Hambatan Perdagangan di Bolivia 2025: Tarif Berlapis, Regulasi SPS Tidak Konsisten, dan Dominasi BUMN dalam Ekonomi Nasional

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

01 Desember 2025, 20.34

Bolivia memasuki 2025 dengan lanskap perdagangan yang ditandai oleh tarif tinggi, pembatasan impor yang ketat, birokrasi kepabeanan yang masih belum transparan, hingga dominasi badan usaha milik negara (BUMN) pada banyak sektor strategis. Laporan 2025 National Trade Estimate menyoroti bahwa meskipun Bolivia telah mengikat seluruh garis tarifnya di WTO, praktik kebijakan dagang negara ini tetap sarat proteksionisme yang menghambat akses pasar bagi eksportir dan investor global, termasuk dari Amerika Serikat.

Selain tarif dan hambatan impor, Bolivia juga menghadapi tantangan serius dalam pengadaan pemerintah, penerapan standar teknis, regulasi SPS, perlindungan kekayaan intelektual, serta distorsi pasar akibat dominasi BUMN. Semua faktor ini membentuk kombinasi hambatan yang kompleks bagi dunia usaha.

Struktur Tarif Bolivia: Tinggi, Proteksionis, dan Segera Berubah karena Integrasi MERCOSUR

Bolivia menerapkan struktur tarif MFN dengan tujuh lapisan, berkisar antara 0% hingga 40%, dengan rata-rata:

  • 11,8% untuk seluruh produk,

  • 13,2% untuk produk agrikultur,

  • 11,5% untuk produk non-agrikultur.

Tarif tertinggi diterapkan untuk barang yang dianggap strategis, seperti:

  • kendaraan dan produk otomotif tertentu,

  • tekstil dan pakaian,

  • barang mewah,

  • berbagai produk rumah tangga yang memiliki alternatif lokal.

Undang-undang Bolivia memperbolehkan pemerintah menaikkan tarif untuk melindungi industri domestik atau menurunkannya untuk mengatasi kekurangan pasokan dalam negeri—menandakan fleksibilitas yang dapat menciptakan ketidakpastian kebijakan.

Pada Juli 2024, Bolivia memperoleh keanggotaan penuh MERCOSUR, dan harus menyesuaikan tarifnya secara bertahap dalam empat tahun ke depan. Proses harmonisasi tarif ini berpotensi mengubah struktur proteksionisme Bolivia sekaligus membuka ruang negosiasi baru bagi negara mitra dagang.

Pembatasan Non-Tarif: Larangan Impor dan Pengawasan Ketat

Pada 2023 Bolivia melarang impor untuk 33 lini tarif, termasuk:

  • kendaraan tertentu,

  • kendaraan berbahan bakar gas cair,

  • kendaraan bekas lebih dari satu tahun,

  • kendaraan angkut penumpang lebih dari tiga tahun,

  • kendaraan khusus lebih dari lima tahun.

Pembatasan ini diarahkan untuk meningkatkan keselamatan, melindungi lingkungan, dan mempertahankan pasar bagi produsen domestik, tetapi dampaknya menciptakan hambatan besar bagi pemasok luar negeri.

Kepabeanan dan Fasilitasi Perdagangan: Reformasi Ada, tetapi Terlambat

Bolivia meratifikasi WTO Trade Facilitation Agreement pada 2018, tetapi implementasinya sangat tertunda. Baru pada September 2024 Bolivia menyerahkan empat notifikasi dasar terkait:

  • regulasi impor/ekspor/transit,

  • operasional single window,

  • penggunaan broker bea cukai,

  • kontak pertukaran informasi.

Penundaan selama bertahun-tahun ini menggambarkan tantangan dalam reformasi administratif. Dunia usaha sering melaporkan proses kepabeanan yang:

  • lambat,

  • tidak konsisten antar petugas,

  • dan kurang transparan.

Ketidakpastian ini meningkatkan biaya logistik dan mendorong risiko penahanan barang secara tidak terduga.

Hambatan Teknis dan SPS: Regulasi Tidak Seragam dan Prosedur Rumit

1. Standar Teknis untuk Produk Kosmetik

Andean Community Resolution 2310 (berlaku Desember 2024) mewajibkan standar label baru yang spesifik. Aturan ini berlaku retroaktif, sehingga produk yang berlabel sesuai standar lama tidak lagi memenuhi syarat.

2. SPS: Prosedur Tidak Transparan dan Persyaratan Berlebih

Badan SENASAG adalah lembaga utama untuk sertifikasi importasi hewan dan tanaman. Pelaku usaha internasional mengeluhkan bahwa:

  • standar dan prosedurnya tidak konsisten,

  • inspeksi menggunakan kriteria berbeda antar petugas,

  • ada tuntutan dokumentasi tambahan yang tidak berdasarkan risiko,

  • dan registrasi fasilitas untuk produk hewan terlalu membebani.

Onerous requirements untuk produk sapi, babi, unggas, dairy, hingga material genetik hewan membatasi akses AS meskipun permintaan domestik tinggi.

Pengadaan Pemerintah: Preferensi Lokal “Compro Boliviano” yang Membatasi Akses

Program Compro Boliviano memberi margin preferensi 10%–25% untuk barang dan jasa lokal. Dalam praktiknya:

  • perusahaan asing hanya dapat ikut tender bernilai USD 142.000–5,7 juta jika tidak ada pemasok domestik,

  • kontrak konsultansi mewajibkan asosiasi dengan perusahaan Bolivia,

  • banyak BUMN tidak diwajibkan menggunakan platform tender nasional,

  • tender sering dirancang sehingga hanya memenuhi kriteria satu perusahaan tertentu.

Kurangnya transparansi membuat pasar pengadaan publik Bolivia sangat sulit dimasuki pelaku usaha global.

Perlindungan Kekayaan Intelektual: Lemah dan Tidak Diimplementasikan

Bolivia tetap berada dalam Special 301 Watch List karena:

  • penegakan IP yang sangat lemah,

  • tingginya peredaran barang palsu,

  • perlindungan rahasia dagang tidak memadai,

  • dan ketidakterlibatan pemerintah dalam MoU IP dengan AS sejak 2020.

Ketiadaan reforma struktural memperburuk iklim investasi bagi perusahaan yang bergantung pada teknologi dan merek.

Dominasi BUMN: Distorsi Besar dalam Ekonomi dan Akses Pasar

Bolivia menjalankan model ekonomi yang sangat bertumpu pada BUMN. Sektor yang didominasi perusahaan negara meliputi:

  • minyak dan gas,

  • listrik,

  • telekomunikasi,

  • pertambangan,

  • industri pangan dan agrikultur,

  • perbankan,

  • manufaktur ringan.

BUMN:

  • sering memperoleh kredit murah dari Bank Sentral,

  • diberi prioritas dalam proyek publik,

  • dan menjadi mitra wajib dalam sejumlah sektor strategis.

Lima BUMN terbesar berutang USD 5,3 miliar kepada bank sentral—lebih dari dua kali cadangan devisa Bolivia—yang merupakan indikasi distorsi keuangan yang sangat besar.

Penutup: Kebijakan Proteksionis, Administrasi Lemah, dan Ekonomi BUMN yang Menghalangi Akses Pasar

Bolivia memiliki potensi ekonomi yang didorong oleh sumber daya alam dan pasar domestik yang terus tumbuh, tetapi hambatan tarif, ketidakpastian SPS, proses pengadaan yang tidak transparan, serta dominasi BUMN menciptakan situasi perdagangan yang sangat sulit bagi pelaku usaha asing.

Meskipun bergabungnya Bolivia dalam MERCOSUR berpotensi membuka peluang harmonisasi tarif dan modernisasi kebijakan, hambatan struktural dalam administrasi dan ekonomi politik domestik tetap menjadi tantangan utama.

 

Daftar Pustaka

2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Bolivia Section.