Dari Obligasi Katastrofi ke Ketahanan Nasional: Membangun Resiliensi Finansial Bencana di Turki dan Asia.

Dipublikasikan oleh Raihan

23 Oktober 2025, 16.38

Konten Resensi Akademik

Penelitian ini digerakkan oleh kebutuhan kritis untuk mengatasi peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam yang mengakibatkan kerugian finansial signifikan, terutama di negara-negara berkembang. Premis sentral tesis ini adalah transisi paradigma dalam Manajemen Risiko Bencana (DRM) dari fokus pada mitigasi risiko bencana (DRR) menjadi penciptaan dan penguatan resiliensi di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Tesis ini berupaya menjawab pertanyaan fundamental dalam manajemen risiko bencana finansial: "siapa yang membayar kerugian?".

Jalur Logis Temuan Penelitian

Tesis ini secara metodis membangun kasus untuk resiliensi finansial melalui tiga fase utama.

Fase I: Instrumen Finansial dan Definisi Resiliensi

Penelitian ini memulai dengan mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan sistem—seperti masyarakat atau infrastruktur—untuk melawan, menyerap, beradaptasi, dan pulih secara efisien dari dampak bencana. Penulis menyoroti bahwa di bawah Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030, resiliensi telah menjadi kata kunci, yang membutuhkan pergeseran dari respons reaktif pasca-bencana menjadi prediksi dan perencanaan proaktif.

Penelusuran dilanjutkan dengan mengkategorikan instrumen keuangan yang tersedia untuk DRM. Instrumen berbasis obligasi diilustrasikan, membedakan antara Obligasi Katastrofi (CAT Bonds)—mekanisme transfer risiko untuk kerugian berfrekuensi rendah/berdampak tinggi—dengan Obligasi Resiliensi (Resilience Bonds). Obligasi Resiliensi diidentifikasi sebagai instrumen yang lebih baru yang memberikan insentif untuk investasi dalam resiliensi fisik (misalnya, tembok penahan banjir) dengan menawarkan "rabat resiliensi" (resilience rebate), yang secara efektif mengubah kerugian yang dihindari menjadi pengembalian investasi. Selain itu, Green Bonds dan Blue Bonds juga disorot sebagai sarana pendanaan untuk inisiatif ramah lingkungan dan laut.

Penulis juga mengeksplorasi dana cadangan (misalnya, Calamity Funds, Reserve Funds, Contingency Funds) dan fasilitas internasional (misalnya, GFDRR, GIIF), yang semuanya berfungsi untuk menyediakan likuiditas segera pasca-bencana, meminimalkan gangguan pada proyek pembangunan jangka panjang.

Fase II: Tinjauan Implementasi Resiliensi Global

Tesis ini menyajikan tinjauan komparatif penerapan ide-ide resiliensi di Asia, Amerika Latin, Eropa, dan Afrika.

  • Asia: Di Asia dan Pasifik—salah satu kawasan paling rentan di dunia—pendekatan holistik empat pilar (resiliensi fisik, finansial, ekologis, dan sosial-institusional) oleh Asian Development Bank (ADB) menjadi fokus utama. Kasus studi Indonesia menunjukkan dukungan teknis dari GFDRR dalam meningkatkan resiliensi banjir perkotaan.
  • Amerika Latin: Pendirian Caribbean Catastrophe Risk Insurance Facility (CCRIF) disorot sebagai contoh sukses multi-country risk pool pertama di dunia yang menggunakan mekanisme asuransi parametrik untuk menyediakan likuiditas cepat setelah bencana.
  • Eropa: Penelitian ini menyoroti peran European Investment Bank (EIB) melalui Economic Resilience Initiative (ERI) dan Climate Awareness Bonds (CAB) dalam mempromosikan investasi infrastruktur yang tangguh dan keberlanjutan.
  • Afrika: Pembentukan African Risk Capacity (ARC) oleh Uni Afrika dianalisis sebagai model mutual insurance business untuk membantu negara-negara mengatasi dampak kekeringan secara kolektif.

Fase III: Fokus pada Turki dan Kuantifikasi Risiko

Tesis ini memindahkan fokus ke konteks Turki, di mana risiko gempa, banjir, dan kebakaran hutan menjadi perhatian utama. Pemerintah Turki—melalui AFAD—telah mengadopsi tujuan untuk menciptakan "masyarakat yang tangguh terhadap bahaya". Pembentukan Turkish Catastrophe Insurance Pool (TCIP) pasca Gempa Marmara 1999 dan penerbitan Cat Bond pertama Turki (Bosphorus 1) merupakan langkah signifikan dalam transfer risiko.

Sorotan Data Kuantitatif Deskriptif:

Penelitian ini menyajikan upaya untuk memodelkan kerugian menggunakan data asuransi Turki antara tahun 2000 dan 2019, dengan variabel penjelas seperti tahun, jumlah gempa bumi, dan premi rata-rata per polis.

  • Analisis Regresi Berganda yang dilakukan pada data Turki menunjukkan bahwa model linier yang diuji tidak memiliki kecocokan yang baik. Temuan ini menunjukkan hubungan yang lemah antara variabel-variabel yang dipilih dan rata-rata kerugian, dengan Adjusted R-squared sebesar -0.0733 dan p-value F-statistik sebesar 0.6446. Nilai-nilai ini mengindikasikan bahwa model tersebut tidak dapat menjelaskan variabilitas kerugian secara efektif, menunjukkan potensi kuat untuk objek penelitian baru yang berfokus pada variabel kualitatif dan non-finansial dalam pengukuran resiliensi.
  • Perbandingan risiko kota Istanbul secara internasional menyoroti skala ancaman. Istanbul diperkirakan memiliki 6.7 juta orang yang berpotensi terkena dampak bencana alam, yang jauh lebih tinggi daripada kota-kota Eropa seperti Amsterdam-Rotterdam (4.6 juta) atau London (4.0 juta). Temuan ini memperkuat urgensi investasi resiliensi di Turki.
  • Analisis data premi asuransi OECD (2010–2018) menunjukkan bahwa rata-rata premi non-jiwa (yang mencakup risiko bencana) di Turki ($8,794) jauh lebih rendah dibandingkan dengan Asia (>$166,862) dan Eropa (>$656,402). Meskipun perbandingan ini mungkin dipengaruhi oleh perbedaan metodologi OECD, deviasi standar premi non-jiwa Turki yang rendah (2.178) dibandingkan Asia (52.866) dan Eropa (81.005) mengindikasikan pasar asuransi non-jiwa di Turki relatif lebih kecil atau kurang fluktuatif, menunjukkan potensi besar yang belum dimanfaatkan untuk penetrasi asuransi risiko bencana guna meningkatkan resiliensi finansial.

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Kontribusi tesis ini terhadap bidang manajemen risiko bencana finansial bersifat ganda. Pertama, ia berfungsi sebagai tinjauan literatur yang komprehensif, memetakan secara eksplisit evolusi instrumen pembiayaan dari CAT Bonds reaktif ke Resilience Bonds proaktif. Kedua, dengan mengintegrasikan studi kasus global dengan analisis mendalam mengenai Turki, tesis ini memberikan cetak biru untuk menilai kapasitas resiliensi suatu negara yang rentan terhadap bencana, seperti halnya Turki yang berisiko tinggi gempa bumi. Tesis ini secara implisit menyerukan kepada komunitas DRM untuk bergerak melampaui metrik kerugian murni dan memasukkan variabel resiliensi ke dalam penilaian kelayakan proyek.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Keterbatasan utama tesis ini terletak pada upaya pemodelan regresi yang tidak berhasil secara statistik. Ketidakmampuan variabel finansial makro (tahun, jumlah gempa, premi rata-rata) untuk memprediksi kerugian rata-rata di Turki menunjukkan bahwa model finansial tradisional mungkin tidak cukup untuk menangkap dinamika kompleks risiko bencana.

Ini menimbulkan pertanyaan terbuka yang penting:

  1. Bagaimana seharusnya metrik kualitatif resiliensi (misalnya, kesadaran publik, kapasitas kelembagaan AFAD, efektivitas sistem peringatan dini) diubah menjadi variabel yang dapat dimasukkan dalam model kerugian finansial yang lebih valid?
  2. Mengingat ketidakmampuan untuk memprediksi kerugian, apakah Resilience Bonds—yang mengandalkan pemodelan perbedaan kerugian yang dihindari (skenario "dengan proyek" vs. "tanpa proyek")—memiliki dasar ilmiah yang valid di negara-negara dengan kualitas data historis yang rendah seperti yang diimplikasikan oleh hasil regresi?
  3. Dalam konteks geografi dan ekonomi yang unik seperti Turki—di mana resiliensi dipengaruhi oleh ketidakstabilan ekonomi dan politik —sejauh mana model global (seperti CCRIF atau ARC) dapat diadaptasi secara efektif?

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

Berikut adalah lima rekomendasi riset yang jelas, berbasis temuan tesis, dan berorientasi pada pengembangan ilmiah di masa depan:

  1. Mengembangkan Indeks Resiliensi Komposit untuk Pemodelan Risiko (Variabel Baru):

Justifikasi Ilmiah: Kegagalan model regresi dalam tesis ini menunjukkan bahwa kerugian bencana tidak hanya didorong oleh variabel finansial makro. Riset Lanjutan harus berfokus pada pengembangan Indeks Resiliensi Komposit yang mengintegrasikan data sosio-ekonomi (misalnya, tingkat penetrasi asuransi wajib, kesadaran publik akan bahaya ), kelembagaan (misalnya, implementasi Sendai Framework, efisiensi AFAD ), dan kualitatif. Indeks ini kemudian harus digunakan sebagai variabel penjelas untuk memprediksi kerugian di model regresi yang baru.

  1. Analisis Perbandingan Struktur Resilience Bond Berbasis Parameter Spesifik Bahaya (Metode Baru):

Justifikasi Ilmiah: Tesis ini memaparkan risiko multi-bahaya Turki (gempa, banjir, kebakaran hutan). Riset Lanjutan harus membandingkan efektivitas Resilience Bonds yang dirancang untuk risiko gempa bumi (berbasis parametrik geofisika) versus risiko kebakaran hutan (berbasis indeks cuaca/klimatologi) dalam menghasilkan resilience rebate. Metode ini harus secara eksplisit memodelkan dua skenario—dengan/tanpa mitigasi—untuk membuktikan nilai tambah finansial dari Resilience Bonds.

  1. Memetakan Hambatan Psikologis dan Institusional Terhadap Pembelian Asuransi Risiko Bencana (Konteks Baru):

Justifikasi Ilmiah: Meskipun ada kewajiban hukum untuk asuransi gempa (TCIP), tingkat kepemilikan tetap menjadi tantangan, dan kurangnya kesadaran disebut sebagai penghalang utama. Riset Lanjutan harus menggunakan metode kualitatif (misalnya, wawancara mendalam dengan pemilik rumah dan pembuat kebijakan) untuk mengidentifikasi hambatan perilaku dan institusional yang mencegah penetrasi asuransi risiko bencana di Turki. Hal ini akan menjelaskan mengapa dukungan pemerintah pasca-bencana—terlepas dari asuransi—menghambat insentif mitigasi.

  1. Studi Kelayakan Adopsi Model Risk Pooling Regional di Wilayah Timur Tengah dan Asia Tengah (Konteks Baru):

Justifikasi Ilmiah: Tesis ini menyoroti keberhasilan model risk pooling di Karibia (CCRIF) dan Afrika (ARC), yang mengurangi biaya risiko melalui diversifikasi geografis. Riset Lanjutan harus menilai kelayakan pembentukan Risk Pooling regional di wilayah di mana Turki berada (misalnya, Mediterania Timur atau Asia Tengah—menggunakan negara-negara OECD/non-OECD yang disebutkan dalam tesis seperti Bulgaria, Lebanon, Yordania, dan Iran). Studi ini harus memproyeksikan potensi pengurangan premi dan peningkatan kapasitas resiliensi finansial melalui kerangka diversifikasi risiko.

  1. Menganalisis Keterkaitan antara Krisis Ekonomi dan Investasi Resiliensi (Konteks/Variabel Baru):

Justifikasi Ilmiah: Tesis ini menggarisbawahi tantangan ekonomi Turki (inflasi, devaluasi Lira, volatilitas) yang dapat membatasi investasi resiliensi. Riset Lanjutan harus menguji hipotesis bahwa fluktuasi mata uang dan suku bunga memiliki korelasi negatif yang kuat dengan pendanaan proyek resiliensi publik-swasta. Metode yang disarankan adalah studi kasus komparatif historis (misalnya, Turki vs. negara OECD lain selama periode tekanan ekonomi) untuk mengidentifikasi mekanisme pembiayaan resiliensi yang tahan terhadap guncangan ekonomi domestik.

Potensi Jangka Panjang

Temuan saat ini menunjukkan bahwa resiliensi finansial tidak dapat dicapai hanya dengan instrumen pasar tradisional; melainkan membutuhkan pergeseran paradigma institusional dan perilaku. Jangka panjangnya, penelitian ini meletakkan dasar untuk menciptakan kerangka kerja penilaian resiliensi nasional yang dapat dioperasikan secara kuantitatif, yang pada akhirnya dapat mendorong investasi sektor swasta. Dengan memvalidasi model yang akurat, institusi global seperti World Bank dan EBRD dapat mendanai proyek resiliensi dengan lebih efisien, karena risiko yang ditanggung menjadi lebih terukur dan potensi pengembalian dari "kerugian yang dihindari" menjadi lebih jelas. Pada akhirnya, ini mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan memastikan bahwa pembangunan infrastruktur di kawasan rawan bahaya bersifat berkelanjutan dan inklusif.

Penelitian lebih lanjut harus melibatkan institusi AFAD, TCIP, World Bank (melalui GFDRR), dan MDB regional lainnya untuk memastikan keberlanjutan dan validitas hasil.