Biaya Investasinya Mahal, Pemerintah Bakal Selektif Pilih Pengembangan Energi Terbarukan

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E.

05 Maret 2022, 15.01

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif melakukan kunjungan kerja ke Fuel Terminal Padalarang, Jawa Barat, Jumat (24/12/2021).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, investasi yang harus digelontorkan untuk pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) terbilang mahal. Oleh sebab itu, pemerintah bakal selektif untuk mengembangkan energi hijau yang potensial.

Ia menjelaskan, dalam upaya pengembangan EBT tentu tak bisa hanya mengandalkan pemerintah, tapi juga harus melibatkan BUMN dan swasta. Pemerintah pun bakal menggaet investor baik dalam dan luar negeri untuk mengembangkan energi hijau di Indonesia.

"Dalam pembiayaan energi, kami (pemerintah) harus menggunakan subsidi dan kompensasi, maka kami harus betul-betul memilih energi terbarukan yang paling kompetitif dan tentu harus meyakinkan investor tentang imbal hasil dari investasi yang dilakukan memang menarik," ungkap Arifin dalam dalam Mandiri Investment Forum 2022, Rabu (9/2/2022).

Ia bilang, pemerintah saat ini tengah menyusun Peraturan Presiden (Perpres) yang akan menjadi payung hukum untuk menarik minat investor di sektor pembangkit energi terbarukan. Arifin mengatakan, pemerintah juga menyiapkan sejumlah insentif bagi para investor yang mau mengembangkan energi hijau.

"Pemerintah saat ini sedang mempersiapkan Perpres terkait tarif energi terbarukan untuk dapat menarik minat para investor," kata dia.

Menurutnya, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam energi terbarukan mulai dari energi surya, air atau hidro, bioenergy, angin, panas bumi (geothermal), dan gelombang laut. Potensinya pun mencapai 3.686 giga watt (GW), sayangnya yang terpakai baru 0,3 persen.

Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan agar optimal sehingga Indonesia bisa mencapai target nol emisi atau net zero emission pada 2060 mendatang.

Arifin bilang, pemerintah menetapkan mulai 2030 penambahan pembangkit listrik hanya akan berasal dari energi terbarukan. Tujuannya, untuk mengurangi penggunaan energi fosil secara bertahap hingga akhirnya di setop.

Maka mulai 2030 tak ada lagi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbasis batu bara dan beralih ke pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.

Ia mengatakan, saat ini Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan menjadi fokus dalam pengembangan energi terbarukan. Hal ini karena sumber dayanya yang besar dan investasinya yang terbilang lebih murah ketimbang pembangkit energi terbarukan lainnya.

Tercatat potensi energi surya di Indonesia mencapai 3.295 GW yang pemanfaatannya saat ini baru mencapai 203,7 mega watt (MW).

"Potensi energi terbarukan yang kita miliki mencapai 3.686 GW dan memang sebagian besar didominasi oleh energi surya," kata dia.

Arifin menjelaskan, saat ini pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap, yang mengatur ketentuan ekspor-impor listrik antara pengguna PLTS atap dan PLN. Tujuannya untuk meningkatkkan minat masyarakat menggunakan PLTS atap.

"Aturan ini diterbitkan supaya bisa mendorong pemanfaatan energi hijau yang dapat mendukung adanya minat yang lebih tinggi dari pasar," pungkas Arifin.


Sumber Artikel: kompas.com