Hambatan Perdagangan Kenya 2025: Tarif Tinggi, PVoC yang Membebani, Pembatasan SPS, Preferensi Lokal, dan Dominasi BUMN

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

04 Desember 2025, 14.33

Kenya adalah ekonomi terbesar di Afrika Timur dan pintu masuk utama bagi arus perdagangan menuju kawasan EAC (East African Community). Namun, struktur kebijakan perdagangannya menunjukkan campuran antara tarif tinggi, proses kepabeanan yang lamban, sistem verifikasi pra-ekspor yang mahal, hambatan SPS yang tidak selaras dengan standar internasional, serta preferensi domestik kuat dalam pengadaan pemerintah.

Struktur Tarif: Banding Tinggi dan Sensitivitas Agrikultur

Kenya menerapkan tarif MFN rata-rata 13,8%, relatif tinggi di antara negara berkembang, dengan rincian:

  • 24,7% untuk produk agrikultur,

  • 12,0% untuk non-agrikultur.

Kenya menggunakan tarif EAC CET empat band:

  1. 0% untuk bahan baku,

  2. 10% untuk input olahan,

  3. 25% untuk produk jadi,

  4. 35% untuk produk “strategis”.

Namun, banyak komoditas sensitif dikenakan tarif jauh di atas 35%, termasuk:

  • 50% untuk tekstil tertentu,

  • 60% untuk produk susu,

  • 50% untuk jagung & tepung jagung,

  • 75% untuk tepung beras,

  • 50% untuk tepung gandum,

  • 100% untuk gula.

Sebagai konsekuensi, beberapa ekspor AS seperti pakaian bekas dan peralatan “clean cooking” menghadapi hambatan akut.

Pemerintah Kenya kadang menurunkan tarif secara sementara pada saat krisis harga pangan, namun implementasi diskresi ini menambah ketidakpastian.

Hambatan Impor Non-Tarif: Larangan Impor Gula dan Proses Kepabeanan yang Lemah

a. Larangan Impor

Pada September 2024, Kenya melarang impor gula dari luar COMESA dan EAC untuk melindungi produsen lokal, menghapus sebagian besar akses pasar bagi pemasok global.

b. Proses Kepabeanan

Perusahaan AS melaporkan:

  • waktu pelepasan barang yang sangat lama,

  • proses multi-lembaga yang tidak terkoordinasi,

  • single window yang tidak berfungsi efektif,

  • ketidakkonsistenan klasifikasi & valuasi,

  • inspeksi transit yang tidak perlu.

Meskipun Kenya telah memiliki sistem elektronik, penerapannya tidak seragam sehingga biaya logistik menjadi tinggi.

TBT: Pre-Export Verification of Conformity (PVoC) — Hambatan Teknis Utama Kenya

Sejak 2020, Kenya mensyaratkan PVoC bagi hampir seluruh barang impor:

  • inspeksi pra-pengapalan dilakukan di negara asal,

  • wajib memperoleh Certificate of Conformity (CoC),

  • hanya SGS yang ditunjuk untuk wilayah AS,

  • barang tanpa CoC dikenai biaya inspeksi 5% dari nilai bea cukai dan berisiko ditolak.

Eksportir menyampaikan beberapa keberatan:

  • pengujian, sertifikasi, dan pelabelan tidak selaras dengan standar internasional,

  • birokrasi dan biaya tinggi,

  • ketergantungan pada satu penyedia (SGS) membatasi akses pasar,

  • CoC tetap diwajibkan meski produk telah memenuhi standar global.

Produk tertentu memang dikecualikan (mis. spare parts industri lokal, raw materials, Diamond Mark), tetapi sebagian besar ekspor AS tetap terkena PVoC.

SPS: Bioteknologi Ditunda, Aflatoksin Tidak Selaras Codex, dan Perizinan Hewan Sangat Ketat

a. Bioteknologi

Larangan GE dicabut pada Oktober 2022, tetapi implementasinya ditangguhkan oleh pengadilan. Ketidakpastian ini menghalangi perdagangan jagung dan bahan pakan GE.

b. Animal Genetics

Meski syarat ekspor embrio sapi telah disepakati India–AS pada 2020, Kenya kemudian menambah persyaratan lebih ketat.
Untuk semen sapi, Kenya menggunakan standar yang melampaui standar internasional, menutup peluang pasar AS.

c. Import Permit untuk Daging, Susu, dan Unggas

Proses simtomatik:

  • importir harus mengajukan Letter of Application to Import,

  • harus membuktikan “kebutuhan pasar”,

  • Letter of No Objection diterbitkan atau ditolak berdasarkan diskresi penuh DVS,

  • penolakan sering diberikan dengan alasan non-SPS (mis. “produk lokal tersedia”).

d. Aflatoksin & Corn Requirements

Kenya menerapkan:

  • batas aflatoksin 10 ppb (lebih rendah dari Codex dan standar AS),

  • batas kelembapan 13,5%.

Akibatnya, sebagian besar jagung AS tidak memenuhi izin impor—kecuali pada kondisi darurat pangan. Namun ini pun mengharuskan pengeringan & penggilingan segera setelah tiba, membuat ekspor AS tidak kompetitif.

Government Procurement: Preferensi Domestik Kuat dan Offset

Melalui kebijakan “Buy Kenya Build Kenya”, pemerintah wajib mengalokasikan 40% pengadaan untuk produk lokal.

Preferensi utama:

  • kendaraan dan sepeda motor yang diproduksi di fasilitas perakitan Kenya mendapatkan prioritas,

  • tender < KSh 50 juta wajib diberikan kepada perusahaan domestik,

  • tender asing wajib menyertakan bukti ketidakmampuan memperoleh barang lokal.

Regulasi PPADA 2016 + aturan 2020 mewajibkan:

  • rencana alih keterampilan,

  • 75% tenaga kerja harus warga Kenya,

  • rencana local content.

Di sektor publik, korupsi dan litigasi kerap memengaruhi hasil tender—indikator risiko yang diakui banyak investor asing.

IP Protection: Sistem Recordation Bermasalah dan Pembajakan Tinggi

Hambatan utama:

  • sistem recordation bea cukai bersifat wajib tetapi tidak ditegakkan konsisten,

  • produk dengan hak kekayaan intelektual membutuhkan impor perizinan tambahan,

  • pembajakan barang fisik dan digital meluas,

  • Kenya belum meratifikasi WIPO Copyright Treaty.

Penegakan IP juga terbatas oleh kapasitas Anti-Counterfeit Authority.

Jasa & Investasi: Pembatasan Kepemilikan Asing di Banyak Sektor

a. Asuransi

  • minimal 1/3 ekuitas harus dimiliki warga Kenya/EAC,

  • 20% reinsurance wajib diberikan kepada Kenya Re,

  • larangan umum terhadap Difference-in-Conditions dan Difference-in-Limits.

b. Keamanan Swasta

Minimal 25% kepemilikan lokal.

c. Pertambangan

  • mineral rights hanya untuk perusahaan Kenya,

  • 60% kepemilikan lokal untuk dealer,

  • perusahaan besar wajib listing 20% saham di bursa Nairobi,

  • 10% free-carried interest untuk pemerintah.

d. Real Estate

WNA dilarang memiliki tanah freehold, hanya leasehold 99 tahun.

e. Telekomunikasi

Pembatasan 30% lokal dicabut pada 2023, tetapi sektor lain masih ketat.

Digital Trade: Pajak Ekonomi Digital dan Data Localization

Kenya menggantikan Digital Services Tax dengan Significant Economic Presence Tax sebesar 3% dari pendapatan bruto bagi penyedia layanan digital non-residen.

Pengecualian hanya untuk:

  • entitas dengan permanent establishment di Kenya,

  • perusahaan dengan omzet < KSh 5 juta.

Data Protection Act (2019) mewajibkan:

  • persetujuan pengguna untuk transfer data lintas negara, atau

  • bukti bahwa data akan aman di negara tujuan.

Namun aturan ini tidak menjelaskan standar “bukti keamanan”, menciptakan ketidakjelasan.
Untuk data demi “public good”, perusahaan wajib menyimpan salinan data di Kenya (data localization parsial).

BUMN: Dominasi di Energi, Reasuransi, dan Pipa Migas

BUMN utama:

  • Kenya Power dan KETRACO (kelistrikan),

  • Kenya Electricity Generating Company,

  • Kenya Pipeline Corporation,

  • National Oil Corporation.

Preferensi BUMN:

  • akses pendanaan pemerintah,

  • aturan pengadaan internal yang meminta 80% pasokan dari perusahaan Kenya,

  • mandat pangsa pasar (mis. Kenya Re).

Privatisasi 2023 tertunda setelah Mahkamah Agung membatalkan Undang-Undang Privatisasi.

Korupsi: Hambatan Struktural dalam Persaingan Usaha

Banyak perusahaan AS melaporkan:

  • permintaan suap langsung maupun melalui perantara,

  • intervensi politik dalam tender,

  • sengketa pajak dan tarif di pengadilan yang lambat.

Walau Kenya memiliki kerangka hukum anti-korupsi, implementasinya jauh dari efektif.

Penutup

Hambatan perdagangan Kenya 2025 menunjukkan lanskap yang rumit: tarif tinggi, sistem PVoC yang mahal dan tidak proporsional, pembatasan SPS yang tidak selaras dengan Codex, preferensi lokal dalam pengadaan, serta pembatasan investasi yang meluas. Dominasi BUMN, korupsi, dan inefisiensi kepabeanan membuat biaya operasional semakin tinggi. Kenya tetap menjadi pusat ekonomi kawasan, tetapi akses pasar memerlukan strategi kepatuhan yang ketat, perencanaan logistik yang matang, dan mitigasi risiko regulatif di seluruh rantai pasok.

 

Daftar Pustaka

Office of the United States Trade Representative. 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Kenya Section.