Ekonomi Sirkular dalam Pengelolaan E-Waste: Peluang Transformasi Sektor Elektronik di Indonesia

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

18 November 2025, 01.16

Percepatan transformasi digital dan peningkatan konsumsi perangkat elektronik mendorong pertumbuhan sektor elektronik di Indonesia. Namun, dinamika tersebut juga menimbulkan tantangan baru: meningkatnya volume limbah elektronik (e-waste) yang mengandung berbagai bahan baku kritis (Critical Raw Materials – CRM) seperti logam tanah jarang, nikel, dan kobalt. Material ini memiliki nilai strategis tinggi, baik secara ekonomi maupun geopolitik, namun pengelolaannya masih belum optimal di Indonesia.

Dengan masuknya Indonesia ke dalam peta jalan Ekonomi Sirkular 2025–2045, sektor elektronik menjadi salah satu prioritas untuk dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi potensi dampak lingkungan dari limbah elektronik berbahaya tetapi juga membuka peluang inovasi baru melalui penerapan ekodesain, tanggung jawab produsen yang diperluas (Extended Producer Responsibility/EPR), hingga pemulihan material bernilai tinggi yang dapat dimanfaatkan kembali dalam industri.

Mengapa E-Waste Menjadi Tantangan Penting?

Di Indonesia, pertumbuhan barang elektronik seperti telepon pintar, televisi, lemari es, dan laptop semakin pesat seiring dengan pertumbuhan kelas menengah. Namun, sebagian besar perangkat yang sudah mencapai akhir masa pakai (Product Lifetime) berakhir di TPA atau dibuang secara sembarangan, sering kali bercampur dengan limbah B3 lainnya.

Masalah lain yang muncul:

  • Paparan PCB (Printed Circuit Board) yang mengandung logam berat dan bahan beracun.

  • Potensi kehilangan nilai ekonomi dari material seperti emas, tembaga, dan paladium.

  • Minimnya fasilitas Material Recovery Facility (MRF) yang mampu mengolah e-waste secara aman.

Ekodesain dan Ecolabel: Menciptakan Produk Elektronik Ramah Lingkungan

Salah satu pendekatan dalam industri elektronik untuk mendukung ekonomi sirkular adalah dengan mengadopsi prinsip ekodesain—yaitu merancang produk agar mudah diperbaiki, didaur ulang, dan memiliki masa pakai lebih lama. Misalnya:

  • Desain modular untuk memudahkan penggantian suku cadang,

  • Penggunaan material yang kompatibel dengan proses daur ulang,

  • Pengurangan komponen berbahan berbahaya atau tidak dapat didaur ulang.

Selain itu, melalui skema ecolabel, produsen dapat memberikan informasi mengenai dampak lingkungan, tingkat energi, dan bahan pendukung keberlanjutan kepada konsumen secara transparan. Hal ini memberikan insentif bagi konsumen untuk memilih produk yang lebih ramah lingkungan, sekaligus memberikan nilai tambah bagi produsen yang berkomitmen.

Extended Producer Responsibility (EPR) dan PRO

Skema Extended Producer Responsibility menggeser beban pengelolaan limbah dari konsumen ke produsen. Di Indonesia, EPR dipraktikkan dalam beberapa model:

  • Produsen langsung mengelola limbah produknya,

  • Bermitra dengan Producer Responsibility Organization (PRO) yang mengoordinasikan upaya pengambilan dan daur ulang.

Melalui pendekatan ini, produsen bertanggung jawab penuh atas:

  • Pengumpulan produk yang sudah tidak digunakan,

  • Pengolahan material,

  • Pendanaan daur ulang dan infrastruktur pemulihan bahan.

Dengan demikian, sistem EPR menjadi model kunci dalam memastikan keberlanjutan siklus produk dari awal produksi hingga akhir masa pakai.

Kendaraan Listrik dan Tantangan Baterai

Peralihan menuju Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di Indonesia meningkatkan urgensi pengelolaan baterai bekas sebagai limbah elektronik dengan dampak lingkungan potensial. Baterai berisi komponen berbahaya seperti lithium, kobalt, dan nikel yang dapat mencemari tanah serta air jika dibuang sembarangan. Namun, baterai bekas juga merupakan “tambang baru” material strategis yang bisa dipulihkan.

Inovasi dalam teknologi daur ulang baterai dan penyimpanan energi sekunder belakangan ini menjadi fokus utama dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik ramah lingkungan.

Penutup

Mewujudkan pengelolaan e-waste yang mendukung ekonomi sirkular bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi kolaborasi menyeluruh dari industri, konsumen, dan startup teknologi. Melalui penerapan ekodesain, ecolabel, EPR, dan fasilitas pemulihan material modern, Indonesia dapat memperkuat sektor elektronik tidak hanya sebagai pengguna teknologi, tetapi juga sebagai bagian dari rantai nilai global berbasis keberlanjutan.

Dengan langkah strategis dan implementasi bertahap, target ekonomi sirkular di sektor elektronik bukan hanya sekadar visi, melainkan realitas ekonomi hijau yang membawa manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi.

 

Daftar Pustaka

Badan Standardisasi Nasional. (2021). Penerapan Ekolabel dan Ekodesain dalam industri elektronik. Jakarta: BSN.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Statistik lingkungan hidup Indonesia 2023. Jakarta: BPS. https://www.bps.go.id

Ellen MacArthur Foundation. (2016). Towards a circular economy: Business rationale for an accelerated transition. Retrieved from https://ellenmacarthurfoundation.org

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. (2023). Laporan Pengelolaan Sampah Nasional 2023. Jakarta: KLHK.

OECD. (2020). Extended Producer Responsibility: Updated guidance for efficient waste management. OECD Publishing.

United Nations University. (2020). The global e-waste monitor: Quantities, flows, and the circular economy potential. UNU & ITU.

Waste4Change. (2023). E-waste management capacity and opportunities in Indonesia. Retrieved from https://waste4change.com