Efektivitas Whistleblowing System di Kementerian RI: Strategi Jitu Cegah Korupsi Birokrasi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

10 Juni 2025, 16.12

pixabay.com

Pendahuluan

Korupsi birokrasi masih menjadi masalah besar di Indonesia. Sektor kementerian, sebagai jantung dari pelayanan publik dan pengelolaan anggaran negara, menjadi salah satu wilayah rawan. Dalam rentang 2016 hingga 2018, puluhan kasus korupsi yang melibatkan pejabat kementerian terungkap ke publik. Paper karya Arismaya dan Utami (2019) mengulas secara komprehensif bentuk, penyebab, dan pencegahan korupsi di lingkungan kementerian Indonesia, dengan fokus khusus pada penerapan whistleblowing system (WBS) sebagai alat pencegahan fraud.

Korupsi di Kementerian: Potret Tiga Tahun

Dalam kurun waktu tiga tahun, ditemukan kasus-kasus besar yang menjadi sorotan:

  • 2016: Direksi PT Sharleen Raya menyuap anggota DPR untuk proyek aspirasi di Kementerian PUPR (CNN Indonesia, 2016).
  • 2017: Korupsi proyek sistem penyediaan air minum (SPAM) yang melibatkan pejabat PUPR dan swasta (CNN Indonesia, 2018).
  • 2018: Kasus suap Dirjen Perhubungan terkait proyek pengerukan pelabuhan di Kalimantan dan Jawa (SINDOnews, 2018).

Kasus-kasus ini menggambarkan pola korupsi yang berulang: penyalahgunaan wewenang dalam proyek, suap dalam tender, dan manipulasi proses birokrasi.

Penyebab Korupsi: Dari Sistemik ke Kultural

Menurut teori institusional, korupsi muncul karena:

  • Lemahnya transparansi dan akuntabilitas
  • Budaya permisif terhadap penyimpangan
  • Ketimpangan kekuasaan dalam pengambilan keputusan proyek
  • Minimnya perlindungan terhadap pelapor pelanggaran

Studi dari Transparency International juga mencatat bahwa sejak era Orde Baru, budaya korupsi telah tertanam kuat di lembaga pemerintahan Indonesia.

Whistleblowing System: Alat Pencegahan atau Formalitas?

Whistleblowing system (WBS) diadopsi sebagai mekanisme internal yang memungkinkan pelaporan pelanggaran secara anonim, baik oleh pegawai maupun publik. Sistem ini diharapkan mampu:

  • Mendeteksi dini potensi korupsi
  • Meningkatkan akuntabilitas institusi
  • Membangun budaya transparansi dan keberanian melapor

Namun, implementasi WBS di kementerian Indonesia masih sangat rendah dan belum optimal.

Hasil Penelitian: Fakta WBS di 21 Kementerian

Peneliti menilai 36 indikator WBS berdasarkan standar KNKG 2008, dan hasilnya:

  • Rata-rata kepatuhan hanya 19,84%
  • Hanya 6 dari 36 indikator yang diadopsi secara luas, seperti peluncuran sistem, kebijakan perlindungan pelapor, dan prosedur pelaporan
  • Tidak ada kementerian yang mengadopsi indikator tentang sanksi terhadap pelaporan palsu atau mekanisme banding hukum

Top 5 kementerian terbaik dalam implementasi WBS:

  1. Kementerian Agama – 36,11%
  2. Kemdikbud – 33,33%
  3. Kemenpan RB – 33,33%
  4. KemenPPPA – 33,33%
  5. Kementerian PUPR – 30,56%

Sementara Kementerian Kesehatan hanya mencetak skor 5,56%, dan Kementerian Perindustrian serta Kemensos di bawah 10%.

Tantangan Utama dalam Implementasi

  1. Tidak adanya regulasi resmi tentang WBS yang mengikat semua kementerian
  2. Banyak situs WBS tidak memiliki menu pengaduan yang jelas
  3. Pendaftaran berbelit, termasuk kewajiban menyebut nama dan identitas
  4. Kurangnya sosialisasi dan pelatihan internal kepada pegawai
  5. Tidak adanya tim WBS khusus yang independen

Studi Literatur: Whistleblowing dalam Perspektif Global

  • Australia, Kanada, dan AS telah mengadopsi UU pelindung pelapor yang kuat
  • Studi oleh Gao & Brink (2017) menunjukkan efektivitas WBS meningkat jika pelapor merasa aman secara hukum dan psikologis
  • Kartini (2018) menekankan bahwa penguatan kanal WBS harus disertai pendidikan etika dan pelatihan sistemik
  • Alleyne et al. (2017) menggarisbawahi pentingnya komitmen manajemen dan sistem tindak lanjut yang cepat

Rekomendasi Strategis

Peneliti menawarkan sejumlah langkah solutif:

  1. Menerbitkan regulasi nasional WBS berbasis KNKG 2008 untuk seluruh kementerian
  2. Membentuk unit pelaksana WBS yang independen dan bertanggung jawab langsung kepada inspektorat utama
  3. Meningkatkan aksesibilitas sistem WBS, termasuk fitur anonim dan alur pelaporan yang jelas
  4. Mengintegrasikan WBS ke dalam kinerja aparatur sipil negara
  5. Mengadakan pelatihan tahunan dan sosialisasi digital kepada seluruh pegawai kementerian
  6. Menyiapkan mekanisme evaluasi dan audit sistem pelaporan internal

Kesimpulan

Korupsi di kementerian bukan hanya tentang suap dan penyalahgunaan proyek, tetapi juga tentang gagalnya sistem internal dalam mendeteksi dan menindak pelanggaran. Whistleblowing system adalah solusi awal yang paling realistis dan preventif, namun belum dijalankan secara optimal di Indonesia.

Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi WBS masih bersifat simbolik, belum menjadi bagian integral dari budaya antikorupsi kementerian. Maka dari itu, perlu ada reformasi sistemik dan komitmen politik untuk menjadikan WBS sebagai ujung tombak pencegahan korupsi birokrasi.

Sumber : Arismaya, A. D., & Utami, I. (2019). Facts, causes and corruption prevention: Evidence in Indonesian ministries. Journal of Contemporary Accounting, 1(2), 95–106.