Daring versus Luring: Analisis Kritis Kinerja Pendidikan Tinggi di Era Pra dan Pasca-Pandemi

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko

15 September 2025, 00.50

Sumber: pexels.com

Latar Belakang Teoretis

Perdebatan mengenai efektivitas relatif antara pendidikan daring (online) dan tatap muka (face-to-face - FtF) telah menjadi diskursus sentral dalam literatur pendidikan tinggi selama beberapa dekade. Namun, pandemi COVID-19 pada tahun 2020 berfungsi sebagai katalisator yang mentransformasi perdebatan ini dari ranah teoretis menjadi sebuah eksperimen global berskala masif, memaksa institusi pendidikan di seluruh dunia untuk beralih ke mode instruksi virtual. Karya Duha Tore Altindag, Elif S. Filiz, dan Erdal Tekin yang berjudul, "Is Online Education Working?," menyajikan sebuah investigasi empiris yang mendalam dan relevan untuk menjawab pertanyaan fundamental ini. Masalah inti yang diangkat adalah ketidakpastian mengenai dampak kausal dari modalitas instruksi terhadap hasil belajar mahasiswa, sebuah isu yang diperumit oleh masalah seleksi mandiri (self-selection), di mana mahasiswa yang memilih kelas daring mungkin secara inheren berbeda dalam hal motivasi, pencapaian akademik sebelumnya, atau gaya belajar dibandingkan mereka yang memilih kelas tatap muka.

Kerangka teoretis penelitian ini dibangun di atas tinjauan literatur yang komprehensif, merangkum temuan-temuan kunci dari studi-studi sebelumnya. Para penulis merujuk pada serangkaian penelitian eksperimental (misalnya, Figlio et al., 2013) yang, meskipun berskala kecil, secara umum menunjukkan bahwa instruksi FtF cenderung menghasilkan hasil akademik yang sedikit lebih unggul, terutama bagi kelompok mahasiswa tertentu. Di sisi lain, studi kuasi-eksperimental yang menggunakan data administratif berskala besar (misalnya, Hart et al., 2018; Bettinger et al., 2017) juga secara konsisten menemukan bahwa mahasiswa cenderung berkinerja lebih buruk di kelas daring.

Namun, penelitian ini secara eksplisit memposisikan dirinya untuk melampaui studi-studi yang ada dengan beberapa cara yang krusial. Pertama, tidak seperti mayoritas riset yang berfokus pada data pra-pandemi, studi ini memanfaatkan data longitudinal yang unik yang mencakup tujuh semester sebelum pandemi dan lima semester setelahnya, memungkinkan analisis dinamika yang berubah dari waktu ke waktu. Kedua, penelitian ini memperluas cakupan analisis heterogenitasnya, tidak hanya melihat demografi mahasiswa tetapi juga dampaknya pada mahasiswa program kehormatan (honors) dan mahasiswa pascasarjana, sebuah area yang sebelumnya kurang dieksplorasi. Terakhir, studi ini menyajikan sebuah analisis inovatif mengenai peran perangkat lunak pengawasan ujian (proctoring software) dalam memoderasi hubungan antara modalitas instruksi dan kinerja akademik.

Metodologi dan Kebaruan

Untuk mengatasi tantangan bias seleksi yang melekat, penelitian ini mengadopsi metodologi kuasi-eksperimental yang canggih dengan menggunakan data administratif tingkat transkrip dari sebuah universitas riset publik berukuran sedang di Amerika Serikat. Sumber data yang kaya ini mencakup dua belas semester, dari Musim Gugur 2016 hingga Musim Semi 2022, memberikan kekuatan statistik yang luar biasa dan kemampuan untuk melacak tren dari waktu ke waktu.

Model ekonometrik yang digunakan adalah model regresi fixed effects (efek tetap) yang komprehensif. Pendekatan ini merupakan kebaruan metodologis utama dari studi ini, karena ia memungkinkan peneliti untuk mengontrol secara ketat berbagai sumber variasi yang tidak teramati yang dapat mengacaukan hasil. Secara spesifik, model ini mencakup:

  1. Efek Tetap Mahasiswa (Student Fixed Effects): Mengontrol karakteristik mahasiswa yang tidak berubah dari waktu ke waktu (seperti kemampuan bawaan atau motivasi intrinsik) dengan membandingkan kinerja seorang mahasiswa di kelas daring dengan kinerjanya sendiri di kelas tatap muka.

  2. Efek Tetap Mata Kuliah (Course Fixed Effects): Mengontrol perbedaan inheren dalam tingkat kesulitan antar mata kuliah dengan membandingkan kinerja mahasiswa dalam mata kuliah yang sama yang ditawarkan dalam kedua modalitas.

  3. Efek Tetap Instruktur (Instructor Fixed Effects): Mengontrol variasi dalam gaya mengajar atau standar penilaian antar instruktur dengan membandingkan hasil dari kelas daring dan tatap muka yang diajar oleh instruktur yang sama.

Variabel hasil utama yang dianalisis mencakup empat metrik kinerja: tingkat penarikan diri dari mata kuliah (withdrawal rate), tingkat kelulusan (pass rate), kemungkinan mendapatkan nilai A, dan nilai akhir numerik (skala 0-4). Selain itu, penelitian ini juga menguji dampak jangka panjang terhadap kemungkinan mengulang mata kuliah, kelulusan tepat waktu, dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) saat kelulusan.

Temuan Utama dengan Kontekstualisasi

Analisis data yang rigor menghasilkan serangkaian temuan kuantitatif yang memberikan wawasan bernuansa mengenai dinamika pembelajaran daring dan tatap muka.

Pertama, analisis deskriptif awal mengonfirmasi adanya "keunggulan FtF" yang signifikan pada periode pra-pandemi. Mahasiswa di kelas tatap muka secara konsisten menunjukkan tingkat penarikan diri yang lebih rendah, serta tingkat kelulusan dan nilai akhir yang lebih tinggi dibandingkan rekan-rekan mereka di kelas daring. Namun, temuan yang menarik adalah bahwa kesenjangan ini secara signifikan menyempit pada periode pasca-pandemi, menunjukkan adanya kemungkinan peningkatan kualitas atau adaptasi terhadap pembelajaran daring.

Kedua, hasil regresi fixed effects utama menguatkan temuan deskriptif ini. Setelah mengontrol berbagai faktor perancu, ditemukan bahwa pada periode pra-pandemi, instruksi FtF secara signifikan mengurangi kemungkinan mahasiswa menarik diri (sebesar 2,3 poin persentase), meningkatkan kemungkinan lulus (sebesar 4,2 poin persentase), dan menghasilkan nilai akhir yang lebih tinggi (sebesar 0,109 poin). Namun, analisis tren dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa keunggulan FtF ini secara bertahap menurun dan sebagian besar menghilang pada semester-semester pasca-pandemi. Bahkan, pada beberapa semester awal setelah pandemi (Musim Gugur 2020 dan Musim Semi 2021), mahasiswa di kelas daring menunjukkan kinerja yang sedikit lebih unggul dalam hal perolehan nilai A dan nilai akhir, sebelum akhirnya kedua modalitas kembali menunjukkan kinerja yang konvergen.

Ketiga, penelitian ini mengungkap dampak jangka panjang yang signifikan. Mahasiswa dengan proporsi kelas FtF yang lebih tinggi secara signifikan lebih mungkin untuk lulus tepat waktu, membutuhkan jumlah semester yang lebih sedikit untuk menyelesaikan studi, dan meraih IPK kelulusan yang lebih tinggi. Sebagai contoh, mahasiswa yang mengambil 90-100% mata kuliah mereka secara tatap muka memiliki kemungkinan 5,3 poin persentase lebih tinggi untuk lulus tepat waktu dibandingkan dengan mereka yang mengambil kurang dari 50% kelas FtF. Temuan ini mengindikasikan bahwa meskipun kinerja dalam satu mata kuliah daring mungkin sebanding, pengalaman pendidikan yang didominasi oleh mode daring dapat memiliki konsekuensi negatif kumulatif.

Terakhir, analisis mengenai penggunaan layanan pengawasan ujian (proctoring) menghasilkan temuan yang menarik. Penggunaan perangkat lunak proctoring secara umum berkorelasi dengan kinerja akademik yang lebih rendah di kedua modalitas, baik daring maupun tatap muka. Hal ini menunjukkan bahwa alih-alih hanya mencegah kecurangan, alat ini mungkin juga menimbulkan stres atau hambatan lain yang berdampak negatif pada hasil ujian.

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Meskipun metodologinya kuat, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diakui. Pertama, karena data berasal dari satu universitas riset publik, generalisasi temuan ke jenis institusi lain (misalnya, community colleges atau universitas swasta) harus dilakukan dengan hati-hati. Kedua, meskipun model fixed effects sangat efektif dalam mengontrol bias seleksi yang tidak berubah dari waktu ke waktu, ia mungkin tidak sepenuhnya menangkap faktor-faktor perancu yang bervariasi seiring waktu (misalnya, perubahan dalam dukungan teknologi atau pelatihan dosen).

Secara kritis, penelitian ini, karena sifat kuantitatifnya, tidak dapat membongkar "kotak hitam" dari proses pembelajaran itu sendiri. Data log menunjukkan apa yang terjadi pada hasil akhir, tetapi tidak dapat menjelaskan mengapa perbedaan tersebut muncul. Faktor-faktor kualitatif seperti tingkat keterlibatan mahasiswa, kualitas interaksi, atau efektivitas desain pedagogis spesifik tidak dapat diukur melalui data administratif semata.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Secara praktis, temuan dari penelitian ini memberikan implikasi yang signifikan bagi para pembuat kebijakan di tingkat institusional. Kesimpulan bahwa kesenjangan kinerja antara pendidikan daring dan tatap muka telah menyempit menunjukkan bahwa investasi dalam teknologi dan pedagogi daring kemungkinan besar telah membuahkan hasil. Namun, temuan mengenai dampak negatif kumulatif terhadap kelulusan tepat waktu dan IPK menyiratkan bahwa model pendidikan yang sepenuhnya daring mungkin bukan merupakan pengganti yang sempurna untuk pengalaman kampus tradisional. Hasil mengenai perangkat lunak proctoring juga menyarankan perlunya evaluasi yang cermat terhadap biaya dan manfaat dari alat pengawasan tersebut.

Untuk penelitian di masa depan, karya ini membuka beberapa jalan yang menjanjikan. Ada kebutuhan mendesak untuk penelitian metode campuran yang mengintegrasikan analisis data log kuantitatif dengan data kualitatif (seperti wawancara atau survei) untuk memahami mekanisme di balik temuan ini. Studi replikasi di berbagai jenis institusi dan negara akan sangat berharga untuk menguji kekokohan model ini. Terakhir, penelitian eksperimental yang dirancang untuk mengisolasi dampak dari komponen-komponen spesifik dalam pembelajaran daring (misalnya, interaksi sinkron vs. asinkron, berbagai jenis penilaian) dapat memberikan panduan yang lebih preskriptif untuk desain kursus yang efektif di masa depan.

Sumber

Altindag, D. T., Filiz, E. S., & Tekin, E. (2024). Is Online Education Working?. NBER Working Paper No. 29113. National Bureau of Economic Research. http://www.nber.org/papers/w29113