Implementasi Circular Economy dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan di Rusia: Dinamika Reformasi, Indeks CEDI, dan Tantangan Kebijakan di Sverdlovskaya Oblast

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

31 Desember 2025, 18.35

1. Pendahuluan

Perubahan paradigma pengelolaan sampah di Rusia lahir dari ketegangan antara kebutuhan modernisasi sistem layanan publik dan tuntutan global menuju circular economy. Reformasi yang digulirkan pemerintah tidak hanya berfokus pada perbaikan teknis pengumpulan dan pengangkutan sampah, tetapi juga pada upaya membangun kembali logika sistem: dari pembuangan akhir menuju pengelolaan sumber daya. Dalam konteks tersebut, pengembangan Circular Economy Development Index (CEDI) hadir sebagai instrumen untuk membaca sejauh mana kebijakan, infrastruktur, dan praktik masyarakat bergerak ke arah sistem material yang lebih sirkular.

Sverdlovskaya Oblast menjadi salah satu wilayah yang menarik untuk diamati karena posisinya sebagai kawasan industri besar sekaligus pusat urban dengan dinamika timbulan sampah yang kompleks. Upaya implementasi reformasi persampahan di wilayah ini memperlihatkan realitas transisi yang tidak selalu mulus. Di satu sisi, terdapat dorongan kebijakan untuk memperluas pengumpulan terpisah, mendorong fasilitas pemilahan, dan mengurangi beban landfill. Di sisi lain, struktur kelembagaan, kualitas layanan, serta kesenjangan antara perencanaan dan pelaksanaan masih menjadi tantangan nyata di lapangan.

Pendekatan pengukuran melalui CEDI memberikan perspektif berbeda dibanding sekadar melihat capaian volume daur ulang atau penurunan timbulan. Indeks tersebut mencoba menautkan dimensi teknis, ekonomi, kebijakan, dan perilaku publik dalam satu kerangka evaluasi. Dengan demikian, circular economy tidak dipahami sebagai kumpulan proyek atau infrastruktur, melainkan sebagai proses transformasi sistemik yang berlangsung bertahap dan sering kali asimetris antar wilayah.

Melalui kacamata ini, pengalaman Sverdlovskaya Oblast memperlihatkan bahwa transisi menuju circular economy merupakan proses yang terbentuk dari interaksi kebijakan nasional, kapasitas pemerintah daerah, kesiapan industri pengolahan material, serta respons masyarakat terhadap perubahan pola pengelolaan sampah. Realitas tersebut menghadirkan ruang analisis yang kaya: circularity tidak sekadar tujuan lingkungan, tetapi juga cerminan dinamika reformasi layanan publik dan tata kelola sumber daya di tingkat regional.

 

2. Circular Economy, Reformasi Pengelolaan Sampah, dan Relevansi Indeks CEDI

Gagasan circular economy dalam konteks persampahan perkotaan di Rusia berangkat dari kesadaran bahwa sistem pembuangan berbasis landfill tidak lagi memadai, baik secara lingkungan maupun ekonomi. Reformasi diarahkan untuk membangun rantai pengelolaan yang lebih terstruktur: pengumpulan terpilah, pemrosesan material bernilai, pengurangan residu, dan peningkatan transparansi pengelolaan. Namun, laju perubahan tidak seragam, sehingga diperlukan alat ukur yang mampu menangkap variasi kemajuan di berbagai wilayah.

a. Circular economy sebagai arah transformasi sistem, bukan sekadar target teknis

Pendekatan circular economy di wilayah seperti Sverdlovskaya Oblast diposisikan bukan hanya sebagai program pengurangan sampah, tetapi sebagai kerangka transformasi hubungan antara produksi, konsumsi, dan pengelolaan residu. Yang berubah bukan hanya aliran material, tetapi juga cara institusi, pelaku industri, dan masyarakat memahami nilai dari sisa produksi dan konsumsi.

Dalam kerangka tersebut, keberhasilan tidak dapat diukur hanya dari peningkatan fasilitas pengolahan atau volume material yang dipulihkan. Yang lebih penting adalah bagaimana elemen-elemen sistem mulai terkoneksi: insentif ekonomi, regulasi, perilaku pemilahan, dan kapasitas pengelolaan pasca-pemrosesan.

b. Indeks CEDI sebagai instrumen pembacaan tingkat kedewasaan circular economy

Pengembangan CEDI memberikan cara baru untuk melihat kemajuan transisi. Alih-alih menilai satu indikator tunggal, indeks ini menggabungkan berbagai dimensi seperti tingkat pemilahan sumber, proporsi pemrosesan, kesiapan infrastruktur, efektivitas kebijakan, serta aspek ekonomi pengelolaan material sekunder. Melalui pendekatan ini, circular economy dipahami sebagai fenomena multi-lapis, di mana kemajuan pada satu elemen tidak selalu diikuti oleh kemajuan pada elemen lain.

Di Sverdlovskaya Oblast, CEDI berperan sebagai cermin yang memperlihatkan celah antara visi kebijakan dan realitas implementasi. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa perkembangan circularity lebih menyerupai mosaik—beragam, fragmentaris, dan bergantung pada konteks lokal.

c. Ketegangan antara ambisi kebijakan dan kapasitas implementasi di tingkat regional

Transisi menuju circular economy di wilayah ini menunjukkan bahwa reformasi teknokratis tidak otomatis menghasilkan perubahan struktural. Infrastruktur baru, skema kontrak operator, serta regulasi pembuangan residu tetap membutuhkan dukungan kelembagaan, pendanaan stabil, dan penerimaan sosial. Dalam praktiknya, tantangan muncul ketika kebijakan mendorong percepatan perubahan, sementara kesiapan aktor lokal, industri daur ulang, dan sistem logistik belum sepenuhnya sejalan.

Di titik inilah circular economy tidak hanya tampil sebagai proyek lingkungan, tetapi sebagai proses politik-administratif yang melibatkan negosiasi kepentingan, keterbatasan kapasitas, dan dinamika ekonomi regional. CEDI membantu memetakan ketegangan tersebut secara terukur, sehingga reformasi tidak berhenti pada deklarasi kebijakan, tetapi dapat dievaluasi berdasarkan kondisi faktual di lapangan.

 

3. Implementasi Reformasi Pengelolaan Sampah di Sverdlovskaya Oblast: Antara Desain Sistem dan Realitas Operasional

Ketika reformasi persampahan mulai dijalankan di Sverdlovskaya Oblast, harapan utama terletak pada kemampuan sistem baru untuk memperbaiki praktik yang selama ini bergantung pada landfill. Skema operator regional, perencanaan fasilitas pemrosesan, serta program peningkatan pemilahan sumber dihadirkan sebagai instrumen pembuka jalan menuju circular economy. Namun, perjalanan implementasi memperlihatkan bahwa perubahan sistemik tidak pernah berlangsung secara linear. Modernisasi infrastruktur berjalan berdampingan dengan problem koordinasi, ketidakseimbangan kapasitas, dan kesenjangan antara wilayah yang terlayani dan wilayah yang tertinggal.

a. Perluasan pengumpulan dan pemrosesan yang belum sebanding dengan peningkatan kualitas layanan

Di atas kertas, reformasi mendorong peningkatan cakupan layanan dan pengembangan fasilitas pemrosesan material. Akan tetapi, dalam praktiknya, sebagian wilayah masih menghadapi permasalahan klasik: keterlambatan pengangkutan, inkonsistensi pemilahan, dan minimnya fasilitas pendukung di tingkat rumah tangga maupun kawasan permukiman. Pemilahan yang diperkenalkan sebagai elemen kunci circular economy sering kali berhenti pada level simbolik ketika rantai pemrosesan di hilir belum sepenuhnya siap menerima material terpilah secara konsisten.

Situasi ini memperlihatkan adanya jeda antara perubahan perilaku yang diharapkan pada masyarakat dan kesiapan sistem pengelolaan material setelah pengumpulan. Circularity, dalam konteks tersebut, tidak hanya ditentukan oleh kemauan warga memilah, tetapi juga oleh keandalan infrastruktur yang memastikan material benar-benar mengalir ke proses pemulihan nilai.

b. Peran operator regional sebagai pengatur sistem yang berada di bawah tekanan struktural

Model pengelolaan baru menempatkan operator regional sebagai aktor utama penghubung antara pemerintah daerah, masyarakat, dan fasilitas pengolahan. Namun, posisi ini sekaligus membuat operator berada di tengah berbagai tekanan: kewajiban kontraktual, keterbatasan biaya, tuntutan peningkatan kualitas layanan, serta fluktuasi nilai material sekunder di pasar.

Dalam kondisi seperti itu, prioritas operasional sering kali lebih condong pada pemenuhan kewajiban dasar pengumpulan dan pembuangan residu, sementara agenda penguatan pemrosesan material terpilah bergerak lebih lambat. Circular economy akhirnya berjalan dalam logika kompromi — bergerak maju, tetapi tertahan oleh realitas finansial dan institusional.

c. Ketimpangan spasial sebagai cerminan transformasi yang tidak merata

Pengalaman Sverdlovskaya Oblast juga menunjukkan bahwa kemajuan reformasi tidak terdistribusi secara merata. Wilayah perkotaan dengan kepadatan tinggi dan kedekatan ke fasilitas pengolahan cenderung mencatat capaian lebih baik dibanding permukiman kecil atau kawasan pinggiran. Perbedaan akses ini membentuk pola circularity yang tidak homogen: sebagian wilayah telah memasuki fase transisi, sementara wilayah lain masih terjebak dalam praktik pengelolaan lama.

Ketimpangan ini menegaskan bahwa circular economy pada tingkat regional tidak dapat dilepaskan dari faktor spasial. Jarak, kepadatan aktivitas, dan struktur ekonomi lokal memberi pengaruh besar terhadap keberhasilan penerapan sistem baru.

 

4. Hasil Pengukuran CEDI dan Pembacaan Kritis atas Kesenjangan Circularity

Ketika hasil pengukuran CEDI diterapkan pada Sverdlovskaya Oblast, gambaran yang muncul bukanlah narasi kemajuan tunggal, melainkan peta transisi yang berlapis. Indeks tersebut memperlihatkan bahwa kemajuan di satu dimensi tidak selalu berjalan seiring dengan dimensi lain. Sistem mungkin menunjukkan peningkatan pada aspek kebijakan atau cakupan layanan, tetapi tertinggal pada kualitas pemrosesan material, efektivitas pemilahan, atau daya dukung ekonomi sirkular.

a. Circularity sebagai kemajuan parsial, bukan lonjakan struktural

Nilai CEDI di wilayah ini menegaskan bahwa reformasi berhasil mendorong perubahan awal — terutama pada ranah kelembagaan dan kerangka regulasi. Namun, perubahan tersebut belum sepenuhnya terkonversi menjadi peningkatan signifikan pada tingkat pemrosesan material dan pengurangan ketergantungan landfill. Circular economy bergerak maju, tetapi dalam bentuk serpihan kemajuan parsial yang masih memerlukan konsolidasi sistemik.

b. Indeks sebagai alat refleksi atas jarak antara desain kebijakan dan praktik lapangan

Hasil CEDI membantu membuka jarak yang sebelumnya tersembunyi antara ambisi kebijakan dan performa operasional. Melalui pengukuran terstruktur, terlihat bahwa elemen-elemen seperti penerapan pemilahan, pemanfaatan fasilitas pengolahan, dan efektivitas rantai pasok material belum sepenuhnya berjalan beriringan. Dengan demikian, indeks tidak hanya berfungsi sebagai alat evaluasi, tetapi juga sebagai mekanisme refleksi kebijakan.

c. Tantangan membangun konektivitas antar-elemen sistem sebagai syarat circularity

Pembacaan atas CEDI memperlihatkan bahwa tantangan utama bukan terletak pada ketiadaan infrastruktur atau kebijakan, melainkan pada lemahnya konektivitas antar-elemen sistem. Pemilahan di hulu tidak selalu bertemu dengan pemrosesan yang memadai di hilir, sementara fasilitas pengolahan tidak selalu didukung oleh aliran material yang stabil. Circular economy, dalam pengertian ini, bergantung pada kemampuan menyatukan potongan elemen yang telah ada agar membentuk sistem yang bekerja secara utuh.

 

5. Refleksi Strategis atas Posisi Sverdlovskaya Oblast dalam Transisi Circular Economy

Pembacaan terhadap dinamika reformasi dan hasil pengukuran CEDI membawa kita pada pemahaman yang lebih jernih mengenai posisi Sverdlovskaya Oblast dalam lintasan circular economy. Wilayah ini berada pada tahap di mana elemen-elemen dasar sistem telah dibangun, tetapi hubungan antar elemen belum sepenuhnya solid. Perubahan sedang berlangsung, namun tetap berada di bawah bayang-bayang kompromi antara ambisi kebijakan dan batas operasional.

a. Circular economy sebagai proses konsolidasi, bukan percepatan instan

Situasi di wilayah ini menunjukkan bahwa circular economy tidak dapat dipaksakan melalui lonjakan kebijakan tiba-tiba. Reformasi memerlukan fase konsolidasi: memperkuat kualitas layanan dasar, memastikan kestabilan pembiayaan, dan membangun kepercayaan publik terhadap sistem baru. Tanpa fondasi tersebut, upaya percepatan justru berisiko melahirkan praktik simbolik yang tidak terhubung dengan transformasi nyata di lapangan.

b. Pentingnya tata kelola multi-aktor dalam memperkuat rantai circularity

Salah satu pelajaran penting dari pengalaman Sverdlovskaya Oblast adalah bahwa circular economy tidak dapat berjalan hanya melalui intervensi pemerintah atau operator layanan. Keberlanjutan sistem sangat bergantung pada kolaborasi lintas aktor—mulai dari industri pengolahan material, sektor informal, dunia usaha, hingga masyarakat pengguna layanan. Tanpa koordinasi yang jelas, potensi nilai material akan berhenti di titik pengumpulan dan tidak pernah kembali masuk ke siklus ekonomi.

c. Perluasan kapasitas sistem sebagai agenda jangka menengah

Refleksi dari CEDI menunjukkan bahwa agenda utama ke depan bukan sekadar menambah fasilitas baru, melainkan mengoptimalkan keterhubungan antar komponen sistem. Peningkatan kapasitas logistik, penguatan integrasi antara pemilahan dan pemrosesan, serta pembentukan mekanisme pasar material sekunder yang lebih stabil menjadi kunci agar circular economy tidak berhenti pada level deklaratif.

 

6. Implikasi Kebijakan dan Arah Pengembangan Circular Economy Regional

Dari pengalaman Sverdlovskaya Oblast, muncul sejumlah implikasi kebijakan yang relevan bagi wilayah lain dengan karakteristik serupa. Circular economy ternyata membutuhkan kerangka regulasi yang tidak hanya menekankan kewajiban teknis, tetapi juga mendorong keberlanjutan ekonomi, transparansi pengelolaan, dan penyelarasan kepentingan antaraktor.

a. Kebijakan sebagai instrumen penjembatan antara target lingkungan dan realitas ekonomi

Kebijakan persampahan perlu dirancang bukan semata sebagai alat tekanan, tetapi sebagai mekanisme yang memungkinkan sistem bertumbuh. Insentif untuk pemrosesan material, dukungan pembiayaan infrastruktur, dan skema tarif yang realistis dapat membantu operator dan pelaku industri menjalankan fungsi circularity tanpa terjebak dalam beban finansial yang berlebihan.

b. Perlunya integrasi indikator evaluasi dalam siklus perencanaan

CEDI memperlihatkan bahwa pengukuran bukan sekadar aktivitas pelaporan, melainkan sarana pembelajaran kebijakan. Ketika hasil indeks diintegrasikan ke dalam perencanaan, pemerintah daerah memiliki landasan lebih objektif untuk menentukan prioritas: wilayah mana yang memerlukan intervensi, elemen mana yang perlu diperkuat, dan sejauh mana perubahan benar-benar terjadi.

c. Circular economy sebagai agenda reformasi berkelanjutan, bukan proyek temporer

Pengalaman wilayah ini mengingatkan bahwa circular economy tidak akan berkembang jika diperlakukan sebagai program jangka pendek. Ia membutuhkan kesinambungan kebijakan, stabilitas pembiayaan, serta mekanisme adaptasi yang memungkinkan sistem berevolusi seiring perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan teknologi.

 

7. Nilai Tambah Analitis: Circular Economy sebagai Cermin Relasi antara Kebijakan, Infrastruktur, dan Perilaku Publik

Pengalaman Sverdlovskaya Oblast memperlihatkan bahwa circular economy pada level regional sesungguhnya berfungsi sebagai cermin dari hubungan antara kebijakan, kapasitas infrastruktur, dan respons masyarakat. Setiap elemen bergerak dengan ritme berbeda, dan ketidaksinkronan di antara ketiganya membentuk wajah transisi yang timpang — sekaligus membuka ruang pembelajaran yang penting bagi penguatan sistem.

a. Reformasi teknis yang membutuhkan legitimasi sosial

Modernisasi pengelolaan sampah—baik melalui pengumpulan terpilah maupun pengembangan fasilitas pemrosesan—baru memperoleh makna ketika masyarakat percaya bahwa perubahan tersebut membawa manfaat nyata. Ketika warga melihat material yang telah dipilah tetap berakhir di landfill, kepercayaan sosial melemah dan partisipasi publik ikut menurun. Di titik ini, circular economy tidak lagi sekadar proyek infrastruktur, tetapi proses membangun kredibilitas kebijakan di mata pengguna layanan.

b. Infrastruktur sebagai prasyarat konsistensi perilaku

Kesediaan masyarakat untuk memilah sampah bergantung pada sejauh mana sistem di hilir bekerja secara konsisten. Tanpa rantai pemrosesan yang andal, praktik pemilahan mudah berubah menjadi beban tambahan tanpa imbal balik yang jelas. Pengalaman wilayah ini menegaskan bahwa perubahan perilaku hanya dapat bertahan ketika infrastruktur menyediakan kepastian aliran material—dari rumah tangga hingga fasilitas pengolahan.

c. Circular economy sebagai arena pembelajaran institusional

Transisi di Sverdlovskaya Oblast menunjukkan bahwa kegagalan parsial atau kemajuan yang tidak merata bukan semata kelemahan sistem, melainkan bagian dari proses pembelajaran institusional. Pemerintah daerah, operator, dan pelaku industri memperoleh pengalaman empiris mengenai batas kapasitas, kebutuhan integrasi, dan logika pasar material sekunder. Dari sinilah fondasi kebijakan yang lebih realistis dan kontekstual mulai terbentuk.

 

8. Kesimpulan

Perjalanan transisi pengelolaan sampah di Sverdlovskaya Oblast memperlihatkan bahwa circular economy tidak hadir sebagai lompatan drastis, melainkan sebagai proses bertahap yang dibentuk oleh kompromi antara ambisi kebijakan, kondisi infrastruktur, dan realitas sosial-ekonomi wilayah. Reformasi telah membuka ruang perubahan—membangun kerangka kelembagaan baru, memperluas cakupan layanan, dan memperkenalkan praktik pemilahan—namun konektivitas antar elemen sistem masih menjadi tantangan utama.

Hasil pengukuran melalui CEDI memberikan gambaran objektif mengenai posisi transisi tersebut: kemajuan terjadi secara parsial, fragmentaris, dan belum sepenuhnya terkonsolidasi menjadi transformasi struktural. Circular economy di wilayah ini bergerak maju, tetapi memerlukan penguatan integrasi antara hulu dan hilir pengelolaan material, kestabilan mekanisme pembiayaan, serta dukungan kebijakan yang mendorong keberlanjutan ekonomi sistem sirkular.

Dari perspektif yang lebih luas, pengalaman Sverdlovskaya Oblast menunjukkan bahwa circular economy pada tingkat regional bukan sekadar agenda lingkungan, melainkan bagian dari proses reformasi tata kelola layanan publik. Masa depan transisi akan sangat ditentukan oleh kemampuan sistem untuk membangun kepercayaan sosial, memperkuat kapasitas operasional, dan menyatukan potongan elemen yang sudah ada menjadi jaringan pengelolaan material yang benar-benar bekerja secara sirkular.

 

Daftar Pustaka
Kudryavtseva, A., & Ghosh, S. K. (2023). Measuring Circular Economy Progress in Municipal Waste Management: The CEDI Approach and Regional Reform Experience in Russia. Dalam S. K. Ghosh (Ed.), Circular Economy Development Index. Springer Singapore.

OECD. (2020). Waste Management and the Circular Economy in Selected OECD Countries.

European Environment Agency. (2019). The Circular Economy and Municipal Waste Systems.

World Bank. (2018). What a Waste 2.0: A Global Snapshot of Solid Waste Management.