ERP untuk Production Planning and Control: Integrasi Data, Optimasi Proses, dan Pengendalian Biaya dalam Siklus Manufaktur Modern

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

11 Desember 2025, 15.47

1. Pendahuluan

Dalam sistem manufaktur modern, kompleksitas pengelolaan bahan baku, kapasitas mesin, jadwal produksi, dan pemenuhan pesanan membuat fungsi Production Planning and Control (PPC) semakin krusial. Banyak perusahaan menghadapi tantangan klasik: informasi terpisah di berbagai departemen, perencanaan manual yang tidak akurat, keterlambatan jadwal, serta biaya produksi yang tidak terkendali. Materi pelatihan terkait ERP untuk Production Planning and Control menekankan bahwa integrasi sistem merupakan fondasi untuk mengatasi tantangan tersebut.

Enterprise Resource Planning (ERP) hadir sebagai platform yang menghubungkan seluruh proses bisnis — mulai dari permintaan pelanggan, perencanaan kapasitas, pengadaan material, eksekusi produksi, hingga penilaian biaya. Dengan ERP, PPC tidak lagi hanya membuat jadwal, namun menjadi fungsi strategis yang memastikan aliran material dan informasi berjalan selaras, akurat, dan responsif terhadap perubahan.

Artikel ini menguraikan konsep inti PPC dalam lingkungan ERP, bagaimana master data menjadi penentu akurasi perencanaan, serta bagaimana modul-modul seperti MRP, BOM, routing, dan production order bekerja dalam satu ekosistem terintegrasi. Pembahasan juga menyoroti tantangan implementasi dan nilai bisnis jangka panjang dari integrasi ERP dalam pengendalian produksi.

 

2. Fondasi Konseptual: Master Data dan Struktur Perencanaan dalam ERP

Keberhasilan PPC dalam ERP sangat ditentukan oleh kualitas master data. Tanpa data dasar yang benar, semua proses — mulai dari MRP hingga costing — akan menghasilkan output yang bias. Bagian ini menguraikan fondasi teknis utama dalam PPC berbasis ERP.

2.1. Bill of Materials (BOM): Struktur Produk sebagai Dasar Perencanaan Material

BOM adalah struktur hierarkis yang mendefinisikan komponen, subkomponen, dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat satu unit produk. Dalam PPC, BOM berfungsi sebagai fondasi untuk:

  • menghitung kebutuhan material,

  • menjalankan MRP,

  • menentukan estimasi biaya,

  • menilai dampak engineering change.

Kesalahan BOM sebesar 1% saja bisa menyebabkan stock-out atau overstock dalam skala besar, terutama pada perusahaan dengan volume produksi tinggi.

2.2. Routing: Representasi Proses Produksi

Routing mendefinisikan:

  • urutan operasi,

  • work center yang digunakan,

  • waktu setup dan waktu proses,

  • kapasitas yang diperlukan.

Routing menjadi jembatan antara rencana produksi dan kapasitas aktual. Perubahan kecil dalam waktu standar (misalnya proses 10 menit bergeser menjadi 12 menit) dapat mengacaukan jadwal keseluruhan jika tidak diperbarui di ERP.

2.3. Work Center dan Kapasitas Produksi

Work center dalam ERP menggambarkan unit produksi seperti mesin, sel kerja, atau kelompok operator. Data work center meliputi:

  • available capacity,

  • jam kerja,

  • efisiensi,

  • queue time,

  • wait time,

  • kalender kerja.

Akurasinya menentukan apakah perusahaan dapat menghasilkan jadwal realistis atau jadwal yang tampak ideal tetapi tidak dapat dieksekusi di lapangan.

2.4. Material Master: Identitas Lengkap Bahan dan Produk

Material master menyimpan informasi terkait:

  • tipe material (ROH, HALB, FERT),

  • satuan dasar,

  • lead time pengadaan,

  • procurement type (in-house / external),

  • parameter MRP,

  • safety stock.

Material master menjadi titik referensi tunggal bagi departemen PP, MM, Warehouse, hingga Quality.

2.5. MRP Parameters: Aturan Perencanaan yang Mengatur Aliran Material

Parameter MRP seperti:

  • lot size,

  • reorder point,

  • safety stock,

  • planning time fence,

  • procurement type,

  • scrap factor,

sangat menentukan output MRP. Jika parameter tidak dikonfigurasi dengan benar, MRP dapat menghasilkan ratusan pesan exception yang membingungkan, atau bahkan memicu pembelian dan produksi tidak perlu.

2.6. Hubungan Master Data dengan Akurasi PPC

Master data dalam ERP bekerja seperti fondasi bangunan. Jika fondasinya salah, seluruh struktur perencanaan akan bermasalah. Studi implementasi ERP menunjukkan:

  • data BOM tidak konsisten → MRP memesan material berlebih,

  • routing terlalu optimis → jadwal tidak realistis,

  • work center tidak memperhitungkan downtime → terjadinya bottleneck,

  • lead time pemasok tidak akurat → delivery delay.

Dengan demikian, kualitas master data langsung menentukan keandalan PPC.

 

3. Mekanisme Perencanaan Produksi dalam ERP: MRP, Capacity Planning, dan Scheduling

Perencanaan produksi dalam ERP tidak hanya melakukan kalkulasi kebutuhan material, tetapi juga menyelaraskan kapasitas, waktu tunggu, dan aliran proses produksi. Bagian ini menjelaskan alur kerja teknis yang membentuk inti PPC.

3.1. Material Requirements Planning (MRP): Mesin Utama Perencanaan Material

MRP adalah logika inti ERP yang mengubah:

  • permintaan (demand),

  • stok tersedia,

  • BOM,

  • lead time,

menjadi rekomendasi pembelian dan produksi. MRP melakukan perhitungan net requirement, kemudian menghasilkan:

  • planned order (untuk produksi internal),

  • purchase requisition (untuk pembelian),

  • exception messages (untuk tindakan koreksi).

Keunggulan terbesar MRP bukan hanya otomatisasi, tetapi kemampuannya melakukan perhitungan simultan terhadap ribuan material dengan interdependensi kompleks.

3.2. Independent vs. Dependent Demand

Dalam PPC, permintaan dibedakan menjadi:

  • Independent demand → berasal dari sales order atau forecast.

  • Dependent demand → berasal dari BOM; misalnya kebutuhan komponen akibat rencana produksi barang jadi.

ERP secara otomatis menurunkan dependent demand berdasarkan struktur BOM, sehingga perencanaan material menjadi jauh lebih akurat daripada metode manual.

3.3. Lead Time dan Dampaknya pada Ketersediaan Material

ERP menghitung lead time berdasarkan:

  • procurement lead time,

  • planned delivery time,

  • in-house production time,

  • queue time dan wait time dalam routing.

Ketidaktepatan lead time adalah penyebab utama terjadinya stock-out dan expedited cost. Karena itu, perusahaan harus terus memperbarui data lead time berdasarkan performa aktual supplier dan shop floor.

3.4. Capacity Requirements Planning (CRP): Menilai Kelayakan Jadwal

Setelah MRP menghasilkan rencana produksi, CRP mengevaluasi apakah kapasitas work center mencukupi. CRP memperhitungkan:

  • kapasitas harian,

  • jam kerja efektif,

  • efisiensi mesin,

  • waktu setup,

  • waktu proses.

Jika kapasitas tidak cukup, ERP akan mengeluarkan pesan overload yang harus ditindaklanjuti melalui:

  • penyesuaian jadwal,

  • lembur,

  • redistribusi beban ke work center lain,

  • outsourcing.

CRP memastikan rencana tidak hanya valid di atas kertas, tetapi juga realistis untuk dieksekusi.

3.5. Production Scheduling: Menyatukan Material, Kapasitas, dan Waktu

Scheduling dalam ERP mengatur:

  • kapan produksi dimulai,

  • kapan operasi dilakukan,

  • kapan order selesai,

  • bagaimana menghindari bottleneck.

Scheduling mengonversi rencana jangka menengah menjadi schedule operasional yang digunakan oleh shop floor.

ERP biasanya mendukung dua pendekatan:

  1. Forward scheduling → fokus ke completion date secepat mungkin.

  2. Backward scheduling → fokus pada fulfillment date (Just in Time).

Perusahaan memilih pendekatan sesuai konteks industri dan tekanan layanan pelanggan.

3.6. Shop Floor Control: Menghubungkan Rencana dan Realisasi

Shop floor control (SFC) dalam ERP mencakup:

  • konfirmasi operasi,

  • pencatatan waktu setup dan runtime aktual,

  • konsumsi material aktual,

  • pengukuran scrap dan rework,

  • tracking WIP (Work in Progress).

SFC adalah sumber data paling penting untuk:

  • memperbaiki master data,

  • meningkatkan akurasi lead time,

  • menilai kapasitas mesin,

  • menghitung costing produksi.

Tanpa SFC yang disiplin, rencana PPC tidak akan selaras dengan kondisi nyata di lantai produksi.

3.7. Kaitan MRP, CRP, dan Scheduling dalam Satu Ekosistem ERP

Ketiga proses—MRP, CRP, dan scheduling—bekerja sebagai sistem tertutup:

  • MRP menghitung kebutuhan.

  • CRP memvalidasi kapasitas.

  • Scheduling memetakan waktu eksekusi.

  • SFC memberikan feedback untuk memperbaiki rencana berikutnya.

ERP menciptakan siklus perencanaan yang adaptif, memungkinkan perusahaan merespons perubahan secara cepat dan akurat.

 

4. Integrasi Lintas Modul: Kunci Efisiensi PPC dalam ERP

Nilai terbesar ERP terletak pada integrasi modulnya. PPC tidak berdiri sendiri, tetapi sangat dipengaruhi oleh modul lain seperti sales, procurement, inventory, dan costing.

4.1. Integrasi PP–SD: Keterhubungan Antara Demand dan Kapasitas Produksi

Modul Sales & Distribution (SD) menentukan:

  • demand aktual melalui sales order,

  • priority order,

  • delivery date pelanggan.

ERP memastikan setiap perubahan permintaan langsung mempengaruhi rencana produksi — inilah yang membuat PPC responsif terhadap fluktuasi pasar.

4.2. Integrasi PP–MM: Sinkronisasi Material dan Pengadaan

Modul Material Management (MM) mendukung PPC melalui:

  • pengadaan material tepat waktu (just in time),

  • tracking stok,

  • evaluasi vendor,

  • penentuan harga pembelian.

Ketika MRP menghasilkan purchase requisition, MM menjalankan proses pengadaan tanpa manual intervention. Integrasi ini mengurangi risiko stock-out dan biaya pembelian mendadak.

4.3. Integrasi PP–WM atau Inventory Management: Mengelola Pergerakan Barang

Inventory Management (IM) atau Warehouse Management (WM) memengaruhi PPC karena:

  • ketersediaan material memengaruhi kelancaran produksi,

  • lokasi penyimpanan menentukan kecepatan picking,

  • akurasi stok memengaruhi perhitungan net requirement.

Ketidaksinkronan data stok antara IM dan shop floor dapat menyebabkan rencana MRP menjadi salah.

4.4. Integrasi PP–QM: Menjamin Kualitas Produksi dan Material

Quality Management (QM) menentukan:

  • apakah material incoming memenuhi spesifikasi,

  • apakah WIP lolos quality gate,

  • apakah produk akhir dapat dirilis.

Masalah kualitas dalam incoming material dapat menghambat produksi meskipun rencana MRP sudah tepat.

4.5. Integrasi PP–CO: Pengendalian Biaya Produksi

Modul Controlling (CO) berfungsi:

  • menghitung cost estimate,

  • mencatat konsumsi aktual,

  • menghitung variance (usage variance, efficiency variance),

  • mengevaluasi biaya mesin dan tenaga kerja.

Integrasi PP–CO memungkinkan perusahaan memahami konsekuensi finansial dari setiap keputusan produksi.

4.6. ERP sebagai Sistem yang Menyatukan Informasi Real-Time

ERP menyediakan satu sumber kebenaran (single source of truth). Ketika informasi mengalir secara real-time:

  • perubahan di sales langsung memengaruhi produksi,

  • perubahan kapasitas mempengaruhi jadwal,

  • perubahan material mempengaruhi MRP,

  • perubahan biaya mempengaruhi perhitungan margin.

Inilah integrasi data yang membuat PPC modern efektif.

 

5. Tantangan Implementasi, Studi Kasus, dan Dampak Operasional ERP terhadap PPC

5.1. Tantangan Implementasi ERP untuk PPC

Meskipun ERP menawarkan integrasi menyeluruh, implementasinya di area PPC sering menghadapi beberapa kendala:

a. Kualitas master data yang rendah

Kesalahan kecil pada BOM, routing, atau lead time berdampak sangat besar terhadap seluruh perencanaan. Banyak perusahaan menemukan bahwa 60–70% error PPC berasal dari master data yang tidak diperbarui.

b. Kesiapan proses bisnis yang belum matang

ERP bukan alat untuk “menyembuhkan” proses yang buruk. Jika alur produksi belum stabil, implementasi ERP justru memperkuat ketidakkonsistenan tersebut.

c. Resistensi pengguna dan kurangnya pelatihan

Dalam banyak kasus, operator dan planner masih terbiasa bekerja secara manual. Kurangnya pelatihan menyebabkan mereka skeptis terhadap jadwal ERP, padahal masalahnya sering kali pada input dan parameter.

d. Keterbatasan data real-time dari shop floor

Tanpa konfirmasi operasi yang disiplin, data aktual tidak tersedia bagi MRP atau costing. Hal ini menyebabkan gap antara rencana dan realisasi.

5.2. Studi Kasus 1: Perusahaan Manufaktur Otomotif – Reduksi Bottleneck

Sebuah perusahaan otomotif mengalami bottleneck pada proses machining. Routing menunjukkan waktu proses 6 menit, tetapi realisasi harian tercatat 8 menit.

Tindakan:

  • shop floor control menampilkan runtime aktual,

  • routing diperbarui menjadi 8 menit,

  • CRP dihitung ulang,

  • jadwal dipetakan ulang sesuai kapasitas nyata.

Hasilnya:

  • backlog berkurang 40%,

  • jadwal lebih stabil,

  • overtime menurun signifikan.

Kasus ini menunjukkan pentingnya feedback loop antara SFC dan master data.

5.3. Studi Kasus 2: Industri FMCG – Pengurangan Biaya Inventori

Perusahaan FMCG memiliki tingkat stok bahan baku yang sangat tinggi karena ketidakpastian permintaan. Setelah ERP diterapkan dan forecast diintegrasikan dengan MRP:

  • safety stock dihitung berbasis parameter aktual,

  • reorder point lebih akurat,

  • MRP menghasilkan rencana pembelian yang lebih presisi.

Hasil:

  • inventori bahan baku turun 25%,

  • biaya penyimpanan berkurang,

  • cash flow lebih sehat.

Integrasi PP–SD terbukti menjadi kunci utama keberhasilan ini.

5.4. Studi Kasus 3: Pabrik Komponen Elektronik – Efisiensi Pengendalian Biaya

Setelah ERP mengintegrasikan PP–CO, perusahaan menemukan:

  • perbedaan besar antara planned cost dan actual cost,

  • efisiensi mesin lebih rendah dari asumsi,

  • scrap rate tinggi di satu work center.

Dengan data CO yang rinci:

  • cost estimate diperbarui,

  • operator dilatih ulang,

  • parameter MRP diperbaiki,

  • proses controlling menjadi objektif.

Perusahaan berhasil menurunkan variance hingga 15% dalam satu kuartal.

5.5. Dampak ERP terhadap Koordinasi Lintas Departemen

ERP mengubah dinamika kerja antar departemen:

  • PP tidak lagi bekerja “sendiri”, tetapi bergantung pada data SD, MM, dan WM.

  • Warehouse harus menjaga akurasi stok agar MRP berjalan benar.

  • Procurement harus mengikuti jadwal yang dihasilkan sistem.

  • Shop floor wajib melakukan konfirmasi real-time agar costing dan lead time akurat.

ERP mendorong perilaku kolaboratif karena setiap kesalahan input berdampak ke seluruh siklus produksi.

5.6. ERP sebagai Pengungkit Transformasi Operasional

ERP tidak hanya mempermudah PPC, tetapi mengubah cara perusahaan beroperasi:

  • rencana produksi lebih stabil,

  • kapasitas lebih terukur,

  • material mengalir lebih mulus,

  • biaya lebih transparan,

  • keputusan manajemen lebih cepat berbasis data.

Dengan demikian, ERP menjadi fondasi menuju operational excellence.

 

6. Kesimpulan

ERP memainkan peran sentral dalam meningkatkan efektivitas Production Planning and Control. Dengan mengintegrasikan data dari berbagai departemen, ERP menciptakan ekosistem perencanaan yang tidak hanya akurat tetapi juga adaptif. Master data yang solid — BOM, routing, work center, dan material master — menjadi elemen paling fundamental dalam memastikan kualitas perencanaan. Tanpa data dasar yang kuat, proses seperti MRP, CRP, scheduling, dan costing tidak akan memberikan hasil yang optimal.

Melalui integrasi lintas modul, ERP menghilangkan silo informasi, menjadikan PPC lebih responsif terhadap perubahan permintaan, keterlambatan material, maupun kendala kapasitas. Studi kasus menunjukkan bahwa manfaat ERP bersifat konkret: pengurangan bottleneck, penurunan biaya inventori, peningkatan visibilitas biaya produksi, serta penguatan disiplin shop floor.

Pada akhirnya, ERP bukan sekadar sistem IT, tetapi instrumen strategis untuk mengoptimalkan aliran material, mengendalikan biaya, dan meningkatkan daya saing perusahaan dalam lingkungan manufaktur yang semakin dinamis. Dengan implementasi yang tepat dan budaya data-driven, ERP menjadi enabler utama dalam transformasi operasional modern.

 

Daftar Pustaka

  1. Diklatkerja. ERP for Production Planning and Control.

  2. Jacobs, F. R., & Chase, R. B. (2020). Operations and Supply Chain Management. McGraw-Hill.

  3. Wallace, T. F., & Kremzar, M. H. (2001). ERP: Making It Happen. Wiley.

  4. Nahmias, S. (2013). Production and Operations Analysis. McGraw-Hill.

  5. Monk, E., & Wagner, B. (2013). Concepts in Enterprise Resource Planning. Cengage Learning.

  6. SAP SE. (2022). Production Planning Documentation.

  7. APICS. (2017). CPIM Learning System: Master Planning of Resources.

  8. Vollmann, T. E., Berry, W. L., Whybark, D. C., & Jacobs, F. R. (2005). Manufacturing Planning and Control Systems. McGraw-Hill.

  9. Waller, M. A. (2021). Integration of ERP and PPC systems. Journal of Manufacturing Systems.

  10. Slack, N., Brandon-Jones, A., & Johnston, R. (2022). Operations Management. Pearson.