Hambatan Perdagangan di Brunei Darussalam 2025: Tarif Rendah namun Regulasi Halal, Transparansi, dan Persyaratan Residency Tetap Menjadi Tantangan

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

01 Desember 2025, 21.00

Brunei Darussalam dikenal sebagai salah satu negara dengan struktur tarif paling rendah di dunia. Namun laporan 2025 National Trade Estimate menunjukkan bahwa meski hambatan tarif hampir tidak ada, akses pasar tetap dipengaruhi oleh kebijakan non-tarif—khususnya regulasi halal yang sangat ketat, keterbatasan transparansi kebijakan publik, serta persyaratan residency yang membatasi partisipasi investor asing dalam pendirian perusahaan. Hambatan-hambatan ini memperlihatkan bahwa tantangan utama Brunei bukan pada proteksi perdagangan konvensional, melainkan pada kebijakan administratif, regulasi agama, dan struktur ekonomi yang tersentralisasi.

Struktur Tarif dan Pajak: Hampir Nol, tetapi Ruang Kenaikan Tetap Ada

Brunei menerapkan salah satu tarif impor rata-rata terendah secara global:

  • 0,5% tarif MFN rata-rata,

  • 0,1% untuk produk pertanian,

  • 0,6% untuk produk non-pertanian.

Negara ini juga telah mengikat 95,5% garis tarif di WTO, dengan bound rate rata-rata 25,4%. Artinya, meski tarif aktual rendah, Brunei tetap memiliki ruang legal untuk menaikkan tarif secara signifikan jika diperlukan.

Pada sisi pajak konsumsi, Brunei memperluas kebijakan pajak minuman 2017 pada 2023 untuk mencakup minuman bergula rendah, sementara beberapa minuman dengan gula tambahan justru dikecualikan. Industri menilai kebijakan ini masih kurang proporsional dan mendorong penerapan struktur pajak bertingkat berdasarkan kadar gula untuk mendorong reformulasi produk.

Regulasi Halal: Sistem Sertifikasi yang Ketat dan Proses Inspeksi yang Membatasi Akses Pasar

Kebijakan halal merupakan hambatan paling signifikan bagi eksportir makanan dan minuman ke Brunei. Berdasarkan Halal Certificate and Halal Label Order Amendment 2017, seluruh produk makanan dan minuman yang diproduksi, diimpor, didistribusikan, atau disajikan wajib memiliki sertifikat halal dari Majelis Ugama Islam Brunei (MUIB). Sertifikat tersebut juga harus diperbarui setiap tahun.

Regulasi halal daging lebih ketat lagi melalui Halal Meat Act, yang mewajibkan:

  • impor hanya melalui pemegang izin impor halal,

  • inspeksi langsung oleh pemerintah Brunei di fasilitas pemotongan negara asal,

  • eksportir harus memiliki izin ekspor halal dari pemerintah negara asal,

  • fasilitas pemotongan harus masuk daftar abatoar yang disetujui MUIB.

Hingga kini, tidak ada satu pun dari 40 fasilitas pemotongan luar negeri yang disetujui MUIB berasal dari Amerika Serikat, sehingga akses produk daging AS pada dasarnya tertutup. Hambatan ini bersifat struktural karena sangat bergantung pada inspeksi pemerintah Brunei, yang hanya dilakukan pada fasilitas tertentu yang dianggap memenuhi standar religius dan teknis lokal.

Transparansi Kebijakan: Proses Terpusat tanpa Mekanisme Konsultasi Publik

Brunei memiliki struktur pemerintahan yang sangat tersentralisasi. Proses penetapan kebijakan ekonomi, industri strategis, energi, telekomunikasi, dan transportasi terpusat pada pemerintah tanpa adanya:

  • mekanisme konsultasi publik,

  • proses partisipasi pemangku kepentingan,

  • publikasi rancangan aturan,

  • atau transparansi kebijakan BUMN.

Karena sebagian besar sektor kunci dimiliki atau dikendalikan pemerintah, keputusan bisnis bersifat internal dan tidak selalu dapat diprediksi oleh pelaku usaha internasional. Situasi ini menciptakan tantangan bagi perusahaan asing yang membutuhkan kepastian regulasi, terutama dalam sektor seperti energi dan telekomunikasi di mana Brunei memiliki monopoli atau struktur pasar oligopolistik.

Residency Requirement: Hambatan Investasi untuk Perusahaan Asing

Under Companies Act, perusahaan yang 100% dimiliki asing tidak dapat melakukan local incorporation di Brunei jika:

  • dari dua direktur perusahaan, tidak ada yang merupakan penduduk Brunei, atau

  • jika jumlah direktur lebih dari dua, minimal dua harus penduduk Brunei.

Meskipun undang-undang memungkinkan pemerintah memberi pengecualian, hingga kini tidak ada satu pun pengecualian yang pernah diberikan.

Persyaratan ini menciptakan hambatan langsung bagi investor yang ingin membentuk entitas lokal dengan struktur kendali penuh. Selain itu, persyaratan residency memperpanjang waktu dan biaya untuk memasuki pasar, termasuk kebutuhan untuk mencari mitra direktur lokal yang dapat dipercaya dan memenuhi syarat hukum.

Dominasi BUMN dan Kurangnya Transparansi Pasar

Beberapa sektor kunci Brunei—termasuk minyak dan gas, energi, telekomunikasi, dan transportasi—dikuasai oleh BUMN atau perusahaan yang dimiliki pemerintah secara langsung. Ketiadaan transparansi informasi mengenai:

  • struktur kepemilikan,

  • pengambilan keputusan,

  • kriteria tender,

  • dan proses penetapan harga,

membatasi peluang masuknya perusahaan asing, terutama untuk layanan profesional, logistik, dan sektor teknologi.

Penutup: Pasar dengan Hambatan Tarif Rendah tetapi Non-Tarif Sangat Ketat

Brunei adalah contoh negara di mana tantangan perdagangan lebih sedikit berkaitan dengan tarif dan lebih banyak dengan regulasi administrasi, standar keagamaan, dan struktur pemerintahan yang tertutup. Sistem halal yang sangat preskriptif, keputusan kebijakan yang tidak transparan, serta persyaratan residency yang membatasi struktur kepemilikan asing merupakan hambatan utama yang menekan akses pasar AS dan pelaku usaha global.

Meskipun struktur tarif Brunei hampir nol, hambatan non-tarif ini membuat lingkungan bisnis tetap kompleks dan menuntut strategi masuk pasar yang lebih berhati-hati.

 

Daftar Pustaka

2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Brunei Darussalam Section.