Empat Pilar Krusial Keselamatan Kerja: Mengatasi Krisis Kecelakaan Konstruksi di Irak Melalui Program Terstruktur

Dipublikasikan oleh Raihan

15 Oktober 2025, 16.10

Analisis Elemen Program Keselamatan di Industri Konstruksi Irak: Peta Jalan Riset Kausalitas untuk Komunitas Akademik

Industri konstruksi di negara berkembang menghadapi tantangan unik dalam implementasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3), sering kali disebabkan oleh kelemahan struktural dan kurangnya penegakan regulasi . Penelitian ini berfokus pada industri konstruksi Irak, yang dikenal memiliki kinerja keselamatan yang buruk . Tujuan utama studi ini adalah untuk mengidentifikasi dan memvalidasi elemen-elemen program keselamatan kunci yang dapat diterapkan untuk memperbaiki kondisi ini, sekaligus merumuskan agenda riset ke depan yang ditujukan secara eksplisit untuk komunitas akademik, peneliti, dan lembaga pemberi hibah.

Justifikasi Krisis dan Jalur Logis Penemuan

Tingkat kecelakaan kerja di industri konstruksi global tetap berada pada level yang tidak dapat diterima . Di Irak, krisis ini sangat akut, dengan industri konstruksi menyumbang 38% dari total kecelakaan industri pada tahun 2018 . Meskipun data ini menggarisbawahi urgensi masalah kesehatan masyarakat, penelitian mengenai program keselamatan di sektor ini telah "diabaikan" . Kerangka keselamatan yang kuat sangat diperlukan untuk memfasilitasi peningkatan kinerja keselamatan, namun studi yang ada menekankan bahwa subjek ini memerlukan diagnosis spesifik negara karena konteks operasional dan budaya Irak yang unik.

Studi ini dirancang untuk mengisi kesenjangan tersebut melalui pendekatan metodologi campuran yang ketat . Proses penelitian dimulai dengan tinjauan literatur untuk menyusun daftar awal elemen program keselamatan. Daftar ini kemudian diverifikasi dan divalidasi secara kualitatif melalui wawancara semi-terstruktur dengan 16 pakar industri di Irak . Proses validasi oleh para pakar (yang memiliki pengalaman kerja antara 8 hingga 40 tahun) memastikan bahwa daftar elemen yang dihasilkan relevan dengan realitas lapangan, bukan sekadar adopsi model Barat .

Setelah validasi kualitatif, daftar akhir 25 elemen dimasukkan ke dalam kuesioner . Data dari 150 responden valid kemudian dianalisis menggunakan Analisis Faktor Eksploratori (EFA) untuk mengelompokkan elemen-elemen tersebut ke dalam dimensi yang terstruktur . Analisis EFA menyimpulkan bahwa 25 elemen ini dapat dikelompokkan secara efektif ke dalam empat dimensi yang saling terkait: Komitmen Manajemen dan Keterlibatan Karyawan (MCEI), Analisis Tempat Kerja (WA), Pencegahan dan Pengendalian Bahaya (HPC), dan Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan (SHT) . Struktur empat faktor yang divalidasi ini menjadi model kredibel yang dapat memandu intervensi kebijakan.

Kekuatan Metodologis dan Validitas Konstruk

Rigor metodologis penelitian ini diperkuat oleh uji statistik EFA yang memberikan kepercayaan tinggi terhadap validitas konstruk yang dihasilkan. Uji kecukupan sampling Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) menghasilkan koefisien 0.863 . Nilai ini jauh melebihi ambang batas yang disarankan, menunjukkan kecukupan data yang kuat untuk analisis faktor. Selain itu, uji sferisitas Bartlett terbukti penting, dengan nilai , menegaskan bahwa korelasi antar variabel memadai untuk pembentukan faktor .

EFA berhasil mengekstrak empat faktor dengan nilai eigenvalue lebih besar dari 1, yang secara kolektif menjelaskan 64.54% dari total varians . Angka ini menunjukkan bahwa keempat dimensi yang diidentifikasi mencakup porsi variabilitas yang signifikan dari program keselamatan. Keandalan internal instrumen ini juga sangat tinggi, diukur melalui koefisien Alpha Cronbach yang berkisar antara 0.856 hingga 0.916 di seluruh empat komponen, mengindikasikan konsistensi dan stabilitas pengukuran yang kuat .

Meskipun MCEI diakui secara kualitatif sebagai elemen yang mendasari, distribusi varians dalam model struktural memberikan panduan prioritas yang menarik bagi peneliti dan pengambil keputusan. Model ini menyajikan struktur empat dimensi dengan kontribusi varians yang berbeda. Hazard Prevention and Control (HPC), yang berfokus pada mitigasi risiko teknis, kontrol rekayasa, dan prosedur tanggap darurat, menjelaskan varians tertinggi (20.622%), menegaskan kontribusi terbesarnya pada struktur program. Management Commitment and Employee Involvement (MCEI), yang menjadi fondasi kebijakan, alokasi sumber daya, kepemimpinan, dan akuntabilitas, menjelaskan 17.85% dari varians. Selanjutnya, Worksite Analysis (WA), yang mencakup identifikasi bahaya, inspeksi, investigasi insiden, dan analisis tren, menjelaskan 17.424% . Terakhir, dimensi Safety and Health Training (SHT), yang bertujuan pada peningkatan kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan spesifik, menjelaskan varians struktural terendah (8.648%) . Distribusi ini menunjukkan bahwa meskipun pelatihan esensial untuk meningkatkan kesadaran, kekuatan struktural program sangat bergantung pada komitmen manajemen dan kontrol bahaya yang konkret .

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Studi ini memberikan kontribusi yang bersifat fundamental. Pertama, ia menyediakan basis pengetahuan yang sangat dibutuhkan tentang keselamatan di sektor konstruksi Irak, area yang sebelumnya sangat kurang diselidiki . Kedua, temuan ini memberikan panduan presisi bagi para pengambil keputusan mengenai fokus implementasi. Model ini menegaskan sifat interdependen dari empat dimensi tersebut, di mana MCEI diidentifikasi sebagai komponen mendasar (underlying component) yang mendukung semua upaya keselamatan lainnya . Komitmen manajemen adalah prasyarat untuk menyediakan sumber daya yang memadai, menetapkan kebijakan yang jelas, dan mendorong keterlibatan karyawan, yang pada gilirannya memungkinkan efektivitas WA, HPC, dan SHT. Ketiga, sebagai studi kasus yang ketat dari negara berkembang, temuan ini menawarkan kerangka kerja yang dapat digunakan oleh praktisi konstruksi di negara-negara berkembang lainnya untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan sehat .

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun model struktural telah divalidasi, desain penelitian ini memiliki keterbatasan yang memerlukan investigasi lanjutan. EFA adalah teknik deskriptif untuk mereduksi dimensi dan tidak dapat digunakan untuk menguji hubungan sebab-akibat. Oleh karena itu, hubungan kausalitas, mediasi, atau moderasi antara dimensi-dimensi yang divalidasi (misalnya, bagaimana MCEI secara langsung memediasi peningkatan HPC) terhadap kinerja keselamatan akhir (pengurangan kecelakaan) masih merupakan pertanyaan terbuka.

Keterbatasan kritis lainnya terletak pada varians yang tidak dijelaskan. Empat faktor yang diekstrak hanya menjelaskan 64.54% dari total varians , yang menyiratkan bahwa sekitar 35.46% dari variabilitas kinerja program keselamatan dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal atau variabel kontekstual yang belum dimasukkan dalam model . Faktor-faktor ini mungkin termasuk kondisi ekonomi makro, tekanan jadwal proyek yang ekstrem, kurangnya penegakan regulasi (yang dianggap sebagai batu loncatan penting untuk perbaikan ), atau aspek budaya organisasi yang lebih luas. Identifikasi dan pengujian variabel eksogen ini sangat penting untuk riset di masa depan.

Terakhir, fokus penelitian ini adalah memvalidasi input (elemen program), bukan mengukur output (dampak atau keberhasilan proyek). Untuk mendapatkan dukungan finansial dari lembaga pemberi hibah, studi lanjutan perlu mengukur bagaimana elemen-elemen ini diterjemahkan menjadi keberhasilan proyek secara keseluruhan .

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan Justifikasi Ilmiah)

Arah riset ke depan harus bergeser dari pemahaman struktur (deskriptif) ke pemodelan fungsi dan dampak (kausal dan prediktif).

1. Pemodelan Kausalitas Program Keselamatan Terhadap Keberhasilan Proyek Menggunakan SEM

  • Basis Temuan: Penelitian ini secara eksplisit merekomendasikan studi mengenai dampak elemen program keselamatan pada keberhasilan proyek secara keseluruhan menggunakan metode empiris .
  • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Penelitian perlu memodelkan MCEI, WA, HPC, dan SHT sebagai konstruk laten yang berhubungan secara kausal. MCEI harus diuji sebagai variabel antecedent yang memediasi peningkatan WA dan HPC. Variabel terikat harus mencakup metrik keberhasilan proyek yang lebih luas, seperti kepatuhan anggaran, kepatuhan jadwal, dan moral tenaga kerja, di samping metrik K3 tradisional.
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Justifikasi ilmiahnya adalah untuk membangun jembatan antara investasi keselamatan (MCEI) dan hasil finansial proyek. Membuktikan hubungan kausalitas ini akan memberikan dasar yang kuat bagi manajemen puncak dan lembaga pemberi hibah untuk memprioritaskan investasi keselamatan dengan Pengembalian Investasi (ROI) yang terukur.

2. Investigasi Peran Faktor Eksogen dan Pengaruh Moderasi

  • Basis Temuan: Sejumlah besar varians (35.46%) tetap tidak dijelaskan oleh model faktor, menunjukkan peran faktor eksternal. Selain itu, kurangnya penegakan regulasi dan tekanan jadwal dianggap menghambat kinerja keselamatan di negara berkembang .
  • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Penelitian lanjutan harus menerapkan analisis kausalitas dengan memasukkan variabel moderasi. Variabel moderasi harus mencakup 'tekanan batas waktu proyek yang dipersepsikan' dan 'efektivitas pengawasan atau penegakan regulasi pemerintah' terhadap hubungan antara MCEI (sebagai prediktor) dan HPC (sebagai hasil).
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Dalam lingkungan operasional yang bergejolak, perlu dipahami bagaimana variabel kontekstual eksternal melemahkan atau memperkuat komitmen manajemen. Temuan ini penting untuk perumusan kebijakan yang lebih strategis dan tahan banting terhadap ketidakstabilan lingkungan konstruksi.

3. Studi Longitudinal Efikasi Pelatihan (SHT) dan Perubahan Budaya

  • Basis Temuan: Meskipun SHT memiliki kontribusi struktural terendah pada varians (8.648%), perannya dalam meningkatkan kesadaran dan pengetahuan keselamatan diakui sangat penting .
  • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Melaksanakan studi longitudinal atau studi kasus terkontrol yang membandingkan efektivitas berbagai moda pelatihan (misalnya, Safety Induction berbasis teknologi vs. Toolbox Meeting rutin) selama periode proyek yang panjang (misalnya, 6 hingga 12 bulan). Variabel yang diukur harus berupa perubahan perilaku pekerja, terutama pengurangan perilaku tidak aman, dan bukan hanya tingkat penyerapan pengetahuan.
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Studi ini akan menilai potensi jangka panjang SHT sebagai investasi modal manusia. Hal ini akan membantu mengoptimalkan alokasi sumber daya pelatihan (yang berasal dari MCEI) dan menentukan format pelatihan mana yang paling efektif dalam menciptakan budaya keselamatan proaktif, yang merupakan tujuan utama program keselamatan .

4. Pengembangan dan Validasi Silang Daftar Periksa Implementasi Keselamatan (Checklist)

  • Basis Temuan: Terdapat rekomendasi eksplisit bagi studi di masa depan untuk menyajikan daftar periksa spesifik negara untuk implementasi K3 yang sukses .
  • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Mengembangkan alat audit berbasis 25 elemen inti yang divalidasi. Alat ini harus diuji melalui studi percontohan (pilot study) dan divalidasi silang pada proyek-proyek publik dan swasta di Irak oleh sekelompok auditor atau profesional keselamatan independen. Uji reliabilitas antar-penilai (inter-rater reliability) harus menjadi fokus utama.
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Ini adalah output riset yang paling aplikatif dan siap pakai (actionable). Daftar periksa yang teruji secara ilmiah ini akan menjadi alat pengawasan standar yang dibutuhkan oleh otoritas pengawas dan badan pemerintah untuk secara sistematis mengukur dan memulai perbaikan kinerja keselamatan di lapangan.

5. Replikasi dan Validasi Lintas Budaya di Kawasan MENA

  • Basis Temuan: Penelitian ini diakui sebagai contoh penting bagi negara berkembang lainnya, namun ditekankan bahwa program keselamatan memerlukan diagnosis spesifik negara .
  • Metode, Variabel, atau Konteks Baru: Replikasi studi EFA dan, yang lebih penting, SEM, di negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) atau Asia yang memiliki tantangan regulasi dan budaya konstruksi yang serupa. Menggunakan teknik analisis invarian pengukuran (measurement invariance) untuk memverifikasi apakah struktur empat faktor (MCEI, WA, HPC, SHT) tetap konsisten di berbagai konteks budaya.
  • Perlunya Penelitian Lanjutan: Penelitian ini akan mengubah temuan kasus Irak menjadi model teoretis regional, memperluas signifikansi dan dampak jangka panjang studi ini di kawasan di mana data dan kerangka kerja keselamatan berbasis bukti masih langka.

Implikasi Jangka Panjang dan Panggilan Kolaborasi

Temuan studi ini, yang secara empiris memvalidasi struktur program keselamatan di lingkungan yang sulit, memberikan kerangka kerja yang stabil untuk reformasi kebijakan . Dengan menetapkan MCEI sebagai fondasi yang harus didukung penuh, penelitian ini secara implisit mengarahkan investasi modal dan politik pada akar penyebab masalah kinerja keselamatan. Potensi jangka panjang terletak pada kemampuan untuk membuktikan, melalui agenda riset kausalitas yang diusulkan, bahwa kepatuhan keselamatan (yang dimungkinkan oleh MCEI dan ditegakkan oleh WA, HPC, dan SHT) tidak hanya menyelamatkan nyawa tetapi juga meningkatkan keberlanjutan dan profitabilitas proyek secara keseluruhan.

Untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil yang optimal serta untuk mengimplementasikan peta jalan riset kausalitas yang ambisius ini, diperlukan sinergi antar pihak. Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi akademik regional (untuk kolaborasi metodologis dan validasi silang), badan regulasi pemerintah Irak (seperti Kementerian Tenaga Kerja dan Urusan Sosial), dan organisasi non-pemerintah internasional yang berfokus pada pembangunan infrastruktur (untuk memfasilitasi akses data dan implementasi pilot project) untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil di tingkat kebijakan dan implementasi lapangan.

(https://doi.org/10.3390/ijerph18020411)