Employment and Human Development for Foreign Civil Engineers in Japanese Construction Industries

Dipublikasikan oleh Marioe Tri

09 September 2025, 17.59

Mengapa Temuan Ini Relevan untuk Kebijakan?

Artikel karya Shinji Asai dan Takashi Goso (2025) membedah isu krusial tentang ketenagakerjaan dan pengembangan insinyur sipil asing di industri konstruksi Jepang. Jepang menghadapi krisis tenaga kerja akibat populasi menua, penurunan jumlah insinyur muda, serta sistem subkontraktor berlapis yang memperlebar kesenjangan upah dan peluang karier.

Untuk mengatasi kekurangan, Jepang merekrut insinyur asing melalui jalur technical intern trainee, specific skilled worker, dan T/H/I (technical/humanities/international business) workers. Namun, penelitian ini menemukan bahwa keberlanjutan kerja insinyur asing terganjal oleh:

  • Hambatan bahasa Jepang untuk sertifikasi resmi dan komunikasi di proyek.

  • Ketimpangan upah & benefit antar lapisan kontraktor.

  • Integrasi sosial terbatas, khususnya bagi lulusan universitas luar negeri.

  • Gap ekspektasi karier antara insinyur asing (lebih suka kontrak berbasis pekerjaan) dan perusahaan Jepang (cenderung mendorong loyalitas jangka panjang).

Melalui wawancara insinyur asing dan manajer Jepang, artikel ini menyoroti bahwa faktor kepuasan non-finansial—seperti counseling, kesempatan membawa keluarga, serta kejelasan jalur karier—sering lebih menentukan dari sekadar gaji.

Dampak, Hambatan, dan Peluang: Analisis Kebijakan

Dampak Sosial

Kehadiran insinyur asing membantu menjaga kelangsungan proyek infrastruktur di Jepang, tetapi integrasi budaya dan hambatan bahasa menimbulkan kerentanan sosial, terutama dalam komunikasi keselamatan di lapangan.

Dampak Ekonomi

Rekrutmen insinyur asing mendukung strategi ekspansi infrastruktur Jepang ke luar negeri. Namun, tanpa kebijakan pengembangan kapasitas dan karier, ketergantungan jangka panjang bisa berbalik menjadi risiko turnover tinggi.

Dampak Administratif

Regulasi lisensi dan sertifikasi Jepang menuntut standar tinggi. Keterbatasan akses bahasa bagi insinyur asing membuat mereka sulit naik ke posisi strategis. Situasi ini menciptakan ketidakselarasan antara kebutuhan tenaga ahli dan aturan administratif.

Hambatan

  • Tingginya syarat bahasa Jepang untuk ujian sertifikasi.

  • Subkontraktor berlapis memperlebar kesenjangan upah.

  • Minimnya dukungan psikososial bagi pekerja asing.

Peluang

  • Insinyur asing dapat menjadi motor ekspansi ODA Jepang.

  • Teknologi digital & AI membuka peluang training jarak jauh (bahasa, sertifikasi, manajemen proyek).

  • Jejaring internasional memberi nilai tambah dalam proyek lintas negara.

5 Rekomendasi Kebijakan Publik untuk Indonesia

1. Reformasi Sistem Sertifikasi Insinyur

Indonesia perlu memperkuat sertifikasi profesi insinyur dengan fleksibilitas bahasa Inggris sebagai alternatif pada ujian internasional. Hal ini akan menarik talenta asing sekaligus memperkuat daya saing lokal.

2. Skema Perlindungan dan Integrasi Sosial

Seperti Jepang, Indonesia juga berpotensi menarik insinyur asing di era pembangunan masif. Oleh karena itu, penting menyiapkan program integrasi sosial (counseling, pelatihan bahasa Indonesia, izin keluarga menyertai) agar keberlanjutan kerja lebih terjamin.

3. Transparansi Remunerasi di Sektor Konstruksi

Untuk mencegah kesenjangan upah antar kontraktor, pemerintah dapat menetapkan standar remunerasi minimum bagi insinyur lokal maupun asing, mengacu pada tingkat pengalaman dan sertifikasi.

4. Dukungan Pelatihan Berkelanjutan (Continuing Professional Development)

Indonesia bisa mencontoh Jepang dalam memperkuat pelatihan OFFJT, tetapi dengan memanfaatkan kursus online. Misalnya, kursus Overview of Construction Management dapat menjadi platform peningkatan kapasitas.

5. Kolaborasi Regional untuk Ekspansi Infrastruktur

Mengacu pada strategi “CORE JAPAN”, Indonesia dapat mendorong kemitraan perusahaan konstruksi lokal dengan asing dalam proyek regional ASEAN, dengan syarat transfer pengetahuan dan pengembangan kapasitas insinyur lokal.

Kritik terhadap Kebijakan

Jika kebijakan hanya berfokus pada rekrutmen tanpa memperhatikan faktor non-finansial (bahasa, integrasi sosial, counseling, jalur karier), maka insinyur asing cenderung bertahan sebentar. Hal ini bukan hanya merugikan perusahaan, tetapi juga berpotensi memperburuk krisis tenaga kerja jangka panjang.

Penutup: Pelajaran untuk Indonesia

Artikel ini menunjukkan bahwa ketahanan SDM teknik tidak bisa hanya bergantung pada gaji atau perekrutan masif. Indonesia harus memadukan kebijakan sertifikasi fleksibel, perlindungan sosial, serta pengembangan kapasitas berkelanjutan. Dengan langkah tersebut, pembangunan infrastruktur tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga mampu menciptakan daya saing regional.

Sumber:
Employment and Human Development for Foreign Civil Engineers in Japanese Construction Industries – Engineering Journal (2025)