Riset yang dilakukan oleh Johnson, O., dkk. , memberikan analisis kuantitatif yang penting mengenai pengaruh pelatihan keamanan pangan terhadap pengetahuan dan kepatuhan pekerja jasa boga terhadap Peraturan Kebersihan Makanan Malaysia 2009. Di tengah meningkatnya insiden keracunan makanan di Malaysia dan banyaknya laporan ketidakpatuhan oleh gerai makanan, studi ini hadir untuk menjawab pertanyaan fundamental: sejauh mana pelatihan dapat secara efektif meningkatkan pengetahuan, dan apakah pengetahuan tersebut benar-benar diterjemahkan menjadi kepatuhan praktis di lapangan?
Perjalanan penelitian ini dimulai dengan pengakuan bahwa meskipun peraturan sudah ada dan pelatihan telah disediakan oleh Kementerian Kesehatan , kesenjangan dalam implementasi tetap menjadi tantangan besar. Untuk menjembatani kesenjangan ini, para peneliti merumuskan hipotesis utama. Hipotesis pertama (H1) menguji hubungan langsung antara tingkat pengetahuan pekerja dan tingkat kepatuhan mereka terhadap regulasi. Hipotesis kedua (H2), yang dipecah menjadi tiga bagian (H2a, H2b, H2c), menguji hubungan antara variabel-variabel pelatihan—yaitu kehadiran , penyedia , dan sumber pelatihan —dengan tingkat pengetahuan dan kepatuhan pekerja.
Dengan menggunakan metodologi survei berbasis kuesioner yang disebarkan kepada 261 responden—terdiri dari 108 pemilik restoran dan 153 penjamah makanan di Cyberjaya, Selangor —penelitian ini mengumpulkan data komprehensif. Perlu dicatat bahwa semua responden yang berpartisipasi telah mengikuti pelatihan keamanan pangan sebelumnya. Temuan awal dari data demografis menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada usia produktif (20-39 tahun) dan lebih dari separuhnya memiliki latar belakang pendidikan perguruan tinggi atau universitas (50.2%). Meskipun demikian, temuan yang cukup mengkhawatirkan adalah 29.1% dari total responden belum pernah mengikuti pelatihan keamanan pangan, sebuah indikasi adanya kelalaian terhadap kewajiban regulasi.
Analisis lebih dalam mengungkapkan bahwa lebih dari separuh pekerja jasa boga menunjukkan tingkat pengetahuan dan kepatuhan yang memuaskan terhadap Peraturan Kebersihan Makanan 2009. Namun, beberapa area spesifik menunjukkan kelemahan. Dalam aspek pengetahuan, item-item seperti "pemberitahuan larangan membawa hewan masuk ke dalam premis" (40.6%), "bebas dari hama" (59.8%), dan "penggunaan keran tanpa sentuhan tangan" (66.3%) mendapat skor di bawah 70%. Pola serupa ditemukan pada tingkat kepatuhan, di mana 10 dari 39 item regulasi memiliki tingkat kepatuhan di bawah 70%, termasuk item-item yang sama yang menunjukkan kelemahan pada sisi pengetahuan. Hal ini mengisyaratkan adanya kemungkinan bahwa pengetahuan yang rendah pada area tertentu secara langsung menyebabkan kepatuhan yang rendah pula.
Puncak dari temuan penelitian ini adalah data kuantitatif yang menyoroti hubungan antar variabel. Analisis korelasi menunjukkan hubungan positif yang sangat signifikan antara pengetahuan pekerja jasa boga dan kepatuhan mereka terhadap regulasi, dengan koefisien korelasi Pearson sebesar r=0.865 (p<0.05). Angka ini tidak hanya mengonfirmasi H1 tetapi juga menunjukkan bahwa peningkatan pengetahuan memiliki potensi kuat untuk mendorong peningkatan kepatuhan secara substansial. Temuan ini menjadi fondasi ilmiah yang kuat untuk objek penelitian baru yang berfokus pada mekanisme intervensi berbasis pengetahuan.
Selanjutnya, uji Chi-square memperkuat peran penting dari pelatihan. Ditemukan hubungan yang signifikan (p<0.05) antara kehadiran pelatihan dengan tingkat pengetahuan dan kepatuhan responden. Hal yang sama juga berlaku untuk penyedia pelatihan dan sumber pelatihan, yang keduanya menunjukkan asosiasi signifikan dengan pengetahuan dan kepatuhan. Ini membuktikan bahwa semua faktor yang terkait dengan pelatihan—baik itu kehadiran, siapa yang menyediakan, maupun dari mana materi berasal—secara kolektif berkontribusi pada hasil akhir, sehingga menerima hipotesis H2a, H2b, dan H2c.
Kontribusi Utama terhadap Bidang
Kontribusi paling signifikan dari penelitian ini adalah pembuktian empiris yang kuat mengenai jalur kausal: pelatihan keamanan pangan secara positif memengaruhi tingkat pengetahuan, yang pada gilirannya secara positif memengaruhi tingkat kepatuhan terhadap regulasi di konteks Malaysia. Studi ini melampaui asumsi umum dengan menyediakan data kuantitatif (r=0.865) yang mengukur kekuatan hubungan antara pengetahuan dan kepatuhan. Hal ini memberikan justifikasi berbasis bukti bagi para pembuat kebijakan dan regulator untuk terus mewajibkan dan memperkuat program pelatihan sebagai pilar utama dalam strategi keamanan pangan nasional.
Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka
Para peneliti secara transparan mengakui beberapa keterbatasan dalam studi mereka. Pertama, data yang dikumpulkan bersifat self-reported, yang berpotensi mengandung bias karena responden mungkin melaporkan perilaku yang lebih ideal daripada praktik sebenarnya. Kedua, cakupan geografis yang terbatas hanya pada area Cyberjaya membuat hasilnya tidak dapat digeneralisasi untuk seluruh Malaysia. Keterbatasan ini secara alami memunculkan pertanyaan-pertanyaan penting untuk riset di masa depan:
- Apakah temuan ini akan tetap konsisten jika divalidasi dengan metode observasi langsung di lapangan?
- Bagaimana dinamika pengetahuan dan kepatuhan di wilayah perkotaan lain, pedesaan, atau pusat wisata yang memiliki profil demografis dan operasional yang berbeda?
- Seberapa efektif berbagai jenis penyedia pelatihan (pemerintah vs. swasta) jika diukur secara komparatif dengan sampel yang seimbang?
5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan justifikasi ilmiah)
Berdasarkan temuan dan keterbatasan yang ada, berikut adalah lima arah penelitian lanjutan yang sangat direkomendasikan:
- Riset Longitudinal untuk Mengukur Retensi Pengetahuan: Studi saat ini bersifat cross-sectional. Penelitian lanjutan harus mengadopsi desain longitudinal untuk melacak tingkat pengetahuan dan kepatuhan pekerja pada beberapa titik waktu setelah mereka menyelesaikan pelatihan (misalnya, 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun kemudian).
- Justifikasi: Peneliti mengemukakan kemungkinan bahwa pengetahuan responden menurun seiring waktu dan menekankan pentingnya pelatihan berkelanjutan untuk memastikan retensi jangka panjang. Riset ini akan memberikan data empiris tentang kurva pelupaan pengetahuan dan membantu merancang frekuensi ideal untuk kursus penyegaran.
- Studi Komparatif Multi-Lokasi dengan Validasi Observasional: Mereplikasi studi ini di beberapa lokasi yang berbeda secara geografis dan demografis (misalnya, Penang sebagai pusat wisata, Kelantan sebagai wilayah yang lebih rural, dan Kuala Lumpur sebagai pusat metropolitan) serta menggabungkan survei dengan observasi langsung di tempat kerja.
- Justifikasi: Para penulis secara eksplisit menyarankan pengumpulan data dari lokasi yang berbeda untuk hasil yang lebih komprehensif dan mengakui bias dari data self-reported. Pendekatan ini akan meningkatkan validitas eksternal temuan dan mengukur kesenjangan antara kepatuhan yang dilaporkan dan yang sebenarnya.
- Analisis Efektivitas Komparatif Penyedia dan Sumber Pelatihan: Merancang studi eksperimental atau kuasi-eksperimental yang secara khusus membandingkan efektivitas pelatihan dari berbagai penyedia (misalnya, departemen kesehatan lokal, asosiasi restoran nasional, dan pelatihan internal perusahaan) dengan ukuran sampel yang seimbang.
- Justifikasi: Studi ini menemukan adanya hubungan signifikan dengan penyedia dan sumber pelatihan, tetapi mengakui bahwa jumlah responden yang tidak proporsional antar kelompok menghalangi kesimpulan definitif tentang mana yang paling efektif. Riset ini akan memberikan bukti konkret untuk merekomendasikan penyedia dan format pelatihan yang paling berdampak.
- Investigasi Kualitatif terhadap Area Kepatuhan Rendah: Melakukan penelitian kualitatif (misalnya, wawancara mendalam atau focus group discussion) yang berfokus pada item-item spesifik di mana tingkat kepatuhan dan pengetahuan ditemukan rendah, seperti pemasangan pemberitahuan, pengendalian hama, dan penggunaan material bangunan yang tepat.
- Justifikasi: Data kuantitatif telah mengidentifikasi "apa" yang menjadi masalah, tetapi tidak "mengapa". Riset kualitatif diperlukan untuk memahami hambatan praktis, finansial, atau persepsi yang mendasari ketidakpatuhan pada area-area spesifik tersebut, sehingga memungkinkan pengembangan intervensi yang lebih bertarget.
- Studi tentang Pengaruh Bahasa dan Latar Belakang Budaya pada Efektivitas Pelatihan: Mengingat banyaknya pekerja asing di industri jasa boga Malaysia, perlu dilakukan penelitian yang mengevaluasi bagaimana hambatan bahasa dan perbedaan budaya memengaruhi penyerapan pengetahuan dan kepatuhan.
- Justifikasi: Paper ini menyinggung penelitian sebelumnya yang mengidentifikasi hambatan bahasa sebagai salah satu dari tiga faktor utama penyebab rendahnya akuisisi pengetahuan di kalangan pekerja asing. Studi lanjutan dapat menguji efektivitas materi pelatihan yang diterjemahkan atau diadaptasi secara budaya dibandingkan dengan materi standar.
Sebagai penutup, penelitian ini telah meletakkan dasar yang kokoh. Untuk membangun momentum ini, penelitian lebih lanjut harus melibatkan kolaborasi erat antara institusi akademik dengan badan regulator. Keterlibatan institusi seperti Departemen Kesehatan Masyarakat Distrik Sepang, Majlis Perbandaran Sepang (MPS), dan Kementerian Kesehatan Malaysia akan sangat penting untuk memastikan bahwa temuan penelitian di masa depan tidak hanya valid secara ilmiah tetapi juga relevan secara kebijakan dan dapat diimplementasikan untuk keberlanjutan keamanan pangan di seluruh Malaysia.