Krisis Air dan Hak Asasi di Perbatasan Afghanistan-Iran
Kawasan Asia Barat Daya, khususnya sepanjang Sungai Helmand yang membentang dari Afghanistan ke Iran, menjadi panggung konflik air lintas negara yang telah berlangsung lebih dari satu abad. Paper ini mengupas secara mendalam bagaimana konflik pengelolaan Sungai Helmand berdampak pada pemenuhan hak asasi manusia atas air bagi jutaan penduduk di kedua negara, serta menelaah instrumen hukum nasional dan internasional yang dapat menjadi solusi damai dan berkeadilan.
Latar Belakang: Sungai Helmand, Sumber Kehidupan dan Sumber Konflik
Data dan Fakta Kunci
- Helmand River: Mengalir sepanjang 1.150 km dari pegunungan Hindu Kush di Afghanistan ke Delta Sistan di Iran.
- Debit rata-rata: 2.200 juta m³/tahun.
- Penduduk terdampak: Lebih dari 400.000 jiwa di provinsi Sistan dan Baluchestan, Iran, serta ratusan ribu petani dan komunitas adat di Afghanistan.
- Penggunaan air: 93% air Sungai Helmand di Afghanistan digunakan untuk irigasi pertanian, sisanya untuk kebutuhan domestik, industri, dan pembangkit listrik.
- Dampak kekurangan air: Penurunan produksi pertanian, migrasi petani ke kota, kematian ternak, peningkatan biaya air dan pangan, desertifikasi, badai pasir, dan kerusakan ekosistem Danau Hamoun.
Sejarah Konflik dan Upaya Penyelesaian
Kronologi Perjanjian dan Sengketa
- 1900-an: Perselisihan dimulai, Afghanistan menganggap Helmand sebagai sungai domestik, Iran menuntut hak atas aliran lintas batas.
- Perjanjian 1950 & 1973: Afghanistan dan Iran menandatangani Helmand Water Agreement, mengatur alokasi air minimum ke Iran. Namun, implementasi sering mandek akibat instabilitas politik dan pembangunan dam di hulu (Kajaki, Kamal Khan).
- 2001–2013: Iran mengadukan pemblokiran aliran air oleh Afghanistan ke PBB. Afghanistan menegaskan kebutuhan air untuk pertanian dan energi nasional.
- 2019: Negosiasi baru menghasilkan kesepakatan pemasangan alat ukur debit air, namun distribusi tetap tidak stabil.
Analisis Hukum Nasional: Hak Atas Air di Iran dan Afghanistan
Iran
- Konstitusi: Tidak secara eksplisit menyebut hak atas air, namun Pasal 45 menyatakan air sebagai milik publik di bawah kendali negara.
- Charter on Citizens’ Rights (2016): Mengakui hak atas kehidupan layak, termasuk akses air bersih dan lingkungan sehat (Pasal 2 & 113).
- Fair Distribution of Water Act (1983): Menetapkan kepemilikan publik atas air, pengelolaan oleh Kementerian Energi, dan prioritas penggunaan domestik.
- Civil Code: Pasal 149-150 mengatur hak akses air untuk konsumsi pribadi.
Afghanistan
- Konstitusi: Tidak eksplisit menyebut hak atas air, namun Pasal 9 menegaskan kewajiban negara mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
- Civil Code: Menyatakan air sebagai milik publik, setiap orang berhak mengairi lahan pribadi selama tidak merugikan kepentingan umum.
- Water Act: Prioritas utama alokasi air untuk kebutuhan domestik dan minum, diikuti pertanian, industri, dan energi. Pemerintah wajib melindungi dan mengelola air sebagai sumber daya bersama.
Studi Kasus: Dampak Krisis Air di Sistan dan Baluchestan, Iran
- Penduduk: >400.000 jiwa sangat bergantung pada air Helmand untuk konsumsi, irigasi, dan sanitasi.
- Krisis 2002–2013: Penurunan aliran air akibat pembangunan dam di Afghanistan menyebabkan Danau Hamoun mengering, produksi pertanian turun drastis, ribuan petani bermigrasi, dan terjadi badai pasir hebat.
- Ekosistem: Hilangnya air mengancam keanekaragaman hayati, kematian massal satwa liar, dan rusaknya sistem danau-wetland yang menopang ekonomi lokal.
- Akses air: Banyak desa harus mengandalkan air tangki keliling atau membeli air dengan harga mahal, meningkatkan beban ekonomi masyarakat miskin.
Instrumen Hukum Internasional dan Prinsip Kunci
Hak Atas Air di Kancah Internasional
- Resolusi PBB 2010: Hak atas air minum yang aman dan sanitasi diakui sebagai hak asasi manusia.
- General Comment No. 15 (CESCR, 2002): Negara wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas air, baik di dalam maupun lintas batas.
- Prinsip-prinsip utama:
- Equitable and Reasonable Use: Setiap negara berhak menggunakan air lintas batas secara adil, mempertimbangkan kebutuhan vital negara lain.
- No-Harm Principle: Negara tidak boleh menyebabkan kerugian signifikan pada negara lain akibat pengelolaan air.
- Duty to Consult & Information Exchange: Negara wajib berkonsultasi dan berbagi data sebelum mengambil tindakan yang berdampak pada negara lain.
- Prioritas Kebutuhan Dasar: Dalam konflik penggunaan air, kebutuhan dasar manusia (drinking water, sanitasi, pangan) harus diutamakan.
Perjanjian dan Standar Relevan
- Helmand Water Treaty (1973): Afghanistan wajib tidak mengurangi hak air Iran secara total maupun parsial.
- UN Convention on the Law of the Non-navigational Uses of International Watercourses (1997): Menekankan prinsip equitable use, no-harm, dan konsultasi.
- Berlin Rules (2004): Prioritas utama alokasi air untuk kebutuhan vital manusia.
Kewajiban Ekstrateritorial: Tanggung Jawab Lintas Negara
Paper ini menyoroti bahwa pelanggaran hak atas air di negara hilir (Iran) akibat tindakan negara hulu (Afghanistan) dapat menimbulkan tanggung jawab internasional. Negara hulu wajib:
- Tidak menghalangi aliran air yang menjadi kebutuhan dasar negara hilir.
- Menghindari pembangunan infrastruktur (dam, kanal) yang merugikan hak hidup dan ekonomi masyarakat di negara lain.
- Melakukan konsultasi, berbagi data, dan transparansi dalam pengelolaan sungai lintas batas.
Studi Perbandingan: Praktik Global dalam Penyelesaian Konflik Air
- Kasus AS-Meksiko (Sungai Colorado): Mekanisme komisi bersama, revisi berkala perjanjian, dan sistem monitoring debit air berhasil mengurangi konflik dan meningkatkan keadilan distribusi.
- Perjanjian Mekong: Penetapan minimum environmental flow dan kewajiban konsultasi lintas negara sebagai syarat pembangunan dam baru.
- India-Nepal (Mahakali Treaty): Penekanan pada kerjasama teknis, monitoring bersama, dan prioritas kebutuhan domestik.
Solusi dan Rekomendasi Kebijakan
1. Revisi dan Penguatan Perjanjian 1973
Perjanjian Helmand perlu diperbarui agar lebih responsif terhadap perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan kebutuhan ekologis. Komisi Delta Helmand harus diaktifkan dengan mandat yang jelas dan transparan.
2. Penguatan Infrastruktur dan Pengelolaan Bersama
Investasi bersama dalam pembangunan kanal, sistem irigasi efisien, dan pemantauan debit air akan mengurangi pemborosan dan meningkatkan keadilan distribusi.
3. Implementasi Integrated Water Resources Management (IWRM)
Pendekatan IWRM yang melibatkan kedua negara, masyarakat lokal, dan komunitas internasional dapat memaksimalkan manfaat ekonomi, sosial, dan ekologi tanpa mengorbankan hak dasar manusia.
4. Prioritaskan Hak Atas Air dalam Setiap Kebijakan
Setiap kebijakan, baik nasional maupun bilateral, harus menempatkan hak atas air sebagai prioritas utama, di atas kepentingan ekonomi atau politik jangka pendek.
5. Transparansi dan Partisipasi Publik
Kedua negara harus membuka akses data, melibatkan masyarakat terdampak dalam pengambilan keputusan, dan membangun sistem monitoring bersama yang dapat diaudit secara independen.
Analisis Kritis dan Opini
Kelebihan Paper
- Pendekatan komprehensif: Menggabungkan analisis hukum nasional, internasional, dan studi kasus nyata.
- Penekanan pada hak asasi manusia: Tidak sekadar membahas konflik air sebagai isu teknis, tapi menempatkan hak hidup dan kesejahteraan manusia sebagai inti solusi.
- Solusi aplikatif: Rekomendasi berbasis praktik global dan prinsip hukum internasional.
Kritik dan Tantangan
- Implementasi di lapangan: Meski prinsip hukum jelas, realisasi di kawasan yang rawan konflik dan instabilitas politik tetap menjadi tantangan besar.
- Kurangnya data kuantitatif: Paper ini bisa lebih kuat dengan menambahkan data terbaru tentang debit air, dampak ekonomi, dan jumlah penduduk terdampak secara lebih rinci.
- Peran masyarakat lokal: Keterlibatan komunitas lokal dalam negosiasi dan pengawasan masih minim, padahal mereka yang paling terdampak.
Hubungan dengan Tren Global
Konflik air lintas negara kini menjadi isu strategis di banyak kawasan dunia. Paper ini sangat relevan dengan tren global menuju pengakuan hak atas air sebagai hak asasi, integrasi IWRM, dan pentingnya tata kelola kolaboratif dalam menghadapi perubahan iklim dan pertumbuhan penduduk.
Kesimpulan: Hak Atas Air, Keadilan, dan Masa Depan Sungai Helmand
Paper ini menegaskan bahwa penyelesaian konflik air Helmand harus menempatkan hak atas air sebagai prioritas utama, di atas kepentingan politik atau ekonomi sempit. Kerjasama, transparansi, dan pembaruan perjanjian berbasis prinsip keadilan dan hak asasi manusia adalah kunci menuju solusi damai dan berkelanjutan. Pengalaman Helmand dapat menjadi pelajaran penting bagi negara lain yang menghadapi tantangan serupa di era krisis air global.
Sumber Artikel
Farnaz Shirani Bidabadi and Ladan Afshari, ‘Human Right to Water in the Helmand Basin: Setting a Path for the Conflict Settlement between Afghanistan and Iran’ (2020) 16(2) Utrecht Law Review pp. 150–162.