Etika Rekayasa sebagai Senjata Melawan Korupsi Infrastruktur: Solusi Strategis yang Terbukti

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

18 Juni 2025, 09.11

pixabay.com

Pendahuluan

Korupsi dalam proyek infrastruktur adalah masalah global yang merugikan miliaran dolar setiap tahun dan mengancam keselamatan, keadilan sosial, serta keberlanjutan ekonomi. Meskipun berbagai strategi antikorupsi telah diterapkan, satu pendekatan masih belum dioptimalkan sepenuhnya: etika profesi rekayasa (engineering ethics).

Penelitian oleh Ghahari et al. (2024) dalam jurnal Science and Engineering Ethics menyajikan analisis mendalam tentang bagaimana prinsip etika teknik dapat diterapkan secara strategis untuk mengidentifikasi, mencegah, dan mengurangi korupsi pada seluruh fase pengembangan sistem infrastruktur.

Infrastruktur dan Kerentanan terhadap Korupsi

Infrastruktur sipil meliputi jaringan transportasi, pembangkit energi, sistem air dan sanitasi, hingga bangunan publik. Namun di balik kontribusinya terhadap kualitas hidup, sektor ini menyimpan celah besar terhadap korupsi:

  • 10% dari PDB global hilang akibat kolusi, penipuan, dan penyalahgunaan dana publik
  • Studi oleh World Bank (2022) menunjukkan bahwa lebih dari $1 triliun hilang tiap tahun karena korupsi
  • Skandal besar seperti kasus Petrobras di Brasil, di mana pejabat menerima suap $4 juta, menunjukkan betapa rentannya sistem

Etika Teknik dan Triad Nilai Manusia

Studi ini mengaitkan korupsi dengan “Triad Kelayakan”: moralitas, etika, dan hukum. Ketiganya membentuk sistem nilai yang mendasari standar perilaku profesional. Dalam konteks teknik:

  • Moral: apa yang dianggap benar/salah oleh masyarakat
  • Etika: prinsip umum yang diterima untuk membedakan “baik” dan “buruk”
  • Hukum: aturan formal yang ditegakkan oleh lembaga negara

Pelaku korupsi sadar bahwa tindakannya melanggar salah satu atau lebih dari triad tersebut, dan oleh karena itu, pencegahan harus berakar dari pemahaman mendalam terhadap ketiganya.

Titik Rawan Korupsi di Setiap Fase Proyek Infrastruktur

Penelitian ini mengidentifikasi tiga fase paling rentan terhadap korupsi, yaitu:

  1. Tender dan Pengadaan
    • Permainan tender, penawaran fiktif, kolusi
  2. Konstruksi
    • Penggunaan bahan berkualitas rendah, over-invoicing, pekerja fiktif
  3. Operasi dan Pemeliharaan
    • Sertifikasi tanpa inspeksi, manipulasi biaya, penyalahgunaan aset

Contoh kasus: Dalam skandal Odebrecht (Brasil), kontrak diperoleh secara sah namun dengan underbid dan kemudian dinegosiasi ulang, menghasilkan keuntungan $3,3 miliar dari suap sebesar $788 juta.

Etika Teknik sebagai Strategi Mitigasi Korupsi

Kunci utama dari mitigasi korupsi berbasis etika adalah pendekatan deontologis—mengutamakan ketaatan terhadap prinsip, bukan hasil. ASCE (2020) menetapkan bahwa insinyur sipil wajib:

  • Menolak segala bentuk suap dan kolusi
  • Bertindak jujur, adil, dan objektif
  • Menjaga kesejahteraan dan keselamatan publik

Etika teknik menempatkan tanggung jawab insinyur dalam hierarki berikut:

  1. Kepada masyarakat
  2. Kepada lingkungan buatan dan alami
  3. Kepada profesi
  4. Kepada klien dan atasan
  5. Kepada rekan seprofesi

Strategi Praktis Mitigasi Korupsi

Penelitian ini menawarkan kerangka mitigasi korupsi yang menghubungkan tanggung jawab etis dengan aksi nyata, seperti:

  • Zero Tolerance Policy: diterapkan di World Bank & WEF
  • Open Contracting & Transparansi Proyek: meningkatkan akuntabilitas publik
  • Sistem Pelaporan dan Pengawasan: pemantauan oleh otoritas independen
  • Manajemen Material yang Etis: cegah penyalahgunaan dan pencurian

Strategi ini dibagi menjadi tiga cakupan:

  • Strategis (penetapan kebijakan)
  • Taktis (implementasi di tingkat menengah)
  • Operasional (praktik harian di lapangan)

Efektivitas Strategi Etika

Beberapa temuan penting dari studi ini:

  • Kode etik tidak cukup jika hanya menjadi formalitas.
    Embedding (penanaman) nilai-nilai tersebut dalam budaya organisasi jauh lebih penting.
  • Pelatihan etika terbukti mengurangi kecenderungan suap dan pelanggaran (Kaptein, 2015)
  • Etika organisasi yang kuat menghambat penyimpangan perilaku secara kolektif (Oladinrin & Ho, 2016)
  • Teknologi pengawasan dan klasifikasi risiko berbasis AI (Grace et al., 2016) juga bisa dilengkapi dengan kode etik sebagai filter perilaku

Rekomendasi Penelitian

  1. Sesuaikan kode etik profesional dengan setiap fase proyek, untuk mengidentifikasi titik rawan dan menetapkan pengendalian internal
  2. Gunakan pendekatan multidisipliner, melibatkan arsitek, manajer kota, dan finansial—tidak hanya insinyur
  3. Berikan pendidikan etika sejak dini, pada mahasiswa teknik dan profesional muda
  4. Buat sistem penegakan sanksi profesional, seperti pencabutan lisensi bagi pelanggar etika
  5. Lindungi pelapor pelanggaran (whistleblower) sebagai elemen kunci dalam penerapan etika

Kesimpulan

Korupsi dalam proyek infrastruktur tidak bisa hanya diselesaikan dengan kebijakan hukum atau teknologi pengawasan. Etika profesi teknik sipil adalah fondasi penting dalam strategi mitigasi korupsi yang berkelanjutan. Pendekatan ini menjembatani prinsip moral, standar hukum, dan profesionalisme teknis dalam satu kerangka aksi nyata.

Dengan mengintegrasikan etika dalam seluruh siklus hidup proyek infrastruktur, kita tidak hanya mencegah penyimpangan, tetapi juga meningkatkan kualitas pembangunan, memperkuat kepercayaan publik, dan mendorong transparansi jangka panjang. Dalam dunia di mana infrastruktur adalah tulang punggung ekonomi dan sosial, etika adalah jantung dari pembangunan yang adil dan berkelanjutan.

Sumber asli: Ghahari, S. A., Queiroz, C., Labi, S., & McNeil, S. (2024). The Role of Engineering Ethics in Mitigating Corruption in Infrastructure Systems Delivery. Science and Engineering Ethics, 30(29). https://doi.org/10.1007/s11948-024-00494-0