Ekonomi Sirkular dan Zero Waste di Türkiye: Transformasi Kebijakan Pengelolaan Sampah dan Akselerasi Transisi Menuju Sistem Sumber Daya Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

30 Desember 2025, 13.13

1. Pendahuluan

Bab ini membahas posisi Türkiye dalam transisi menuju circular economy melalui penguatan sistem pengelolaan sampah dan implementasi Zero Waste Project sejak 2017. Paper menekankan bahwa pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan perubahan karakter komposisi sampah mendorong kebutuhan sistem yang lebih efisien, terukur, dan sejalan dengan agenda keberlanjutan.

Secara global, tren peningkatan volume sampah diproyeksikan berlipat ganda pada 2050, sedangkan tingkat daur ulang masih relatif rendah. Türkiye mencerminkan pola serupa: sebagian besar sampah kota masih diarahkan ke landfill, sementara kapasitas pemulihan material dan energi belum optimal. Di sinilah circular economy diposisikan bukan hanya sebagai pendekatan teknis, tetapi sebagai model pembangunan lintas sektor yang mengaitkan efisiensi sumber daya, pengurangan emisi, dan inovasi kebijakan.

Paper juga menggarisbawahi perubahan paradigma dari ekonomi linear—yang berbasis ekstraksi, produksi, konsumsi, lalu pembuangan—menuju model sirkular yang menekankan perpanjangan umur produk, pemanfaatan kembali material, serta integrasi 3R–5R–9R sebagai spektrum strategi pengelolaan sumber daya. Pergeseran ini memerlukan sinergi kebijakan, investasi infrastruktur, dan perubahan perilaku konsumsi, bukan hanya penambahan fasilitas pengolahan sampah.

Dalam konteks tersebut, Zero Waste Project dipahami sebagai batu loncatan institusional: ia memperluas fokus dari sekadar pengelolaan residu menjadi rekayasa sistem yang mendorong pencegahan sampah di hulu, pemilahan di sumber, serta pembentukan ekosistem pemulihan material yang lebih formal, terukur, dan berorientasi ekonomi sirkular.

 

2. Circular Economy, Zero Waste, dan Evolusi Kebijakan Pengelolaan Sampah di Türkiye

Bagian ini menelusuri kerangka historis dan konseptual ekonomi sirkular, sekaligus memetakan bagaimana kebijakan pengelolaan sampah Türkiye berevolusi menuju pendekatan yang lebih sistemik. Circular economy dipahami sebagai respon terhadap keterbatasan sumber daya, tekanan lingkungan, dan dampak jangka panjang model konsumsi konvensional.

a. Circular economy sebagai koreksi atas model linear

Indonesia—seperti banyak negara berkembang—mengalami tekanan serupa dengan Türkiye: konsumsi meningkat lebih cepat daripada regenerasi sumber daya. Paper menunjukkan bahwa dalam model linear, limbah timbul di setiap tahap produksi hingga pasca konsumsi; sebaliknya, circular economy menggeser fokus ke perancangan produk yang tahan lama, dapat diperbaiki, diperbarui, dan diproduksi ulang, sehingga kebutuhan material primer menurun dan emisi terkait pengolahan serta pembuangan ikut berkurang.

Peralihan ini tidak sekadar teknis, tetapi normatif: “waste” mulai diperlakukan sebagai secondary raw material yang memiliki nilai ekonomi, bukan residu yang harus dibuang.

b. Dari 3R menuju 5R dan 9R sebagai spektrum strategi

Paper memaparkan perkembangan kerangka pengelolaan limbah dari 3R (reduce–reuse–recycle) ke 5R—yang menambahkan prioritas refuse dan repair—hingga 9R, yang memperluas logika sirkular menjadi rekayasa desain produk, pemanjangan siklus hidup, dan optimasi pemanfaatan energi dari residu. Pendekatan bertingkat ini menegaskan bahwa pencegahan limbah tetap merupakan prioritas, sementara daur ulang dan energi dari residu menjadi opsi terakhir ketika strategi hulu tidak lagi berlaku.

Kerangka tersebut bukan sekadar taksonomi, melainkan panduan kebijakan untuk memprioritaskan intervensi yang memberi dampak material terbesar terhadap pengurangan timbulan dan emisi.

c. Evolusi regulasi dan integrasi agenda zero waste

Sejalan dengan proses harmonisasi kebijakan lingkungan dengan Uni Eropa, Türkiye memperkuat kerangka hukum pengelolaan sampah, mulai dari klasifikasi limbah, pengendalian landfill, hingga pengembangan fasilitas mechanical-biological treatment, komposting, dan bio-methanization. Zero Waste Project kemudian hadir sebagai mekanisme akselerasi implementasi—memaksa perubahan perilaku institusi publik, kawasan komersial, dan fasilitas layanan melalui kewajiban pemilahan, pelaporan data, dan sertifikasi kinerja.

Nilai tambah kebijakan ini bukan hanya pada peningkatan tingkat daur ulang, tetapi pada pembentukan infrastruktur tata kelola: sistem informasi limbah, standar pemilahan, insentif pengurangan plastik sekali pakai, serta roadmap adopsi bertahap lintas sektor.

 

3. Profil Timbulan Sampah, Komposisi, dan Tantangan Sistem Pengelolaan di Türkiye

Bagian ini membahas kondisi aktual timbulan sampah perkotaan di Türkiye, termasuk karakter material, kapasitas infrastruktur, serta tantangan implementasi yang memengaruhi efektivitas transisi menuju circular economy. Paper menunjukkan bahwa peningkatan urbanisasi dan perubahan pola konsumsi berkontribusi pada naiknya volume sampah domestik, dengan variasi signifikan antar wilayah dan kategori kota.

a. Komposisi sampah dan implikasinya terhadap strategi circular economy

Data yang dipaparkan dalam paper menunjukkan bahwa bagian terbesar sampah kota di Türkiye terdiri dari fraksi organik, diikuti plastik, kertas, logam, dan kaca. Dominasi sampah organik menandakan bahwa potensi pengurangan emisi melalui komposting dan bio-methanization masih sangat besar, sementara fraksi plastik dan kemasan memiliki peluang tinggi untuk dimasukkan ke rantai material recovery.

Komposisi ini memiliki implikasi strategis: circular economy tidak dapat diterapkan secara seragam, tetapi harus memprioritaskan teknologi dan kebijakan yang sesuai dengan struktur material dominan di masing-masing wilayah. Kota dengan proporsi organik tinggi, misalnya, lebih relevan diarahkan pada sistem pengolahan biologis dibanding sekadar perluasan landfill.

b. Kapasitas infrastruktur dan kesenjangan pengelolaan antar wilayah

Paper menekankan bahwa meskipun kapasitas fasilitas landfill saniter, mechanical-biological treatment, serta unit pengolahan material meningkat dalam satu dekade terakhir, kesenjangan antar daerah masih terlihat. Beberapa kota besar telah memiliki fasilitas pengolahan terintegrasi, sementara wilayah lain masih bergantung pada landfill sebagai opsi utama.

Kondisi ini menunjukkan bahwa transisi circular economy tidak hanya bergantung pada kerangka kebijakan nasional, tetapi juga pada kapasitas fiskal, kesiapan institusional, dan kemitraan lokal dalam penyediaan infrastruktur. Tanpa pemerataan kapasitas, tingkat keberhasilan zero waste akan berjalan tidak seragam.

c. Tantangan operasional: pemilahan di sumber, perilaku, dan sistem logistik

Paper mengidentifikasi sejumlah tantangan utama, seperti rendahnya konsistensi pemilahan di sumber, keterbatasan skema insentif bagi rumah tangga dan pelaku usaha, serta belum optimalnya sistem pengumpulan terpisah. Selain itu, rantai logistik pengangkutan material recovery masih menghadapi biaya operasional yang tinggi, terutama di kota-kota dengan sebaran permukiman luas.

Tantangan tersebut menunjukkan bahwa circular economy memerlukan desain sistem sosial-teknis, bukan hanya penyediaan fasilitas fisik. Perubahan perilaku, edukasi publik, serta integrasi data pengelolaan sampah menjadi komponen yang menentukan keberhasilan.\

 

4. Zero Waste Project sebagai Instrumen Implementasi Circular Economy

Bagian ini mengulas bagaimana Zero Waste Project difungsikan sebagai kerangka operasional untuk mempercepat penerapan prinsip circular economy di berbagai sektor. Proyek ini tidak hanya berorientasi pada pengurangan residu, tetapi juga membangun standar, mekanisme sertifikasi, serta ekosistem kebijakan yang mendorong perubahan perilaku kelembagaan dan masyarakat.

a. Struktur program, sertifikasi, dan mekanisme adopsi bertahap

Paper menjelaskan bahwa Zero Waste Project mengembangkan model adopsi bertahap melalui kewajiban pemilahan, pelabelan area penyimpanan sementara, pelaporan kuantitas material, serta audit kinerja yang kemudian menjadi dasar pemberian sertifikasi. Pendekatan bertingkat ini membantu memastikan bahwa implementasi tidak hanya simbolik, tetapi memiliki indikator kemajuan yang terukur.

Model sertifikasi juga berfungsi sebagai instrumen tata kelola: ia menciptakan standar minimum, mendorong transparansi data, dan memberikan sinyal kebijakan bagi sektor publik maupun privat untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sampah.

b. Perluasan cakupan ke institusi publik, sektor pendidikan, dan kawasan komersial

Paper menunjukkan bahwa penerapan Zero Waste Project diperluas ke berbagai kategori fasilitas, mulai dari gedung pemerintahan, sekolah, rumah sakit, kawasan perbelanjaan, hingga area wisata. Ekspansi lintas sektor ini memperlihatkan bahwa zero waste tidak diposisikan sebagai program teknis Dinas Lingkungan semata, melainkan sebagai agenda nasional lintas kelembagaan.

Pendekatan ini memperkuat integrasi circular economy pada level praktik keseharian, karena perubahan perilaku konsumsi dan manajemen material terjadi di ruang-ruang aktivitas sosial dan ekonomi yang paling sering digunakan masyarakat.

c. Dampak awal, capaian, dan ruang perbaikan kebijakan

Berdasarkan data capaian yang disajikan dalam paper, Zero Waste Project berkontribusi pada peningkatan pengumpulan terpilah, pengurangan volume sampah yang diarahkan ke landfill, serta bertambahnya unit fasilitas yang menerapkan standar pemilahan. Namun, paper juga menyoroti bahwa sebagian capaian masih bersifat kuantitatif, sementara aspek kualitas pemulihan material, integrasi industri daur ulang, dan keberlanjutan pendanaan masih memerlukan penguatan.

Hal ini menunjukkan bahwa tahap berikutnya dari Zero Waste Project perlu bergerak dari fase adopsi kepatuhan menuju fase integrasi ekonomi sirkular, di mana material yang terkumpul terpilah benar-benar masuk ke rantai nilai industri dan tidak berhenti pada level pengumpulan saja.

 

5. Teknologi, Infrastruktur, dan Pendekatan Pengolahan Sampah dalam Kerangka Circular Economy

Bagian ini membahas peran teknologi dan infrastruktur pengolahan sampah sebagai elemen kunci dalam mendukung implementasi circular economy dan Zero Waste Project di Türkiye. Paper memaparkan bahwa pengembangan fasilitas pengolahan tidak hanya dimaknai sebagai solusi teknis, tetapi sebagai bagian dari strategi rekayasa sistem material agar semakin sedikit residu yang berakhir di landfill.

a. Mechanical-biological treatment, komposting, dan bio-methanization

Paper menjelaskan bahwa mechanical-biological treatment (MBT) berperan penting dalam memisahkan fraksi organik dan anorganik, sekaligus mempersiapkan material untuk proses lanjutan seperti komposting, bio-methanization, atau material recovery. Keberadaan fraksi organik yang besar menjadikan teknologi biologis sebagai instrumen utama pengurangan emisi dan volume landfill.

Komposting memungkinkan pengembalian nutrien ke tanah, sedangkan bio-methanization menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Dari perspektif circular economy, kedua proses ini menempatkan sampah organik sebagai resource stream, bukan sekadar residu.

b. Waste-to-energy dan posisi strategisnya dalam hierarki pengelolaan

Paper menunjukkan bahwa teknologi waste-to-energy digunakan secara selektif sebagai opsi pengolahan residu yang tidak dapat didaur ulang atau diproses kembali. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip hierarki limbah, di mana pencegahan, penggunaan kembali, dan daur ulang tetap menjadi prioritas, sementara energi dari sampah berfungsi sebagai opsi terakhir sebelum landfill.

Nilai tambah strategi ini terletak pada kemampuannya mengurangi ketergantungan landfill sekaligus memberikan manfaat energi, meskipun paper menegaskan perlunya keseimbangan agar waste-to-energy tidak menjadi disinsentif terhadap program pengurangan timbulan dan pemulihan material.

c. Peran sistem informasi, pelaporan, dan digitalisasi tata kelola

Selain aspek fisik infrastruktur, paper menyoroti pentingnya sistem informasi limbah yang merekam volume material, tingkat pemulihan, dan kinerja fasilitas. Digitalisasi pelaporan mempermudah proses monitoring, pengambilan keputusan kebijakan, serta evaluasi implementasi Zero Waste Project.

Dari sudut pandang circular economy, keberadaan data yang akurat menjadi prasyarat pembentukan pasar material sekunder, karena rantai pasok daur ulang bergantung pada kepastian volume, kualitas material, dan kontinuitas suplai.

 

6. Indikator Kinerja, Dampak Implementasi, dan Pembelajaran Kebijakan

Bagian ini membahas bagaimana paper mengevaluasi dampak Zero Waste Project melalui indikator kuantitatif dan kualitatif, sekaligus menarik pembelajaran kebijakan bagi penguatan transisi circular economy di masa mendatang.

a. Indikator pengurangan landfill, peningkatan pemilahan, dan material recovery

Paper mencatat bahwa implementasi program berkontribusi pada peningkatan jumlah fasilitas yang melakukan pemilahan di sumber, bertambahnya volume material yang dikumpulkan secara terpisah, serta penurunan proporsi sampah yang langsung diarahkan ke landfill. Indikator tersebut menunjukkan pergeseran awal dari sistem berbasis pembuangan menuju pola yang lebih rekonstruktif terhadap siklus material.

Meskipun capaian ini belum merata di semua wilayah, tren yang terlihat mengindikasikan bahwa perubahan kelembagaan dan kebiasaan pengelolaan mulai terbentuk.

b. Dimensi sosial, institusional, dan perubahan perilaku

Paper menekankan bahwa keberhasilan implementasi tidak hanya diukur dari besaran volume material, tetapi juga dari perubahan perilaku di lingkungan kerja, institusi publik, dan kawasan komersial. Kesadaran mengenai pemilahan, pengurangan plastik sekali pakai, serta keterlibatan masyarakat dalam sistem pengelolaan terstruktur menjadi bagian penting dari proses transisi.

Dengan demikian, Zero Waste Project dipahami sebagai intervensi sosial-teknis: ia bekerja melalui kombinasi instrumen regulasi, edukasi, sertifikasi, dan penyediaan infrastruktur.

c. Ruang penguatan: integrasi rantai industri daur ulang dan keberlanjutan pendanaan

Paper juga mengidentifikasi sejumlah ruang perbaikan. Pertama, material yang terkumpul terpilah perlu semakin terhubung dengan rantai industri daur ulang agar menghasilkan nilai ekonomi yang lebih besar. Kedua, keberlanjutan program bergantung pada model pembiayaan yang stabil dan mekanisme insentif yang mendorong partisipasi jangka panjang.

Dari sudut pandang circular economy, tahap berikutnya bukan hanya konsolidasi praktik pemilahan, tetapi integrasi pasar material sekunder, inovasi bisnis berbasis daur ulang, serta harmonisasi kebijakan lintas sektor.

 

7. Nilai Tambah Analitis: Posisi Zero Waste Project dalam Trajektori Transisi Circular Economy

Bagian ini mengembangkan pembacaan kritis atas temuan paper, dengan menyoroti posisi Zero Waste Project dalam lintasan jangka panjang transisi circular economy di Türkiye. Jika dilihat sebagai kebijakan publik, program ini bukan hanya instrumen pengelolaan sampah, tetapi juga platform pembelajaran kebijakan yang membentuk kebiasaan baru dalam tata kelola material.

a. Dari program teknis menuju arsitektur tata kelola circular economy

Zero Waste Project pada tahap awal masih berfokus pada pemilahan, sertifikasi, dan peningkatan fasilitas. Namun secara institusional, ia sedang membangun fondasi penting: standar operasional, mekanisme pelaporan, ekosistem aktor, dan kerangka koordinasi lintas sektor. Dari perspektif kebijakan, inilah fase “institusionalisasi praktik”, yang menjadi prasyarat sebelum circular economy bergerak ke tahap industrialisasi material sekunder dan inovasi model bisnis.

Dengan kata lain, program ini berfungsi sebagai jembatan antara manajemen sampah konvensional dan sistem circular economy yang lebih matang.

b. Tantangan struktural: ketimpangan kapasitas, kontinuitas data, dan konektivitas industri

Paper mengindikasikan bahwa tantangan terbesar tidak hanya terletak pada teknologi, tetapi pada struktur kelembagaan. Perbedaan kapasitas antar daerah menciptakan kesenjangan implementasi. Selain itu, keberlanjutan basis data limbah menjadi determinan penting bagi integrasi pasar daur ulang, sementara konektivitas antara pengumpulan terpilah dan industri pengolahan masih belum sepenuhnya stabil.

Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan circular economy memerlukan pendekatan bertahap: konsolidasi kapasitas daerah, peningkatan kualitas data, dan penguatan rantai pasok material sekunder.

c. Implikasi strategis terhadap agenda keberlanjutan dan ekonomi hijau

Dari sisi makro, Zero Waste Project memiliki dampak strategis yang melampaui sektor lingkungan. Program ini berpotensi mendukung pencapaian target pengurangan emisi, efisiensi sumber daya, dan penguatan industri berbasis material sekunder. Jika integrasi dengan kebijakan energi, industri, dan transportasi diperkuat, circular economy dapat berkembang sebagai pilar ekonomi hijau yang mendorong inovasi, investasi baru, dan penciptaan lapangan kerja.

Dengan demikian, pembelajaran utama dari paper adalah bahwa circular economy tidak dapat dipahami sebagai proyek sektoral, melainkan sebagai transformasi lintas kebijakan yang bekerja melalui perpaduan instrumen sosial, teknologi, ekonomi, dan regulasi.

 

8. Kesimpulan

Paper menunjukkan bahwa Türkiye sedang memasuki fase transisi penting menuju circular economy melalui penguatan Zero Waste Project sebagai instrumen implementasi kebijakan. Program ini mendorong perubahan dari model pengelolaan sampah berbasis pembuangan menuju sistem yang lebih terstruktur, terukur, dan berorientasi pemulihan material.

Implementasi program menghasilkan sejumlah capaian awal, seperti peningkatan pemilahan di sumber, penguatan infrastruktur pengolahan, serta perubahan perilaku di institusi publik dan kawasan komersial. Di sisi lain, masih terdapat ruang penguatan terkait integrasi industri daur ulang, keberlanjutan pendanaan, konsolidasi data, dan pemerataan kapasitas antar wilayah.

Secara keseluruhan, Zero Waste Project dapat dipandang sebagai tahap fondasional dalam perjalanan panjang menuju circular economy. Keberhasilan fase berikutnya akan ditentukan oleh kemampuan menghubungkan praktik pemilahan dan pengumpulan terpilah dengan ekosistem industri material sekunder, inovasi bisnis, serta harmonisasi kebijakan lintas sektor. Dengan pendekatan bertahap dan penguatan tata kelola, Türkiye memiliki peluang untuk menjadikan circular economy sebagai salah satu pilar transisi menuju sistem sumber daya yang lebih efisien, adaptif, dan berkelanjutan.

 

Daftar Pustaka
Gök, H., & Ghosh, S. K. (2023). Zero Waste Project and Circular Economy Practices in Türkiye. Dalam S. K. Ghosh (Ed.), Circular Economy Adoption. Springer Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-99-4803-1_6

CE-Adoption_SKG-SKG_book-Spring…

European Environment Agency. (2016). Circular Economy in Europe: Developing the Knowledge Base. EEA Report No. 2/2016.

OECD. (2019). Waste Management and the Circular Economy in Selected OECD Countries: Evidence from Environmental Performance Reviews.

Ellen MacArthur Foundation. (2015). Towards a Circular Economy: Business Rationale for an Accelerated Transition.

Jika perlu, saya bisa menyesuaikan gaya sitasi (APA/Chicago/IEEE) atau merampingkan daftar pustaka hanya pada sumber utama.