Dampak Lintas Batas Program Modifikasi Cuaca China – Antara Ambisi, Risiko, dan Tantangan Tata Kelola

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

24 Juni 2025, 09.27

pixabay.com

Ambisi Modifikasi Cuaca di Era Krisis Iklim

Di tengah perubahan iklim global, kekeringan ekstrem, dan kebutuhan air yang terus meningkat, China tampil sebagai negara dengan program modifikasi cuaca terbesar dan paling ambisius di dunia. Artikel “Transboundary Implications of China’s Weather Modification Programme” karya Manon Simon, Jan McDonald, dan Kerryn Brent (2023) membedah secara mendalam bagaimana ekspansi besar-besaran program ini menimbulkan kekhawatiran, bukan hanya bagi lingkungan domestik, tetapi juga bagi negara-negara tetangga akibat potensi dampak lintas batas yang belum terkelola dengan baik.

Artikel ini sangat relevan dengan tren global, di mana perubahan iklim mendorong negara-negara mencari solusi inovatif, termasuk intervensi langsung pada proses atmosfer. Namun, upaya ini juga memunculkan pertanyaan besar: Sejauh mana teknologi ini benar-benar efektif, aman, dan adil secara internasional?

Perkembangan dan Skala Program Modifikasi Cuaca China

Sejarah dan Perkembangan

China telah meneliti dan mengembangkan teknologi modifikasi cuaca sejak 1950-an, dengan eksperimen pertama dilakukan pada 1958. Sejak itu, program ini berkembang pesat, terutama setelah pembentukan Komite Koordinasi Nasional Modifikasi Cuaca dan peluncuran Rencana Pengembangan Modifikasi Cuaca Nasional (WMDP) yang pertama pada 1996–2010. Perkembangan pesat terjadi setelah 2012, ketika Dewan Negara China mengesahkan dokumen kebijakan untuk memperkuat program ini1.

Skala Operasi yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya

  • Investasi: Sejak 2014, investasi mencapai 13,267 miliar yuan (sekitar 2 miliar dolar AS), dengan cakupan lebih dari sepertiga wilayah daratan China21.
  • Cakupan Area: Pada 2025, target operasi hujan/salju buatan mencapai lebih dari 5,5 juta km², sementara area untuk penanggulangan hujan es mencapai 580.000 km²—setara dengan 150% luas India31.
  • Sumber Daya Manusia: Program ini melibatkan sekitar 48.000 personel di seluruh negeri, mulai dari operator roket, drone, hingga ilmuwan meteorologi41.
  • Teknologi: China menggunakan berbagai metode, dari penaburan awan via pesawat, drone, roket, hingga generator berbasis darat. Inovasi terbaru melibatkan otomatisasi dan kecerdasan buatan untuk meningkatkan efisiensi operasi1.

Studi Kasus dan Angka-Angka Kunci

Eksperimen di Xinjiang: Efektivitas dan Efisiensi

Pada 2025, tim ilmuwan dari China Meteorological Administration (CMA) mengumumkan hasil eksperimen di wilayah kering Xinjiang. Dengan hanya 1 kg bubuk perak iodida (seukuran mug perjalanan), drone penabur awan berhasil meningkatkan curah hujan lebih dari 4% di area seluas 8.000 km² dalam sehari. Tambahan presipitasi mencapai 70.000 meter kubik—setara 30 kolam renang Olimpiade5.

Proyek Sky River di Dataran Tinggi Tibet

Sky River Project adalah salah satu proyek terbesar dan paling kontroversial. Dengan jaringan ribuan generator di Dataran Tinggi Tibet, proyek ini menargetkan produksi 5 miliar meter kubik air hujan per tahun, dengan area operasi 1,6 juta km². Tujuannya adalah mengalirkan lebih banyak air dari Sungai Yangtze ke Sungai Kuning yang semakin menyusut debitnya. Namun, proyek ini menuai kritik karena potensi dampak pada ekosistem dan negara-negara hilir seperti India, Myanmar, dan Vietnam yang bergantung pada sungai lintas batas61.

Beijing Weather Modification Office: Sukses Lokal dan Kontroversi

Unit modifikasi cuaca di Beijing telah berkontribusi menambah curah hujan hingga 12,5% di tahun 2004. Secara nasional, antara 1995–2003, program ini menambah 210 km³ hujan buatan. Selain untuk pertanian dan pencegahan bencana, teknologi ini pernah digunakan untuk memastikan Olimpiade 2008 bebas hujan dengan “memecah” awan sebelum mencapai kota4.

Manfaat, Risiko, dan Kontroversi

Manfaat yang Diakui

  • Ketahanan Air: Modifikasi cuaca digunakan untuk menambah cadangan air, mendukung irigasi, dan mengatasi kekeringan ekstrem seperti pada musim panas 2022 yang memengaruhi hampir 1 miliar orang di 17 provinsi21.
  • Pertanian dan Ketahanan Pangan: Peningkatan curah hujan membantu produksi pangan dan mengurangi kerugian akibat hujan es.
  • Restorasi Ekologis: Digunakan untuk memulihkan kawasan kepala sungai besar (Yangtze, Yellow, Mekong), memperluas danau serta padang rumput di Dataran Tinggi Tibet, dan menurunkan suhu permukaan air untuk mengendalikan bakteri1.
  • Pengendalian Polusi: Hujan buatan juga membantu “membersihkan” udara dari polutan, mendukung kampanye “blue skying” di kota-kota besar1.

Risiko dan Kekhawatiran

  • Dampak Lintas Batas: Operasi skala besar dapat mengubah distribusi curah hujan regional, berpotensi “mengambil” hujan dari wilayah atau negara lain. Studi menunjukkan efek penaburan awan bisa terasa hingga 200 km dari area target, menimbulkan risiko banjir atau kekeringan di daerah lain271.
  • Dampak Ekologis dan Kesehatan: Penggunaan perak iodida dalam jumlah besar berpotensi menumpuk di rantai makanan dan memengaruhi keanekaragaman hayati, meski beberapa studi menyatakan risiko lingkungan masih di bawah ambang batas aman251.
  • Efektivitas Ilmiah: Banyak ilmuwan meragukan efektivitas penaburan awan, terutama saat digunakan sebagai respons darurat kekeringan. Efektivitasnya sangat tergantung pada keberadaan awan dan kondisi atmosfer, sehingga hasilnya tidak selalu konsisten1.
  • Transparansi dan Tata Kelola: Minimnya keterbukaan informasi dan kurangnya konsultasi dengan negara tetangga menimbulkan kekhawatiran, terutama terkait proyek-proyek yang dekat perbatasan seperti Sky River261.

Tantangan Hukum dan Tata Kelola Internasional

Kewajiban Internasional China

  • ENMOD Convention: China adalah pihak dalam Konvensi ENMOD yang melarang penggunaan teknologi modifikasi cuaca untuk tujuan militer atau permusuhan, namun tidak mengatur penggunaan damai untuk kebutuhan domestik21.
  • Prinsip No-Harm: Berdasarkan hukum kebiasaan internasional, China wajib mencegah dampak lingkungan lintas batas yang signifikan. Ini mencakup kewajiban melakukan penilaian dampak lingkungan lintas batas (transboundary EIA), konsultasi, dan pemberitahuan kepada negara yang berpotensi terdampak21.

Kelemahan Tata Kelola Domestik

  • Fokus Lokal: Regulasi China lebih menekankan manfaat lokal dan keamanan operasi, dengan sedikit perhatian pada dampak lintas batas atau keterlibatan negara tetangga21.
  • EIA Terbatas: Penilaian dampak lingkungan (EIA) di China tidak mewajibkan analisis dampak lintas batas. Partisipasi publik pun masih formalitas dan seringkali tidak inklusif, apalagi untuk pihak luar negeri21.
  • Kepemilikan Sumber Daya Atmosfer: Status hukum air atmosfer belum jelas, baik dalam hukum nasional maupun internasional, sehingga menimbulkan potensi konflik kepemilikan dan pemanfaatan, terutama di wilayah perbatasan21.

Analisis Kritis dan Opini

Kekuatan Artikel

Artikel ini sangat komprehensif dalam mengurai aspek ilmiah, hukum, dan geopolitik dari program modifikasi cuaca China. Penulis berhasil mengaitkan isu teknis dengan dinamika hubungan internasional, khususnya di kawasan Himalaya dan Asia Tenggara yang rentan konflik sumber daya air.

Kritik dan Catatan Tambahan

  • Kurangnya Data Efektivitas Jangka Panjang: Banyak klaim keberhasilan program didasarkan pada data jangka pendek atau eksperimen terbatas. Belum ada evaluasi independen yang membuktikan efektivitas jangka panjang dan dampak kumulatifnya15.
  • Minimnya Keterlibatan Regional: China belum membangun mekanisme konsultasi atau pelaporan rutin dengan negara-negara tetangga, padahal potensi dampak lintas batas sangat nyata, terutama di kawasan sungai lintas negara seperti Mekong dan Brahmaputra21.
  • Risiko Geopolitik: Proyek besar seperti Sky River berpotensi memicu ketegangan, khususnya dengan India yang khawatir distribusi curah hujan di Himalaya akan berubah dan mengurangi pasokan air ke wilayahnya61.
  • Tren Global dan Perbandingan: Negara lain seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Uni Emirat Arab juga mengembangkan teknologi serupa, namun belum ada negara yang menerapkan pada skala dan intensitas seperti China. Hal ini menempatkan China sebagai pionir sekaligus “eksperimen hidup” bagi dunia21.

Relevansi dengan Tren Industri dan Masa Depan

Inovasi dan Adaptasi Iklim

Modifikasi cuaca telah menjadi bagian dari strategi adaptasi iklim, terutama di negara-negara yang rentan kekeringan dan bencana hidrometeorologi. China memposisikan diri sebagai pelopor, dengan target menguasai teknologi ini secara penuh pada 2025 dan menjadi pemimpin global pada 20353.

Tantangan Tata Kelola Global

  • Kebutuhan Kerja Sama Regional: Diperlukan mekanisme multilateral atau regional untuk mengatur, memantau, dan menilai dampak modifikasi cuaca lintas batas agar tidak menimbulkan konflik baru di kawasan.
  • Peran Organisasi Internasional: Badan seperti World Meteorological Organization (WMO) dapat menjadi forum pertukaran data, pelaporan, dan penyusunan standar internasional, meski hingga kini partisipasi masih bersifat sukarela21.
  • Keterbukaan dan Transparansi: China perlu meningkatkan transparansi, pelaporan, dan konsultasi dengan negara tetangga, terutama untuk proyek yang berpotensi berdampak lintas batas.

Kesimpulan dan Rekomendasi

China telah membangun program modifikasi cuaca terbesar dan paling ambisius di dunia, dengan manfaat nyata bagi ketahanan air, pertanian, dan mitigasi bencana domestik. Namun, skala dan intensitas program ini menimbulkan risiko lingkungan, sosial, dan geopolitik yang signifikan, terutama terkait dampak lintas batas.

Rekomendasi utama:

  • China perlu memperkuat kerangka hukum domestik untuk mengakomodasi penilaian dampak lintas batas, konsultasi, dan pelaporan kepada negara tetangga.
  • Diperlukan mekanisme kerja sama regional untuk mengatur dan memantau modifikasi cuaca, guna mencegah konflik dan memastikan keadilan distribusi sumber daya air.
  • Komunitas internasional harus mendorong transparansi, pertukaran data, dan evaluasi independen atas efektivitas serta dampak jangka panjang teknologi ini.

Sebagai pionir, langkah China akan menjadi preseden penting bagi tata kelola modifikasi cuaca global di masa depan. Jika dikelola dengan baik dan transparan, teknologi ini bisa menjadi solusi inovatif menghadapi krisis air dan iklim. Namun jika abai terhadap risiko lintas batas, justru berpotensi menambah kompleksitas konflik sumber daya di kawasan.

Sumber Artikel Asli

Manon Simon, Jan McDonald, dan Kerryn Brent. “Transboundary Implications of China’s Weather Modification Programme.” Transnational Environmental Law, 12:3 (2023), pp. 594–622. DOI: 10.1017/S2047102523000146