Berbagi Sepeda Umum dan Mempromosikan Transportasi Non-Bermotor (NMT) di Chandigarh

Dipublikasikan oleh Timothy Rumoko

25 November 2025, 01.14

Sumber: pexels.com

Latar Belakang Teoretis

Kota pintar Chandigarh dirancang oleh arsitek Le Corbusier sebagai pusat modernitas, dan kini diposisikan sebagai kota model mobilitas berkelanjutan di India. Tingginya kepemilikan kendaraan bermotor di Chandigarh membuat inisiatif transportasi non-motor (Non-Motorized Transport, NMT) menjadi krusial untuk mengurangi emisi karbon dan kemacetan. NMT, termasuk berjalan kaki dan bersepeda, dipandang sebagai pondasi mobilitas berkelanjutan yang memberikan pilihan mobilitas rendah karbon. Dalam konteks global, penggunaan sepeda sebagai moda transportasi kota semakin populer sebagai respons terhadap perubahan iklim dan tantangan urbanisasi. Pengembangan sistem berbagi sepeda (Public Bike Sharing, PBS) di berbagai kota dunia sejak 1960-an—seperti Amsterdam (1965), La Rochelle (1976), dan peluncuran skala besar ‘Vélib’ di Paris (2007)—menunjukkan evolusi dramatis dalam desain layanan bersepeda perkotaan. Tren ini menegaskan bahwa integrasi sepeda dalam jaringan transportasi kota dapat meningkatkan aksesibilitas, menurunkan polusi, dan mendorong kebiasaan bersepeda di kalangan penduduk. Chandigarh, dengan jejak jalur sepeda yang sudah berkembang (misalnya sejumlah koridor V2 dan V3 bersepeda), menawarkan kerangka infrastruktur yang mendukung suksesnya sistem PBS. Secara teoritis, diharapkan inisiatif PBS ini membantu menggeser persepsi sepeda dari sekadar kegiatan rekreasi menjadi moda transportasi komuter harian bagi berbagai kelompok usia.

Metodologi dan Kebaruan

Penelitian ini menggunakan desain campuran (mixed methods) dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif serta sumber data primer dan sekunder. Survei primer dilakukan di Chandigarh pada Maret 2022, meliputi kunjungan ke berbagai stasiun dermaga sepeda, observasi kondisi lapangan, uji coba aplikasi mobile untuk registrasi dan penguncian sepeda, serta pendokumentasian visual. Wawancara semi-terstruktur dilakukan dengan pemangku kepentingan kunci—termasuk perwakilan konsesi PBS, perencana kota, arsitek lokal, akademisi, dan pengguna dari beragam usia dan gender. Kuesioner juga disebarkan kepada masyarakat umum untuk menangkap persepsi publik terhadap program PBS. Sumber data sekunder mencakup dokumen resmi Smart City Chandigarh (Request for Proposal, Detailed Project Report), data sensus, masterplan kota, kebijakan terkait, serta literatur nasional dan internasional tentang sepeda bersama. Hasil analisis menggabungkan temuan kuantitatif (misalnya statistik penggunaan dan infrastruktur) dengan pemahaman kualitatif (tantangan, inovasi, kebutuhan perluasan) untuk evaluasi komprehensif.

Keunikan proyek PBS Chandigarh dibanding studi transportasi lain terletak pada skala dan model operasionalnya. Program ini dirancang mencakup seluruh wilayah administrasi Chandigarh (114 km²), menjadi skema berbagi sepeda terpadat dan terbesar di India dengan 617 dermaga sepeda dan 5000 unit sepeda. Peluncurannya merupakan bagian dari “India Cycle4Change Challenge,” dengan fase percobaan awal di kawasan pusat kota. Dibandingkan inisiatif serupa di kota-kota India yang umumnya berskala pilot (misalnya 500 sepeda di Ranchi atau Bhopal), Chandigarh diupayakan untuk ekspansi kota secara penuh. Sistem PBS ini juga menghadirkan inovasi seperti sepeda listrik (e-bike) yang menarik minat kaum muda, dan model pembiayaan berbasis kemitraan publik-swasta (PPP) dengan pendapatan iklan di dermaga. Adopsi aplikasi seluler “Smart Bike”, integrasi top-up saldo, serta fleksibilitas pengembalian sepeda di dermaga mana pun merupakan fitur teknis inovatif yang mempermudah pengguna. Selain itu, penggunaan subsidi iklan sebagai sumber pendanaan menambah dimensi baru dibanding praktik pendanaan sepeda bersama lainnya. Keunikan lain adalah konteks perencanaan kota Chandigarh yang terstruktur, di mana jaringan sepeda dan infrastruktur NMT (jalan kaki, jalur khusus sepeda) telah disiapkan sejak awal.

Temuan Utama dan Kontekstualisasi

Proyek PBS Chandigarh menunjukkan beberapa temuan kuantitatif dan kualitatif utama. Secara infrastruktur, hingga Maret 2022 telah terealisasi 50% dari target proyek: 310 dermaga sepeda terpasang dengan total 2500 sepeda (termasuk e-bike). Fase I (Agustus 2021) menambahkan 155 dermaga dan 1250 sepeda; Fase II (Februari 2022) menyelesaikan fase berikutnya. Pada perencanaan penuh, direncanakan total 1240 dermaga dan 10000 sepeda. Kondisi eksisting yang meliputi 186 km jalur sepeda berdedikasi memberikan dukungan pengembangan lanjutan. Data demand perhitungan PBS—berdasarkan toolkit Kementerian Pembangunan Perkotaan—mengestimasikan kebutuhan sepeda untuk populasi 1,055 juta warga Chandigarh. Belum tercantum realisasi penuh, namun progres awal ini sudah memberi indikasi terhadap komitmen pan-kota pada mobility rendah karbon.

Secara kuantitatif, respons pengguna menggambarkan antusiasme khususnya terhadap e-bike: sejumlah remaja menyatakan lebih memilih e-bike karena kemudahannya. Tipe sepeda ini populer di kalangan anak muda, sementara responden lansia dan penyandang disabilitas mendapat kemudahan melalui rancangan dermaga dan jalur yang lebih ramah bagi pejalan kaki dan pengguna kursi roda. Dengan tarif penggunaan yang rendah (sekitar ₹10 per 30 menit) serta langganan tahunan murah, sistem ini menyediakan opsi mobilitas biaya rendah dan ramah lingkungan bagi penduduk. Tanggapan masyarakat umum yang diwawancarai bersifat positif; mereka melihat PBS sebagai alternatif yang disambut baik. Wawancara dan survei mengungkapkan bahwa anak-anak di bawah 12 tahun tertarik belajar naik sepeda, dan banyak pekerja layanan makanan (misalnya kurir pengantaran) memanfaatkan e-bike karena dermaga terletak strategis serta tarifnya rendah. Ini menunjukkan inklusivitas PBS dalam menjangkau berbagai segmen populasi.

Dalam kaitannya dengan mobilitas perkotaan berkelanjutan, proyek PBS Chandigarh berkontribusi pada beberapa aspek. Pertama, sebagai moda jarak pendek yang cepat, PBS menawarkan alternatif bagi perjalanan yang sebelumnya dominan dengan kendaraan pribadi. Dengan peralihan modals yang diperkirakan menggantikan penggunaan mobil untuk jarak pendek, proyek ini potensial mengurangi kemacetan jalan serta kebutuhan ruang parkir. Kedua, infrastruktur pendukungnya—pelapisan jalur sepeda merah dengan rambu khusus dan perbaikan trotoar—membuat lingkungan kota lebih aman dan nyaman bagi pejalan kaki serta pesepeda. Hal ini sejalan dengan tujuan Smart City untuk menciptakan lingkungan jalan yang lebih mudah diakses dan aman bagi kaum difabel dan lansia. Ketiga, dari perspektif kesehatan publik, peningkatan rutinitas bersepeda secara signifikan dapat menurunkan tingkat obesitas dan penyakit akibat gaya hidup sedentari di kalangan warga. Meskipun penelitian ini belum mengukur secara kuantitatif penurunan emisi, secara konseptual penambahan pilihan mobilitas sepeda diharapkan mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor pribadi.

Temuan kuantitatif dan naratif ini menggarisbawahi dua hal kritis: bahwa infrastruktur kota (jalur sepeda, dermaga) berperan penting dalam keberhasilan program, dan bahwa perubahan sikap masyarakat terhadap sepeda sebagai moda harian mulai terjadi. Namun, menurut analisis, pergeseran moda saat ini belum signifikan dalam menurunkan penggunaan mobil pribadi; budaya dominan mobilitas bermotor masih kuat di Chandigarh. Ini menjelaskan perlunya jangka panjang dalam memupuk kebiasaan bersepeda.

Keterbatasan dan Refleksi Kritis

Secara metodologis, studi ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu dicatat. Pertama, cakupan pengumpulan data yang relatif sempit: hanya stasiun di tiga sektor (1, 6, 17) yang dikunjungi selama periode pengamatan singkat (3 hari). Hasil observasi sepeda dan penggunaan aplikasi terbatas pada sekitar 100 sepeda secara langsung dan 40 pengujian aplikasi, serta rute terbatas pada 15 pemakaian sepeda oleh tim peneliti. Pembatasan temporal ini mengurangi kemampuan untuk menangkap variasi perilaku pengguna di hari dan waktu berbeda. Kedua, studi ini tidak melibatkan survei luas kepada pengguna rutin atau analisis data perjalanan dari penyedia layanan, sehingga pengukuran dampak perjalanan (misalnya jumlah perjalanan yang digantikan dari kendaraan) hanya bersifat kualitatif. Ketiga, keterbatasan sumber daya mewajibkan fokus kepada sudut pandang pihak terkait (interview konsteksi, konsesi, akademisi), yang meskipun bervariasi, belum mencakup studi longitudinal terhadap perubahan penggunaan sepeda.

Di sisi kekuatan, studi ini menerapkan metode triangulasi data yang cukup komprehensif. Kombinasi wawancara mendalam, observasi lapangan, dan dokumentasi statistik memberikan gambaran holistik tentang implementasi PBS. Keterlibatan berbagai pemangku kepentingan memungkinkan identifikasi masalah operasional (misalnya aplikasi seluler yang sering gagal di area tanpa jaringan) dan manajerial (vandalism tinggi) secara langsung. Analisis kualitatif tentang persepsi warga dan operator juga menambah dimensi kontekstual yang sering terlewat dalam studi transportasi kuantitatif murni. Namun, kajian ini kurang membahas metrik kinerja spesifik seperti frekuensi penggunaan per sepeda atau tingkat kepuasan pengguna secara kuantitatif.

Dari perspektif metodologi kajian kasus, proyek ini unggul dalam menyajikan best practices dan refleksi kritis yang dapat dipertimbangkan kota-kota lain. Namun, kritik metodologisnya menyoroti perlunya evaluasi jangka panjang dengan data primer yang lebih luas (misalnya data backend sistem, survei komprehensif pengguna, analisis rute perjalanan). Selain itu, studi sebagian besar bersifat deskriptif dan interpretatif; analisis ekonomis atau ekologi (misalnya analisis biaya-manfaat atau estimasi pengurangan emisi) tidak dilakukan, padahal akan menambah bobot ilmiah kajian transportasi berkelanjutan.

Implikasi Ilmiah di Masa Depan

Studi PBS Chandigarh ini memiliki implikasi penting bagi riset dan praktik transportasi hijau di masa mendatang. Pertama, hasil kajian ini dapat menjadi acuan bagi kota-kota India lain yang ingin menerapkan skema berbagi sepeda berskala luas. Apresiasi terhadap cakupan proyek yang melampaui sekadar pilot menunjukkan potensi replikasi model ini di kota-kota satelit atau metropolitan serupa (misalnya Mohali, Panchkula). Pelajaran seperti pentingnya integrasi jalur sepeda dalam masterplan kota, mekanisme pendanaan iklan, dan penekanan penggunaan e-bike dapat diadaptasi dalam penelitian kebijakan perkotaan selanjutnya. Kedua, dari sisi akademis, studi ini menekankan kebutuhan penelitian empiris lebih lanjut yang menilai efektivitas PBS dalam mempercepat peralihan moda (modal shift). Topik-topik seperti pola perjalanan multimodal, pengaruh insentif tarif, dan pengaruh kampanye kesadaran terhadap preferensi bersepeda merupakan kandidat lanjutan. Studi ini juga membuka peluang penelitian lintas-disiplin tentang dampak sosial (misalnya kohesi komunitas dari proyek bersama) dan isu manajemen operasional (mengurangi vandalisme melalui kebijakan keanggotaan).

Secara kebijakan, temuan ini mendukung perencanaan infrastruktur hijau sebagai bagian dari Smart City Mission. Proyek PBS memperlihatkan bahwa kolaborasi publik-swasta dengan dukungan perencanaan teknis dapat mempercepat penyediaan moda transportasi ramah lingkungan. Landasan data dan wawasan yang dihasilkan laporan ini—termasuk kebutuhan pengisian baterai e-bike di dermaga melalui inisiatif CSR, serta kelonggaran tarif berdasarkan jenis sepeda—menjadi input konkret untuk kerangka regulasi dan desain sistem PBS yang lebih efisien. Selain itu, studi ini menyoroti pentingnya model bisnis berkelanjutan; misalnya, belajar dari kasus Montreal yang menggabungkan subsidi sponsorship dengan keanggotaan. Hal ini mendorong riset mendatang tentang model pembiayaan inovatif dan persepsi publik terhadap subsidi transportasi hijau.

Refleksi Akhir

Proyek berbagi sepeda publik di Chandigarh ini menunjukkan relevansi kuat dalam lanskap perencanaan transportasi dan pembangunan kota hijau di India. Dengan kesadaran bahwa kota-kota India kian mengalami pertumbuhan perkotaan cepat dan polusi udara tinggi, inisiatif seperti PBS Chandigarh menjadi contoh konkret penerapan mobilitas berkelanjutan sesuai visi nasional. Sebagai proyek percontohan berjangkauan luas, hasil studi ini mempertegas bahwa keberhasilan skema NMT memerlukan perencanaan infrastruktur matang, dukungan kebijakan, dan keterlibatan masyarakat. Apabila diadaptasi secara luas, pendekatan PBS ini dapat membantu pemerintah kota mengurangi ketergantungan kendaraan bermotor dan meningkatkan kualitas hidup warga. Karenanya, kajian ini bukan hanya mencerminkan capaian unik Chandigarh sebagai kota cerdas, tetapi juga merefleksikan aspirasi India menuju kota-kota yang lebih hijau, sehat, dan berkelanjutan di masa depan.

Referensi

Semua kutipan di atas diambil dari studi kasus “Public Bicycle Sharing and Promoting NMT in Chandigarh” pada bagian SAAR – Urban Infrastructure (C15).