Faktor Keberlanjutan BIM dalam Manajemen Proyek Konstruksi di Indonesia Sebuah Resensi Komprehensif

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

08 Mei 2025, 08.39

freepik.com

Industri konstruksi terkenal akan kompleksitasnya, seringkali menghadapi tantangan berupa keterlambatan waktu, pembengkakan biaya, koordinasi yang buruk, serta kualitas produk akhir yang rendah. BIM hadir sebagai solusi integratif yang menawarkan efisiensi komunikasi, kolaborasi antarpihak, dan visualisasi proyek yang lebih baik. BIM memungkinkan integrasi desain, jadwal konstruksi, anggaran, dan operasional bangunan dalam satu model digital terpadu.

Namun, meskipun potensinya besar, adopsi BIM di Indonesia masih rendah. Berdasarkan studi ini, pengembangan dan pemanfaatan BIM belum maksimal akibat berbagai hambatan, mulai dari minimnya kompetensi SDM, hingga belum adanya regulasi yang kuat.

Metodologi dan Sampel Survei

Penelitian ini mengumpulkan data dari 44 responden profesional konstruksi di Indonesia melalui kuesioner online. Responden terdiri dari pemilik proyek, konsultan, dan kontraktor yang terlibat langsung dalam pengelolaan proyek konstruksi. Analisis dilakukan menggunakan regresi linear berganda untuk mengidentifikasi faktor-faktor utama yang berkontribusi terhadap keberhasilan manajemen proyek konstruksi berbasis BIM.

Lima Pilar Keberhasilan Penerapan BIM

Hasil regresi mengungkap lima faktor utama yang berpengaruh signifikan terhadap kesuksesan proyek konstruksi melalui BIM. Urutan pentingnya adalah sebagai berikut:

  1. Pemahaman dan Kesadaran akan Pentingnya BIM (Understanding & Awareness)
    Tingkat pemahaman yang tinggi dari setiap pihak terhadap pentingnya BIM berkontribusi besar terhadap keberhasilan implementasi. Sebanyak 68,18% responden menyebutkan aspek ini sebagai yang paling krusial. Ini mencerminkan bahwa transformasi digital tak hanya soal perangkat lunak, tetapi juga mindset.
  2. Standarisasi, Regulasi, dan Kode BIM (Establishment of Standards)
    Adanya regulasi dan standar teknis yang jelas mendorong keteraturan dan konsistensi dalam penerapan BIM. Faktor ini disebut oleh 61,36% responden. Sejak 2021, Kementerian PUPR telah mulai mengatur penggunaan BIM pada proyek-proyek negara, namun implementasi di lapangan masih belum merata.
  3. Kompetensi dan Keahlian SDM (Competence & Skill)
    Kompetensi teknis menjadi tantangan besar. Hanya 54,55% responden menyatakan bahwa tim proyek mereka memiliki keahlian BIM yang memadai. Kekurangan tenaga ahli BIM menjadi kendala adopsi teknologi ini, terutama di proyek-proyek daerah.
  4. Komitmen dan Konsistensi (Commitment & Consistency)
    Tanpa komitmen dan konsistensi dari manajemen dan pelaksana proyek, implementasi BIM cenderung gagal. Faktor ini mendapatkan pengakuan dari 52,27% responden. Komitmen jangka panjang diperlukan agar BIM tidak sekadar menjadi alat dokumentasi, tetapi sistem kerja utama.
  5. Monitoring dan Evaluasi (Monitoring & Evaluation)
    Monitoring implementasi BIM diperlukan untuk mengetahui efektivitasnya. Sebanyak 50% responden menyatakan perlunya evaluasi berkala dalam pengaplikasian BIM sebagai alat pengelolaan proyek.

Studi Kasus dan Data Empiris

Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan BIM di Indonesia masih terbatas pada tahap desain dan belum secara menyeluruh mencakup siklus hidup proyek. Studi-studi sebelumnya yang dirujuk (seperti Nelson dan Sekarsari, 2019; Nugrahini dan Permana, 2020) menunjukkan bahwa BIM dapat mendeteksi konflik desain lebih awal dan mencegah kesalahan pelaksanaan. Namun, hambatan seperti budaya organisasi yang resisten terhadap perubahan dan kurangnya motivasi internal dari stakeholder masih mendominasi.

Data lain menunjukkan bahwa meskipun 67,5% profesional konstruksi di Indonesia telah mengenal BIM, hanya sebagian kecil yang memiliki keterampilan teknis mendalam. Tantangan ini menghambat proses migrasi dari sistem konvensional ke sistem berbasis BIM secara menyeluruh.

Implikasi Praktis dan Strategi Implementasi

Dari hasil studi ini, dapat dirumuskan beberapa rekomendasi strategis:

  • Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan membentuk badan standarisasi BIM nasional.
  • Perusahaan konstruksi harus menginvestasikan pelatihan dan sertifikasi BIM bagi staf teknisnya.
  • Kurikulum pendidikan teknik sipil dan arsitektur harus memasukkan pembelajaran BIM sebagai standar.
  • Implementasi BIM sebaiknya dilakukan secara bertahap dimulai dari proyek-proyek besar pemerintah yang memiliki anggaran dan SDM yang cukup.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menyadari beberapa keterbatasan, seperti cakupan responden yang belum sepenuhnya mewakili semua aktor dalam industri konstruksi (misalnya supplier), serta adanya ketidaksinkronan antara hasil ranking dan validitas statistik untuk beberapa faktor seperti kepemimpinan dan motivasi stakeholder. Ke depan, penelitian lebih mendalam tentang aspek-aspek tersebut sangat diperlukan.

Kesimpulan

Studi ini menyimpulkan bahwa keberhasilan implementasi BIM dalam manajemen proyek konstruksi di Indonesia tidak semata bergantung pada teknologi, tetapi sangat dipengaruhi oleh faktor manusia, regulasi, dan budaya organisasi. Lima faktor utama yang paling berpengaruh adalah pemahaman akan pentingnya BIM, standarisasi regulasi, kompetensi teknis, komitmen, dan evaluasi berkelanjutan. BIM menjanjikan efisiensi biaya, peningkatan kualitas proyek, dan koordinasi lintas disiplin yang lebih baik, namun perlu didukung dengan infrastruktur kelembagaan dan sumber daya manusia yang memadai.

Sumber Asli:

Latupeirissa, J. E., & Arrang, H. (2024). Sustainability factors of building information modeling (BIM) for a successful construction project management life cycle in Indonesia. Journal of Building Pathology and Rehabilitation, 9:26.