Air merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama di kawasan perkotaan yang terus berkembang pesat. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, kebutuhan air minum domestik juga meningkat signifikan. Namun, penyediaan air bersih di banyak kota, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia, masih menghadapi berbagai kendala. Di Kota Bandarlampung, khususnya di Lingkungan I, Kelurahan Nusantara Permai, masalah kekurangan air bersih dan penurunan kualitas air tanah menjadi perhatian utama. Penggunaan sumur bor yang berlebihan menyebabkan penurunan kuantitas air tanah, sementara kualitas air yang tersedia seringkali tidak layak konsumsi karena keruh dan berbau.
Dalam konteks ini, pemanenan air hujan (PAH) muncul sebagai solusi alternatif yang potensial dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan air domestik. Paper karya Zehwa Melur Tangginas dan kolega (2020) mengkaji potensi PAH di wilayah tersebut, kesediaan masyarakat untuk memanfaatkannya, serta faktor-faktor yang memengaruhi kesediaan tersebut.
Potensi Pemanenan Air Hujan di Kelurahan Nusantara Permai
Penelitian ini memulai dengan analisis potensi air hujan berdasarkan data curah hujan Kota Bandarlampung selama periode 2012-2017. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan rata-rata 457,25 mm, sedangkan terendah pada bulan Juli sebesar 44,93 mm. Secara rata-rata, curah hujan bulanan mencapai 210,55 mm.
Dengan luas atap rumah rata-rata sekitar 70 m² dan koefisien run-off atap genteng/asbes sebesar 0,8, volume air hujan yang dapat ditampung per rumah pada bulan Januari mencapai sekitar 25.858 liter, sedangkan pada bulan Juli hanya sekitar 2.541 liter. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pemanenan air hujan sangat bergantung pada musim dan curah hujan bulanan.
Kebutuhan Air Minum Domestik dan Perbandingan dengan Potensi Air Hujan
Penelitian menghitung kebutuhan air minum rumah tangga dengan asumsi rata-rata 4 orang per keluarga dan kebutuhan air per orang sebesar 123 liter per hari (data eksisting). Dengan perhitungan ini, kebutuhan air minum per rumah selama satu bulan mencapai 14.760 liter. Jika menggunakan standar kebutuhan air minum kota metropolitan sebesar 150 liter per orang per hari, kebutuhan naik menjadi 18.000 liter per bulan per rumah.
Perbandingan antara potensi air hujan yang dapat ditampung dan kebutuhan air minum menunjukkan bahwa pada bulan dengan curah hujan tinggi seperti Januari, Oktober, dan November, volume air hujan cukup untuk memenuhi kebutuhan air minum rumah tangga. Namun, pada bulan-bulan dengan curah hujan rendah, seperti Februari hingga September, potensi air hujan belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut secara penuh.
Kesediaan Masyarakat Memanfaatkan Air Hujan
Melalui survei terhadap 225 kepala keluarga di Lingkungan I, Kelurahan Nusantara Permai, ditemukan bahwa sebanyak 70% responden bersedia memanfaatkan air hujan sebagai alternatif penyediaan air minum rumah tangga. Sebaliknya, 30% lainnya belum bersedia menggunakan air hujan.
Alasan utama masyarakat yang belum bersedia adalah kekhawatiran terhadap kualitas air hujan dan kebiasaan menggunakan air dari sumur bor atau membeli air kemasan untuk konsumsi. Namun, mayoritas masyarakat mengakui bahwa air dari sumur bor dan sumur galian tidak layak untuk diminum dan hanya digunakan untuk keperluan mandi dan mencuci.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Masyarakat
Analisis statistik menggunakan tabulasi silang dan uji chi square mengidentifikasi beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kesediaan masyarakat memanfaatkan air hujan, di antaranya:
- Kesediaan Membayar (Willingness to Pay): Faktor ini paling dominan memengaruhi kesediaan masyarakat, dengan nilai chi square hitung sebesar 145,797 dan koefisien phi 0,805, menunjukkan hubungan sangat erat. Masyarakat yang bersedia mengeluarkan biaya untuk pengadaan dan pemeliharaan sistem PAH cenderung lebih terbuka untuk memanfaatkannya.
- Kebijakan Pemerintah: Dukungan regulasi dan kebijakan pemerintah juga menjadi faktor penting kedua, dengan nilai chi square 111,380 dan koefisien phi 0,704. Adanya kebijakan yang mendukung mendorong masyarakat untuk lebih percaya dan mau menggunakan air hujan.
- Pengalaman Memanfaatkan Air Hujan: Faktor ini memiliki keterkaitan yang lebih rendah dibanding dua faktor sebelumnya, namun tetap signifikan (chi square 11,205 dan phi 0,223). Masyarakat yang pernah menggunakan air hujan sebelumnya lebih cenderung untuk terus memanfaatkan sumber ini.
Faktor lain seperti jenis pekerjaan, kondisi bangunan, tingkat pendidikan, status kepemilikan rumah, ketersediaan lahan, aksesibilitas sumber air, kualitas dan kontinuitas sumber air, serta preferensi sumber air minum dan MCK tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan kesediaan memanfaatkan air hujan.
Analisis dan Opini
Penelitian ini memberikan gambaran yang kuat bahwa potensi pemanenan air hujan di wilayah perkotaan seperti Kelurahan Nusantara Permai cukup besar untuk mendukung kebutuhan air domestik, terutama di musim hujan. Namun, tantangan utama bukan hanya teknis, melainkan juga sosial dan ekonomi, terutama terkait kesiapan masyarakat untuk berinvestasi dan kepercayaan terhadap kualitas air hujan.
Dukungan kebijakan pemerintah menjadi kunci keberhasilan implementasi PAH secara luas. Hal ini sejalan dengan tren global yang mendorong pengembangan infrastruktur hijau dan solusi berkelanjutan untuk krisis air. Misalnya, beberapa kota di Asia Tenggara telah berhasil mengintegrasikan sistem PAH dalam perencanaan kota untuk mengurangi ketergantungan pada air tanah dan meningkatkan ketahanan air.
Namun, penelitian ini juga menunjukkan bahwa edukasi dan sosialisasi mengenai manfaat dan cara pengelolaan air hujan perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih memahami dan percaya terhadap kualitas air hujan yang diolah dengan benar.
Rekomendasi untuk Pemerintah dan Masyarakat
Penulis merekomendasikan agar pemerintah:
- Mengembangkan regulasi dan kebijakan yang mendukung penggunaan air hujan sebagai sumber air domestik.
- Melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat tentang teknik pemanenan air hujan dan pengelolaan kualitas air.
- Mendorong kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk sektor swasta dan komunitas, untuk memperluas penerapan sistem PAH.
Bagi masyarakat, disarankan untuk:
- Mengadopsi sistem pemanenan air hujan sebagai alternatif penyediaan air bersih yang ramah lingkungan dan hemat biaya.
- Melibatkan diri secara aktif dalam pengoperasian dan pemeliharaan sistem PAH untuk memastikan keberlanjutan.
- Meningkatkan pengetahuan tentang pengolahan air hujan agar air yang digunakan aman untuk konsumsi.
Saran Studi Lanjutan
Penelitian ini membuka peluang untuk kajian lebih mendalam terkait aspek teknis dan sosial, seperti:
- Analisis pembiayaan dan biaya operasional sistem PAH.
- Studi kualitas air hujan yang dipanen dan metode pengolahannya.
- Perbandingan efektivitas PAH pada skala rumah tangga, komunal, dan kelurahan.
- Kajian peran aktor dan jaringan sosial dalam pengelolaan sistem air hujan.
Kesimpulan
Penelitian ini membuktikan bahwa pemanenan air hujan memiliki potensi besar sebagai solusi alternatif penyediaan air minum domestik di wilayah perkotaan dengan keterbatasan sumber air tanah. Kesediaan masyarakat untuk memanfaatkan air hujan cukup tinggi, didorong oleh faktor kesediaan membayar, pengalaman sebelumnya, dan dukungan kebijakan pemerintah. Namun, untuk mewujudkan pemanfaatan yang optimal, diperlukan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat serta edukasi yang intensif terkait manfaat dan pengelolaan air hujan.
Sumber Artikel:
Zehwa Melur Tangginas, Dr. Sri Maryati, ST., MIP., Husna Tiara Putri, ST., MT., "Faktor yang Memengaruhi Kesediaan Masyarakat Dalam Memanfaatkan Air Hujan Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Domestik di Lingkungan I, Kelurahan Nusantara Permai," Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Sumatera, 2020.