E-Procurement dan Green Procurement: Kunci Sukses Supply Chain Berkelanjutan di Malaysia

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

18 Juni 2025, 09.06

pixabay.com

 Pendahuluan 

Dalam era digital, e-procurement (pengadaan elektronik) telah menjadi alat kritis untuk mencapai efisiensi operasional dan keberlanjutan lingkungan. Penelitian oleh Singh dan Chan (2022) mengungkap bagaimana adopsi e-procurement berdampak signifikan pada green procurement (pengadaan hijau) di perusahaan Malaysia yang bersertifikat ISO 14001. Studi ini tidak hanya menyoroti manfaat teknologi tetapi juga memberikan panduan bagi pelaku industri dan pembuat kebijakan untuk memperkuat praktik supply chain berkelanjutan. 

 E-Procurement dan Green Procurement: Apa Hubungannya? 

E-procurement mengacu pada penggunaan teknologi digital untuk proses pengadaan, seperti e-tendering, e-sourcing, dan e-ordering. Sementara itu, green procurement berfokus pada pembelian produk/jasa yang ramah lingkungan. Kombinasi keduanya menciptakan supply chain yang efisien dan berkelanjutan. 

 Temuan Utama Penelitian 

1. 86% peningkatan kinerja green procurement setelah adopsi e-procurement. 

2. E-sourcing dan e-ordering memiliki dampak paling signifikan (β = 0.881 dan 0.021). 

3. E-reverse auction dan e-tendering kurang berpengaruh, mungkin karena kompleksitas implementasi. 

 Studi Kasus: Implementasi di Perusahaan Malaysia 

Penelitian ini melibatkan 152 responden dari 55 perusahaan ISO 14001 di Johor, Malaysia. Hasilnya menunjukkan: 

- E-informing (mean = 4.443) dan e-tendering (mean = 4.306) paling banyak digunakan. 

- 86% varians green procurement dijelaskan oleh adopsi e-procurement (R² = 0.868). 

- Perusahaan yang menggunakan e-procurement melaporkan pengurangan biaya operasional hingga 42%. 

 Manfaat E-Procurement untuk Keberlanjutan 

1. Pengurangan Penggunaan Kertas: Proses digital mengurangi limbah kertas. 

2. Efisiensi Waktu dan Biaya: Transaksi lebih cepat, mengurangi emisi karbon dari logistik. 

3. Transparansi: Meminimalkan korupsi dan meningkatkan akuntabilitas. 

 Tantangan dan Rekomendasi 

 Kendala Implementasi 

- Kurangnya pelatihan bagi karyawan. 

- Resistensi budaya terhadap perubahan sistem manual ke digital. 

 Solusi 

- Pelatihan intensif untuk staf procurement. 

- Insentif pemerintah untuk adopsi teknologi hijau. 

 Kritik dan Analisis Tambahan 

Meski penelitian ini komprehensif, ada beberapa celah: 

1. Sampel terbatas pada perusahaan besar (250+ karyawan), sehingga kurang mewakili UKM. 

2. E-reverse auction dinilai kurang efektif, padahal di negara lain (seperti Yunani) terbukti sukses. 

Perbandingan dengan Penelitian Lain: 

- Walker & Brammer (2012) menemukan hubungan kuat antara e-procurement dan sustainability di sektor publik Eropa. 

- Ramkumar & Jenamani (2015) menekankan perlunya integrasi big data untuk optimasi green procurement. 

Kesimpulan 

Adopsi e-procurement adalah langkah strategis untuk mencapai green procurement dan kinerja supply chain berkelanjutan. Perusahaan Malaysia telah membuktikan bahwa teknologi ini tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). 

Rekomendasi untuk Penelitian Selanjutnya: 

- Eksplorasi dampak blockchain dan IoT pada green procurement. 

- Studi komparatif antara negara berkembang dan maju. 

Sumber :  Singh, P. K., & Chan, S. W. (2022). The Impact of Electronic Procurement Adoption on Green Procurement towards Sustainable Supply Chain Performance-Evidence from Malaysian ISO Organizations. Journal of Open Innovation: Technology, Market, and Complexity, 8(2), 61.