Memahami Digital Twin di Era Industri 4.0
Pada tahun 2010, pemerintah Jerman memperkenalkan sebuah konsep revolusioner bernama Industri 4.0 (Industry 4.0), yang merupakan tonggak baru dalam evolusi industri. Konsep ini dengan cepat diadopsi oleh berbagai negara karena menjanjikan transformasi besar dalam cara pabrik beroperasi. Industri 4.0 memanfaatkan otomatisasi dan digitalisasi yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun untuk mengubah pabrik konvensional menjadi Smart Factory — pabrik yang mampu mengatur dan menyesuaikan diri secara mandiri dengan kondisi yang selalu berubah. Di dalam konsep ini, Internet of Things (IoT), sistem siber-fisik (cyber-physical systems), big data, dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) menjadi pilar penting.
Salah satu teknologi yang lahir dari semangat Industri 4.0 adalah Digital Twin. Secara sederhana, digital twin adalah representasi digital dari objek atau sistem fisik di dunia nyata. Replika digital ini dibuat berdasarkan data yang dikumpulkan dari sensor dan model matematis yang merepresentasikan perilaku serta karakteristik objek fisik tersebut. Dengan digital twin, perusahaan bisa melakukan simulasi, pengujian kinerja, atau perubahan konfigurasi pada versi digital sebelum diterapkan ke versi fisik, sehingga risiko, biaya, dan waktu yang terbuang dapat ditekan secara signifikan.
Penelitian yang dilakukan Małgorzata Gulewicz memiliki dua tujuan besar:
- Mengukur sejauh mana kesadaran industri terhadap teknologi digital twin.
- Mengidentifikasi hambatan utama yang menghalangi implementasi teknologi ini di perusahaan.
Kerangka Penelitian dan Metodologi
Studi ini menggunakan dua pendekatan utama: studi literatur dan survei lapangan.
- Studi literatur dilakukan untuk memetakan tren penelitian terkait digital twin dalam beberapa tahun terakhir. Sumber data diambil dari database internasional seperti Scopus dan Web of Science.
- Survei dilakukan pada 50 responden yang berasal dari sektor industri manufaktur dan teknologi informasi (IT). Menariknya, 94% responden berasal dari Podlaskie Voivodeship di Polandia, yang artinya wilayah penelitian sangat terfokus pada satu daerah.
Profil demografis responden:
- 76% tinggal di kota dengan populasi lebih dari 250.000 orang.
- 66% laki-laki, sisanya perempuan.
- Usia bervariasi, tapi dominan pada kelompok 25–35 tahun (40%) dan 36–45 tahun (26%).
- Tingkat pendidikan cukup tinggi, dengan 88% memiliki gelar pendidikan tinggi.
Kuesioner penelitian dibagi menjadi lima bagian: potensi penggunaan teknologi, upaya peningkatan efisiensi proses, faktor yang memengaruhi implementasi, penilaian teknologi, dan profil responden. Survei menggunakan skala Likert (5 poin dan 7 poin) untuk mengukur tingkat persetujuan dan persepsi responden.
Tren Riset Digital Twin
Analisis bibliometrik menunjukkan tren peningkatan drastis minat pada topik digital twin sejak 2016. Data dari Scopus mencatat:
- 2016: 24 publikasi
- 2017: 114 publikasi
- 2018: 340 publikasi
- 2019: 984 publikasi
- 2020: 1.347 publikasi
Hasil serupa terlihat di Web of Science, meskipun jumlah total publikasi lebih rendah. Lonjakan ini membuktikan bahwa digital twin bukan lagi konsep eksperimental, melainkan menjadi area penelitian yang sangat aktif.
Kata kunci yang sering muncul bersama “digital twin” membentuk enam kluster besar:
- Data Management – mencakup pembelajaran mesin (machine learning), prediksi, pengambilan keputusan, dan pemeliharaan prediktif (predictive maintenance).
- Modeling and Design – mencakup visualisasi data, desain produk, dan manajemen siklus hidup produk (product lifecycle management).
- Industry – fokus pada manufaktur, proses produksi, dan smart manufacturing.
- Architecture and Data Storage – fokus pada penyimpanan dan manajemen data industri.
- Processes and Automation – mencakup kontrol proses, optimisasi, dan robotika.
- Systems and Devices – mencakup IoT, perangkat digital, dan sistem real-time.
Analisis praktis: Tren ini menunjukkan bahwa pengembangan digital twin saat ini masih terfokus pada bidang teknik dan komputer, sehingga peluang penerapan di sektor lain seperti kesehatan, konstruksi, atau energi masih sangat terbuka.
Manfaat Implementasi Digital Twin
Berdasarkan studi literatur dan analisis kasus, manfaat digital twin dapat dibagi menjadi dua kategori besar:
Manfaat Organisasi
- Mengurangi biaya operasional dan biaya pemeliharaan.
- Meminimalkan downtime atau waktu henti produksi.
- Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan melalui data yang akurat.
- Meningkatkan koordinasi antar divisi dalam perusahaan.
Manfaat Teknis
- Optimisasi proses produksi melalui simulasi dan pengujian virtual.
- Mempercepat proses desain dan prototyping dengan mengurangi jumlah iterasi fisik.
- Memantau kondisi peralatan secara real-time melalui sensor.
- Menerapkan pemeliharaan prediktif untuk mencegah kerusakan yang tidak terduga.
Contoh konkret penerapan predictive maintenance menggunakan digital twin adalah perhitungan Remaining Useful Life (RUL) dari suatu mesin. Dengan informasi ini, perusahaan dapat memesan suku cadang lebih awal, menjadwalkan perawatan preventif, dan menghindari kerugian besar akibat kerusakan mendadak.
Hasil Survei Kesadaran Digital Twin
Dari 50 responden:
- 50% sudah pernah mendengar istilah digital twin.
- 64% percaya teknologi ini perlu dikembangkan lebih lanjut.
- 46% yakin teknologi ini mampu mengoptimalkan proses bisnis di perusahaan mereka.
- 32% menyatakan siap menggunakan teknologi ini, sementara 46% “mungkin” akan menggunakannya.
Dalam skala global, 50% responden memprediksi teknologi ini akan diadopsi secara luas dalam lima tahun ke depan. Namun, untuk Polandia, mayoritas menilai adopsi penuh akan memakan waktu lebih lama.
Hambatan Utama Implementasi
Responden mengidentifikasi beberapa hambatan besar:
- Biaya Tinggi (30%) – mencakup biaya pembelian perangkat keras, pengembangan model digital, adaptasi infrastruktur, serta biaya tenaga kerja baru.
- Kurangnya Pengetahuan (24%) – baik di tingkat manajemen maupun staf operasional.
- Risiko Teknologi (20%) – seperti akurasi model digital, keamanan data, dan keandalan sistem.
- Infrastruktur Terbatas (6%) – kurangnya sensor dan platform standar.
- Isu SDM (4%) – kekhawatiran pengurangan tenaga kerja akibat otomatisasi.
Analisis praktis: Hambatan ini selaras dengan tantangan yang dihadapi banyak industri di negara berkembang, termasuk Indonesia. Masalah biaya dan pengetahuan menjadi faktor dominan, sehingga strategi implementasi bertahap sangat diperlukan.
Faktor yang Mendukung Implementasi
Menurut responden, faktor paling berpengaruh untuk mendorong adopsi adalah:
- Investasi mesin dan alat modern (36%)
- Implementasi sistem IT (38%)
- Pelatihan karyawan (38% untuk peningkatan efisiensi proses)
Menariknya, hampir separuh responden (44%) menyatakan perusahaan mereka secara aktif mempertimbangkan usulan karyawan untuk peningkatan proses, yang artinya ada budaya kerja yang cukup terbuka terhadap inovasi.
Diskusi dan Interpretasi Hasil
Penulis menemukan bahwa meskipun digital twin masih tergolong teknologi baru, tingkat kesadaran di kalangan industri cukup tinggi. Sayangnya, kesadaran ini belum diiringi dengan kesiapan implementasi karena faktor biaya, infrastruktur, dan pengetahuan teknis.
Penulis juga menggarisbawahi bahwa definisi digital twin masih bervariasi di berbagai literatur. Ada versi yang sangat umum, dan ada pula yang spesifik untuk aplikasi tertentu, seperti di robotika pertanian, kendaraan otonom, hingga unmanned aerial vehicles (UAV).
Kritik gua:
- Penelitian ini terlalu terfokus pada satu wilayah, sehingga tidak mencerminkan kondisi nasional atau global.
- Tidak ada analisis kuantitatif tentang return on investment yang bisa membantu manajer meyakinkan pemegang saham.
- Fokus pada manufaktur terlalu sempit, padahal teknologi ini relevan di banyak sektor.
Relevansi untuk Dunia Industri
Digital twin sangat relevan untuk:
- Manufaktur – optimisasi lini produksi, pengurangan downtime.
- Konstruksi – simulasi desain dan manajemen aset bangunan.
- Kesehatan – perencanaan operasi melalui model organ digital.
- Transportasi – pengujian kendaraan otonom dan manajemen lalu lintas.
Di Indonesia, digital twin akan sangat berguna untuk industri dengan aset bernilai tinggi seperti pertambangan, migas, dan pabrik manufaktur besar.
Kesimpulan
Teknologi digital twin menawarkan potensi besar untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan mempercepat inovasi. Namun, keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur, pengetahuan SDM, dan kemauan manajemen untuk berinvestasi.
Jika hambatan-hambatan ini dapat diatasi, digital twin bisa menjadi salah satu pendorong utama transformasi industri dalam lima hingga sepuluh tahun mendatang — baik di Polandia seperti yang diteliti Gulewicz, maupun di negara berkembang seperti Indonesia.
Berdasarkan karya: Małgorzata Gulewicz
DOI: 10.2478/emj-2022-0006