Ancaman Benda Jatuh di Proyek Konstruksi: Studi Baru Ungkap Peran Desain

Dipublikasikan oleh Hansel

04 September 2025, 13.04

freepik.com

Sebuah insiden berat di masa lampau mengingatkan bahaya benda jatuh: pada tahun 1980 sebuah ledakan di pangkalan rudal nuklir AS dipicu oleh alat yang jatuh ke dalam silo, menewaskan satu orang. Kasus itu menggarisbawahi potensi bencana yang ditimbulkan benda jatuh. Data terbaru dari AS menunjukkan lebih dari 50.000 cedera per tahun akibat benda jatuh (misalnya, dari OSHA). Di Inggris, regulator kesehatan dan keselamatan (HSE) melaporkan sekitar sepertiga kecelakaan konstruksi disebabkan oleh benda jatuh. Padahal, bahaya ini relatif kurang mendapat sorotan dibanding risiko lain seperti jatuh dari ketinggian.

Melihat kebutuhan mendesak ini, peneliti Inggris (Kingston University dan University of the West of England) melakukan studi mendalam untuk memahami faktor–faktor di balik kecelakaan akibat benda jatuh dalam konstruksi. Studi ini bertujuan merumuskan pedoman pencegahan yang dapat membantu perusahaan konstruksi Inggris mengurangi frekuensi kecelakaan akibat benda jatuh. Selama beberapa tahun terakhir, tren kecelakaan akibat benda jatuh di Inggris relatif datar, sehingga pertanyaan besar muncul: apa yang membuat bahaya ini tetap signifikan dan siapa yang terdampak?

Peneliti menyisir data dari HSE dan laporan insiden perusahaan besar (disebut “Perusahaan D”), serta mewawancarai ahli keselamatan dari beberapa perusahaan konstruksi. Hasilnya mengungkap sisi lain dari kecelakaan benda jatuh termasuk faktor desain pekerjaan dan praktik di lapangan yang selama ini kurang disadari. Temuan studi ini penting dan relevan, terutama karena semakin banyak proyek konstruksi bertingkat tinggi dan teknik pra-fabrikasi (offsite) yang diadopsi sekarang.

Mengapa Topik Ini Mendesak Dibahas?

Dalam pekerjaan konstruksi, bahaya yang paling tampak biasanya jatuh dari ketinggianterjepit alat berat, atau sengatan listrik. Namun, ada satu risiko yang kerap luput dari sorotan padahal dampaknya bisa fatal: dropped objects benda yang terlepas lalu jatuh atau terpental dari ketinggian. Ini bisa berupa mur-baut, palu, panel, bahkan serpihan kecil yang melontar karena getaran alat.

Artikel ini memulai argumennya dari fakta lapangan: insiden akibat benda jatuh bukan sekadar “gangguan kecil”. Di banyak statistik keselamatan kerja, kontribusinya besar terhadap luka dan kematian. Ada temuan yang membuat peneliti kian yakin menaruh perhatian: angka cedera akibat benda jatuh sangat tinggi dan kerusakan yang ditimbulkan tidak hanya pada manusia, tetapi juga peralatan, struktur, dan stabilitas keseluruhan bangunan. Di satu perusahaan besar Inggris (disamarkan sebagai Company D), isu ini bahkan disebut kekhawatiran utama karena terasa “kurang diteliti” dibanding risiko lain.

Apa yang mengejutkan peneliti? Bahwa sebagian besar insiden “benda jatuh” bukan semata soal kelalaian di lapangan. Ada benang merah dari hulu ke hilir yakni desain, perencanaan, dan pengendalian risiko yang belum optimal. Dengan kata lain, kualitas keputusan desain dan cara kerja sejak awal proyek ikut menentukan seberapa besar peluang mur-baut yang longgar berubah menjadi proyek yang “terluka”.

Apa Itu “Dropped Objects” dan Mengapa Bisa Terjadi?

Secara sederhana, dropped objects mencakup dua mekanisme utama:

  • Benda jatuh secara vertikal (misalnya kunci pas terlepas dari tangan pekerja).
  • Benda terlempar/terpental akibat gaya lain (misalnya getaran, hembusan angin, alat berputar cepat).

Dampaknya tak selalu linier. Sebuah benda seukuran mur yang jatuh dari titik tinggi bisa membelah helm atau memecahkan panel kaca, apalagi bila jatuh dari lantai belasan atau terhempas angin. Penelitian menunjukkan, bahaya ini sering tercampur dengan risiko lain (mis. pekerjaan mekanikal-elektrikal, facade, scaffolding, pemasangan alat berat), sehingga mudah diremehkan atau tak tercatat rapi dalam sistem K3.

Hal yang membuat persoalan ini rumit:

  • Desain yang kompleks dengan banyak sistem/komponen (misalnya fasad bertumpuk lapisan dan pengikat).
  • Peralatan kecil (hand tools, baut, fitting) yang mudah luput dari inventarisasi.
  • Dinamika lokasi tinggi, termasuk defleksi objek saat jatuh, sehingga radius bahaya tidak sesederhana garis vertikal lurus.

Bagaimana Penelitian Ini Dilakukan?

Studi di Heliyon (2024) ini menggunakan metode campuran (mixed methods) yang rapi:

  1. Tinjauan literatur intensif untuk memetakan penyebab, tren, dan solusi teknis/organisasional terkait dropped objects.
  2. Analisis data insiden dari satu perusahaan besar konstruksi Inggris (Company D), termasuk laporan dan kronologi proyek di mana insiden terjadi.
  3. Wawancara semi-terstruktur dengan pelaku kunci lintas peran dari kontraktor utama, subkontraktor, desainer, hingga profesional K3 yang dikembangkan melalui modul-modul pertanyaan (A–G) dan pilot interview. Hasil transkripsi dianalisis menggunakan Thematic Analysis, melahirkan tema-tema kunci soal penghambat (barriers) dan rekomendasi.

Dengan data kecelakaan yang rinci (meski sampel insiden kuantitatifnya terbatas, ±15), penelitian ini menjaga kehati-hatian interpretasi: temuan bersifat tegas namun tidak gegabah, dan selalu dibandingkan silang dengan literatur serta opini ahli yang diwawancarai.

Apa yang Ditemukan? Inti Cerita di Balik Data

1) Pola Tren dan Rasa “Kurang Ditangani”

Garis besar dari data tren dan literatur mengindikasikan: insiden akibat benda jatuh tetap konsisten menyumbang porsi signifikan pada kecelakaan konstruksi. Fatalitas mungkin terlihat stagnan di tingkat industri, sementara cedera non-fatal menurun; tetapi dropped objects bertahan sebagai sumber risiko keras kepala tidak turun setajam yang diharapkan. Ini sinyal bahwa instrumen pencegahan spesifik belum menggigit sebagaimana mestinya.

Analogi sederhana: penurunan cedera non-fatal ibarat “lalu lintas makin tertib”, tetapi pelanggaran di persimpangan tertentu (dropped objects) masih saja macet karena rambu dan rekayasa jalannya kurang pas.

2) Desain, Peralatan, dan Material: Hulu yang Menentukan Hilir

Dari analisis 15 insiden di Company D, peneliti menopang hipotesis bahwa elemen desain tugas, peralatan, dan material merupakan kontributor mayor bagi kejadian dropped objects meski butuh sampel lebih besar untuk memantapkan statistiknya. Sederhananya, bila di tahap desain terlalu banyak pengikat kecilakses kerja sempitperakitan menantang, atau alur logistik material ringkih, maka probabilitas benda jatuh meningkat tajam di lapangan.

Ini yang paling “mencelikkan mata” peneliti: akar risiko sering dipupuk sejak fase perencanaan mulai dari pilihan sistem façade, jumlah fixings, hingga metode konstruksi (on-site vs off-site). Alih-alih menyalahkan pekerja di akhir rantai, peneliti mendorong pergeseran paradigma ke Prevention through Design (PtD)/eliminasi melalui desain.

3) Kultur dan Sistem: Mengapa Nyaris Selalu “Kuratif”?

Wawancara mengungkap realitas yang tidak asing di proyek: tekanan jadwal dan biaya mendorong tim memindahkan energi dari pencegahan ke perbaikan dari preventif menjadi kuratifQuality Management System (QMS) pun kerap terdesak; pengecekan awal (first-time quality) longgar, temuan muncul belakangan, dan perbaikan jadi dobel hemat waktu di depan, bayar berkali-kali di belakang.

Ilustrasi deskriptif: mengabaikan tethering obeng kecil di lantai 20 seakan-akan menghemat 30 detik, tetapi ketika obeng itu jatuh dan memaksa area evakuasi, pemeriksaan ulang, hingga penggantian material yang rusak, waktu dan ongkos “melompat” seperti baterai ponsel naik dari 20% ke 70% dalam sekali isi ulang untuk sesuatu yang seharusnya bisa nol.

4) “Solusi di Kertas” vs “Solusi di Lapangan”

Banyak tools pencegahan sudah dikenal: tethering (tali pengaman alat), kontainer/perangkat penyimpanan di ketinggian, exclusion zone (zona larangan di bawah area kerja tinggi), penahan/penutup, hingga metode modular/off-site. Namun, kerap ditemukan kesenjangan praktik:

  • Tethering kadang tidak standar (merk acak, tidak ditandai, tidak diperiksa rutin).
  • Kontainer untuk pengangkut alat kecil tidak diperlakukan seperti lifting equipment padahal fungsinya mirip.
  • Exclusion zone ditarik garisnya “asal” karena kurang kalkulasi defleksi (arah jatuh tak selalu vertikal).
  • Mast Climbing Work Platforms (MCWP) minim solusi integral untuk penyimpanan/perlindungan alat di ketinggian.
  • BIM (Building Information Modelling) belum ditunggangi agresif untuk mengurangi jumlah fixings atau mengubah metode pemasangan.

Catatan kritis: di sinilah ditegaskan, kunci bukan sekadar punya daftar alat pengaman, melainkan membenahi sistem standarisasi, penandaan, inspeksi, dan integrasi sejak tahap desain.

Siapa yang Paling Terdampak?

  • Pekerja di ketinggian: pemasang façade, tim mekanikal-elektrikal, riggers, hingga teknisi finishing mereka berinteraksi intens dengan komponen kecil dan pergerakan alat.
  • Personel dan publik di bawahnyazona jatuh bisa melebar karena defleksi/angin, sehingga pekerja atau pejalan kaki yang sama sekali tidak terlibat pun ikut berisiko.
  • Manajer proyek & QSdampak biaya dan waktu akibat satu insiden kecil bisa mengoyak baseline jadwal dan anggaran, memicu klaimrework, serta downtime yang tak terukur.

Kerangka Analisis: Dari Modul Wawancara ke Tema Aksi

Instrumen wawancara disusun dalam modul A–G. Mulai dari latar perusahaan dan PeranPtD umumPtD khusus dropped objectsrekayasa pengendalian pasif (exclusion zone, penahan), rekayasa pengendalian aktif (tethering, tata kelola alat), hingga pertanyaan penutup yang memetakan apakah opini narasumber mewakili kelompok profesinya.

Dari situ, muncul tema-tema kunci:

  • Manage: standarisasi peralatan pencegah (tethering, kontainer), penandaan dan inspeksi berkala, dokumentasi insiden yang mengklasifikasi dropped objects dengan bahasa yang seragam.
  • Eliminatemenghapus hazard dari sumbernya lewat desain mengurangi jumlah fixingsprefabrikasipanel (façade/bathroom pods), memindahkan pekerjaan ke tanah (ground-level assembly) sebelum diangkat.
  • Control: saat hazard tak dapat dieliminasi, perketat pengendalian dengan exclusion zone berbasis perhitunganperalatan penahanprosedur izin kerja, dan pengawasan kerja berisiko.

Mengapa Temuan Ini Penting Hari Ini?

Karena industri sedang didesak membangun lebih cepat dan lebih banyak, sekaligus lebih aman. Dalam konteks UK yang juga bergulat dengan kekurangan tenaga terampil dan rantai pasok material setiap insiden yang tampak “sepele” mengerek kurva risiko proyek secara tidak proporsional.

Artikel ini mengingatkan: tanpa perombakan dari hulu (desain) sampai hilir (operasi), risiko dropped objects akan tetap membajak produktivitas, mutu, dan citra keselamatan sektor.

Rekomendasi Kunci: Praktis, Bisa Dijalankan

Peneliti menyarikan rekomendasi untuk perusahaanlembaga industri, dan regulator. Intinya, gabungkan nalar desain dengan disiplin operasional.

Untuk Perusahaan Konstruksi

  • Masukkan desainer, koordinator pekerjaan sementara (TW Co-ordinator), dan profesional K3 dalam Design Safety Reviews khususnya proyek kompleks. Tujuan: eliminasi hazard sejak gambar kerja.
  • Dorong off-site construction: panel façade/bathroom pods dirakit di tanah, sehingga jumlah komponen kecil di ketinggian berkurang drastis.
  • Optimalkan BIM untuk mengurangi fixingsmenyederhanakan detail, dan memetakan titik rawan jatuh(drop points) sejak awal.
  • Standarkan tethering dan kontainer: perlakukan sebagai lifting equipment ditandai, dicatat, diperiksasesuai interval; dilarang improvisasi.
  • Tetapkan exclusion zone berbasis perhitungan, mempertimbangkan defleksi karena angin/geo­metri, bukan sekadar radius generik.
  • Bangun budaya “first-time quality”: audit pre-task, toolbox talk bertema dropped objects, dan inspeksi titik krusial sebelum area dibuka.

Untuk Lembaga Industri/Regulator

  • Standarisasi penandaan & inspeksi tool tethering dan containers supaya sinkron dengan perangkat angkat lain.
  • Kembangkan kalkulator exclusion zone lintas sektor (dapat belajar dari energi/minyak-gas yang lebih maju dalam isu ini).
  • Dorong vendor MCWP menghadirkan penyimpanan/perisai integral untuk alat/perlengkapan di ketinggian.

Ringkasnya: alihkan energi dari “memperbaiki setelah jatuh” ke “mencegah agar tak jatuh” dan pastikan seluruh sistem menopang pilihan itu.

Fakta Menarik (Singkat dan Tajam)

  • Kontributor besar insiden dropped objects terletak pada desain tugas, peralatan, dan material bukan semata perilaku operator.
  • Sampel insiden (±15 kasus) menunjukkan pola berulang: komponen kecil + akses sulit + metode pemasangan kompleks = risiko jatuh meroket.
  • Solusi ada, namun implementasinya tambal-sulam: tethering tidak standar, exclusion zone tak berbasis kalkulasiBIM belum dimaksimalkan untuk fixings reduction.

Kritik Realistis terhadap Studi

Penulis jujur menyebut batasan penelitiansampel kuantitatif kecilberbasis satu korporasi, dan ketimpangan representasi kelompok profesi dalam wawancara. Generalitas temuan perlu dikonfirmasi lewat studi lanjutan lebih banyak proyek, variasi tipe bangunan, dan data tren yang lebih tebal.

Namunketekunan triangulasi (literatur → data insiden → wawancara) membuat arah besar rekomendasi terasa solid dan relevan. Kekuatan studi ada pada kerangka pikirgeser pencegahan ke fase desainstandarisasi perangkat pengendalian, dan perkuat kalkulasi teknis di lapangan.

Mengapa Temuan Ini Bisa Mengubah Cara Kita Bekerja?

Karena pendekatannya memindahkan “titik tuas” risiko dari ujung hilir (operator) ke hulu (desainer & perencana). Satu keputusan desain misalnya memangkas 30% jumlah fixings façade lewat modulasi panel dapat menurunkan peluang benda jatuh setara mengurangi beberapa ratus “momen rawan” sepanjang siklus pemasangan.

Bayangkan lompatan efisiensi ini seperti men-charge baterai tim: dari low ke optimal bukan dengan menambah jam lembur, melainkan menghapus 40–60% kesempatan benda kecil “kabur” dari genggaman. Dampaknya menetes ke produktifitasmutubiaya rework, hingga moral pekerja.

Bagaimana Menerapkannya Besok Pagi?

  1. Audit desain untuk memburu komponen kecil: di mana bisa diganti modul/prefab, digeser ke ground-level assembly, atau digabung jadi sub-unit yang lebih aman diangkat.
  2. Kanonisasi tethering: pilih satu standar pabrikanberi IDcatat inspeksitarik dari layanan bila rusak perlakukan seperti sling/ shackle.
  3. Exclusion zone berbasis kalkulasi: gunakan model defleksi (mempertimbangkan ketinggian, berat benda, arah angin, penghalang), bukan radius “perasaan”.
  4. BIM sebagai “radar bahaya”: tag drop-pointsakses sempittitik liftingrute evakuasi, dan prosedur instalasi di model 3D.
  5. MCWP dengan solusi integral: minta vendor rak/penutup built-in agar alat dan komponen kecil tidak “berwisata” di platform.
  6. Budaya first-time quality: pasang checklist pre-task khusus dropped objectsrole-play skenario jatuh (bagaimana reaksi, siapa spotter, bagaimana menghentikan pekerjaan dengan aman).

Opini Redaksi: Apa yang Perlu Diubah?

Pertamabahasa keselamatan harus berubah. Selama dropped objects dianggap “kelalaian kecil”, kita akan menumpuk aturan kuratif yang mahal dan melelahkan. Kita butuh tata bahasa desainangka fixingsmodulasi paneljalur arus alat kecil.

Keduakepemimpinan proyek perlu mengapresiasi pencegahan yang “tak terlihat” waktu yang tidak terbuang karena alat tidak jatuh, klaim yang tidak masuk, panel yang tidak retak. Kinerja yang baik kerap sunyi, namun angka keuangan akan berbicara dalam kurva rework yang merosot.

Ketigaregulasi mikro bisa menjadi pengungkit makro: begitu tethering dan kontainer diwajibkan ditandai & diperiksa seperti perangkat angkat, standar industri akan naikCompliance memancing inovasi vendor, lalu skala ekonomi menurunkan harga solusi yang sebelumnya dianggap “opsional”.

Namun, perlu dicatat: riset lanjutan dengan sampel insiden yang lebih besar dan ragam proyek akan membantu mengunci prioritas. Kita perlu tahu di detail mana perbaikan memberi “return” terbesar apakah di desain façadeMCWP, atau rantai penyimpanan alat kecil.

Jika Diterapkan, Dampaknya Apa dan Kapan Terasa?

Dalam lima tahun, bila rekomendasi ini diadopsi luas, dampak realistis yang bisa dicapai antara lain:

  • Penurunan insiden dropped objects secara terukur di proyek gedung bertingkat, terutama pada fase façadedan fit-out.
  • Penghematan biaya rework dan downtime sebesar “lompatan baterai” yang terasa di curva produktivitas; bukan sekadar satu-dua jam, tapi akumulasi hari kerja sepanjang proyek.
  • Skor mutu akhir yang lebih merata: bukan lagi “rapi di bawah, cacat di atas”, karena rawan jatuh dikuncilebih awal.
  • Budaya teknis yang lebih dewasatooling standar, exclusion zone terukurBIM sebagai alat K3, bukan sekadar visualisasi cantik.

Ketika langit proyek kita tidak lagi “berhujan benda”, semua pihak menang: pekerja lebih amanmanajer lebih tenangklien lebih puasanggaran lebih terkendali.

Kejadian ini mengajarkan kita mendengar suara kecil bunyi metal mungil yang jatuh sebagai alarm sistemikDropped objects bukan sekadar slip di lapangan, melainkan cermin keputusan desain dan manajemenSolusinya ada dan masuk akaleliminasi lewat desainstandarisasi pengendalianpenguatan kalkulasipemanfaatan BIM, dan kemitraan dengan regulator/vendor.

Jika langkah-langkah ini dijalankan konsistenbiaya dan waktu proyek akan lebih jinak, dan keselamatan tidak lagi menjadi “biaya samping”, tetapi strategi inti untuk membangun cepat, bagus, dan aman.

Baca selengkapnya di sini

Sumber Artikel:

Peatie, J. S., Haroglu, H., & Umar, T. (2024). Barriers to achieving satisfactory dropped objects safety performance in the UK construction sector. Heliyon, 10(17).