goal 6) serta kesehatan masyarakat (Goal 3).
Kesimpulan dan Rekomendasi
- Indeks Kualitas Air Sungai Karang Mumus secara keseluruhan masuk kategori kurang dengan satu titik memenuhi syarat, dua cemar ringan, empat cemar sedang, dan satu cemar berat.
- Penurunan kualitas air terutama disebabkan oleh limbah domestik dan industri rumah tangga yang dibuang langsung ke sungai tanpa pengolahan.
- Dampak kesehatan yang signifikan di masyarakat bantaran sungai meliputi diare (23,44%), disentri (6,25%), dan iritasi kulit (70,31%).
- Pengelolaan pencemaran air harus melibatkan pemerintah, industri, dan masyarakat secara bersama-sama dengan fokus pada pengelolaan limbah, penyediaan fasilitas sanitasi, dan edukasi kesehatan.
- Monitoring kualitas air secara rutin dan penegakan regulasi sangat penting untuk menjaga kualitas air dan kesehatan masyarakat.
Penelitian ini menjadi dasar penting bagi pengambil kebijakan dan pengelola lingkungan untuk merancang program pengendalian pencemaran air yang efektif dan berkelanjutan di Sungai Karang Mumus dan daerah serupa.
Sumber:
Pramaningsih, V., Yuliawati, R., Sukisman, S., Hansen, H., Suhelmi, R., & Daramusseng, A. (2023). Indek Kualitas Air dan Dampak terhadap Kesehatan Masyarakat Sekitar Sungai Karang Mumus, Samarinda. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 22(3), 313–319.