Dari Pelatihan K3 ke Produktivitas Proyek: Arah Riset Baru di Sektor Konstruksi Ghana

Dipublikasikan oleh Raihan

16 Oktober 2025, 19.55

Menyingkap Hubungan Antara Keselamatan Kerja dan Produktivitas: Agenda Riset untuk Industri Konstruksi Ghana

Industri konstruksi, yang diakui sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi, secara paradoks juga merupakan salah satu lingkungan kerja paling berbahaya di dunia, terutama di negara-negara berkembang. Tingginya angka kecelakaan tidak hanya menimbulkan kerugian manusiawi tetapi juga secara langsung menghambat produktivitas dan kesuksesan proyek. Sebuah studi oleh Zakari Mustapha dkk. yang berjudul "Impact of Safety Training and Communication on Construction Project Productivity: Case Study of Cape Coast" memberikan data kuantitatif penting dari Ghana, menawarkan landasan empiris untuk memahami dinamika ini secara lebih mendalam.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, mengumpulkan data melalui kuesioner daring dari 77 responden yang bekerja di industri konstruksi di Cape Coast, Ghana. Partisipan sebagian besar adalah laki-laki (81.8%) dengan latar belakang pendidikan Sarjana (35.1%) dan pengalaman kerja signifikan, yang mengindikasikan pemahaman yang kuat terhadap subjek penelitian. Dengan menggunakan statistik deskriptif dan Relative Importance Index (RII), para peneliti memetakan program pelatihan keselamatan yang dianggap paling berpengaruh, dampak utamanya terhadap produktivitas, serta tantangan dalam implementasinya.

Temuan utama menunjukkan bahwa pelatihan Pertolongan Pertama dan CPR menduduki peringkat tertinggi sebagai program paling penting (RII = 0.855), diikuti oleh program Alat Pelindung Diri (APD) (RII = 0.829). Hal ini menegaskan bahwa kesadaran akan respons darurat dan perlindungan dasar sangat dihargai oleh para praktisi. Dampak paling signifikan dari program-program ini, menurut responden, adalah peningkatan manajemen risiko (skor rata-rata = 4.221) dan minimalisasi kecelakaan kerja (skor rata-rata = 4.130). Data ini menunjukkan adanya hubungan kuat yang dirasakan antara investasi pada pelatihan keselamatan dengan hasil proyek yang lebih terkendali dan efisien.

Namun, studi ini juga mengidentifikasi hambatan-hambatan kritis. Hambatan hierarkis (skor rata-rata = 4.169), kekurangan sumber daya (skor rata-rata = 4.104), dan perbedaan bahasa (skor rata-rata = 4.026) menjadi tiga tantangan utama yang menghalangi implementasi program keselamatan yang efektif. Temuan ini melengkapi gambaran dengan menunjukkan bahwa niat baik dan program yang dirancang dengan cermat dapat gagal jika tidak didukung oleh struktur organisasi, pendanaan, dan strategi komunikasi yang inklusif.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Kontribusi paling signifikan dari penelitian ini adalah penyediaan bukti empiris dari konteks geografis yang kurang terwakili dalam literatur manajemen konstruksi global, yaitu Cape Coast, Ghana. Dengan mengkuantifikasi persepsi para profesional lokal, studi ini mengubah diskusi dari anekdotal menjadi berbasis data. Ia tidak hanya mengonfirmasi pentingnya pelatihan K3, tetapi juga secara spesifik memeringkat jenis pelatihan dan dampak yang paling relevan bagi praktisi di lapangan.

Selain itu, identifikasi hambatan implementasi yang spesifik seperti "hambatan hierarkis" dan "kekurangan sumber daya" sebagai tantangan utama memberikan titik fokus yang jelas bagi para manajer proyek dan pembuat kebijakan. Hal ini mengalihkan perhatian dari sekadar "apa" yang harus dilakukan (yaitu, menyediakan pelatihan) menjadi "bagaimana" mengatasi rintangan struktural dan finansial yang menghambat efektivitasnya.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Para penulis secara transparan mengakui beberapa keterbatasan dalam studi mereka. Ukuran sampel yang relatif kecil (77 responden) dan penggunaan data yang dilaporkan sendiri (self-reported data) membatasi generalisasi temuan ke populasi yang lebih luas. Selain itu, desain studi yang bersifat cross-sectional hanya mampu menunjukkan korelasi, bukan hubungan sebab-akibat antara pelatihan keselamatan dan keberhasilan proyek. Keterbatasan ini, alih-alih mengurangi nilai studi, justru membuka pintu bagi pertanyaan penelitian lanjutan yang lebih mendalam.

Salah satu temuan yang paling menarik dan memunculkan pertanyaan adalah peringkat pelatihan ergonomi yang sangat rendah (RII = 0.753), menempati urutan terakhir dari semua program yang dievaluasi. Padahal, gangguan muskuloskeletal akibat praktik kerja yang tidak ergonomis adalah salah satu penyebab utama cedera jangka panjang dan penurunan produktivitas di industri konstruksi. Ini memunculkan pertanyaan kritis: Mengapa sebuah praktik preventif dengan manfaat jangka panjang yang terbukti justru paling diabaikan di lapangan? Apakah ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran, biaya, atau persepsi bahwa manfaatnya tidak segera terlihat?

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan (dengan justifikasi ilmiah)

Berdasarkan temuan dan keterbatasan yang ada, berikut adalah lima arah penelitian yang direkomendasikan untuk membangun fondasi yang telah diletakkan oleh studi ini:

  1. Studi Longitudinal tentang Dampak Pelatihan Ergonomi terhadap Produktivitas dan Biaya Kompensasi.
    • Justifikasi: Temuan bahwa pelatihan ergonomi menduduki peringkat terendah (RII = 0.753) menunjukkan adanya kesenjangan kritis antara praktik industri dan pengetahuan tentang pencegahan cedera jangka panjang. Keterbatasan studi saat ini yang bersifat cross-sectional tidak dapat menetapkan hubungan kausal.
    • Metodologi Baru: Sebuah studi longitudinal selama 2-3 tahun dapat membandingkan dua kelompok proyek konstruksi: satu yang menerima pelatihan ergonomi komprehensif dan satu lagi sebagai kelompok kontrol. Variabel yang diukur akan mencakup jumlah insiden cedera muskuloskeletal, hari kerja yang hilang, biaya kompensasi pekerja, dan metrik produktivitas (misalnya, unit kerja per jam). Penelitian ini akan memberikan data ROI (Return on Investment) yang kuat untuk mendorong adopsi pelatihan ergonomi.
  2. Analisis Komparatif Efektivitas Metode Komunikasi dalam Mengatasi Hambatan Hierarkis dan Bahasa.
    • Justifikasi: Studi ini mengidentifikasi "hambatan hierarkis" (peringkat 1) dan "perbedaan bahasa" (peringkat 3) sebagai tantangan utama. Namun, studi ini tidak mengeksplorasi solusi komunikasinya.
    • Metodologi Baru: Penelitian eksperimental atau kuasi-eksperimental di beberapa lokasi proyek dapat membandingkan efektivitas berbagai metode komunikasi. Misalnya, membandingkan efektivitas penyampaian informasi K3 melalui: (a) instruksi verbal top-down dari mandor, (b) poster visual multibahasa dan piktogram sederhana, dan (c) rapat K3 harian yang dipimpin oleh rekan kerja (peer-led). Keberhasilan akan diukur berdasarkan tingkat kepatuhan APD, pelaporan insiden nyaris celaka, dan pemahaman K3 melalui kuesioner pasca-intervensi.
  3. Investigasi Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Tipe Proyek terhadap Alokasi Sumber Daya untuk K3.
    • Justifikasi: "Kekurangan sumber daya" diidentifikasi sebagai tantangan terbesar kedua , dan penulis mengakui kegagalan untuk menyertakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol merupakan sebuah keterbatasan.
    • Konteks Baru: Penelitian survei dengan sampel yang lebih besar dan terstratifikasi berdasarkan ukuran perusahaan (kecil, menengah, besar) dan tipe proyek (residensial, komersial, infrastruktur) diperlukan. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah "kekurangan sumber daya" secara signifikan lebih terasa di perusahaan kecil dan bagaimana perusahaan besar berhasil mengatasinya. Analisis ini akan menghasilkan rekomendasi kebijakan yang lebih bertarget, mungkin menyarankan skema subsidi K3 untuk kontraktor kecil dan menengah.
  4. Studi Etnografi Kualitatif untuk Membedah "Hambatan Hierarkis".
    • Justifikasi: "Hambatan hierarkis" adalah temuan kuantitatif dengan skor rata-rata tertinggi (4.169), tetapi istilah ini bersifat abstrak. Data kuantitatif tidak menjelaskan perilaku spesifik atau norma budaya di balik angka tersebut.
    • Metodologi Baru: Studi kualitatif yang menggunakan metode etnografi, seperti observasi partisipatif di lokasi proyek dan wawancara mendalam dengan manajer proyek, petugas K3, dan pekerja terampil, dapat memberikan pemahaman yang kaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana struktur kekuasaan, gaya komunikasi manajemen, dan keengganan untuk melaporkan masalah ke atasan secara nyata menghambat aliran informasi keselamatan.
  5. Pengembangan dan Validasi Model Persamaan Struktural (SEM) Hubungan Pelatihan-Budaya-Produktivitas.
    • Justifikasi: Paper ini secara implisit menyarankan sebuah jalur kausal: pelatihan K3 yang efektif dan komunikasi yang baik akan membangun budaya keselamatan yang positif , yang pada gilirannya meningkatkan moral karyawan, mengurangi kecelakaan, dan akhirnya meningkatkan produktivitas. Namun, ini hanya dijelaskan secara deskriptif.
    • Metodologi Baru: Menggunakan data survei dari sampel yang lebih besar, peneliti dapat menerapkan Structural Equation Modeling (SEM) untuk menguji dan mengkuantifikasi model ini. SEM akan dapat membedakan dampak langsung pelatihan terhadap produktivitas versus dampak tidak langsung yang dimediasi oleh variabel "budaya keselamatan". Hasilnya akan memberikan bukti statistik yang lebih kuat tentang pentingnya membangun budaya K3, bukan hanya sekadar mengadakan sesi pelatihan.

Arah Kolaborasi ke Depan

Penelitian yang dipaparkan oleh Mustapha dkk. memberikan gambaran yang berharga namun bersifat awal. Untuk membangun momentum ini, penelitian lebih lanjut di bidang ini akan mendapat manfaat besar dari kolaborasi antara institusi akademik seperti Coast Coast Technical University dan University of Johannesburg, badan regulator K3 di Ghana, serta asosiasi kontraktor nasional. Kemitraan semacam ini akan memastikan bahwa temuan penelitian tidak hanya valid secara akademis, tetapi juga relevan secara kontekstual dan dapat diimplementasikan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif di seluruh industri konstruksi Ghana dan sekitarnya.

Baca paper aslinya di sini