Kebutuhan air bersih yang terus meningkat seiring pertumbuhan populasi manusia menjadi tantangan besar, terutama di daerah dengan keterbatasan sumber air seperti Kecamatan Kokap, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Terlebih lagi, wilayah perbukitan Menoreh ini tidak terlayani jaringan PDAM sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih terutama saat musim kemarau. Kondisi ini mendorong perlunya solusi alternatif yang efektif dan berkelanjutan, salah satunya adalah pemanenan air hujan menggunakan sistem cistern sebagai penampung air bersih skala rumah tangga.
Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi air hujan yang dapat dimanfaatkan, kebutuhan air bersih rumah tangga, serta merancang instalasi penampungan air hujan berupa cistern beton bertulang yang dapat memenuhi kebutuhan air selama musim kemarau.
Metode Penelitian: Deskriptif Kuantitatif dengan Data Curah Hujan dan Neraca Air
Penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer meliputi pengukuran luas atap rumah (228 m²) dan jumlah penghuni rumah (4 orang). Data sekunder berupa curah hujan rata-rata tahunan selama 5 tahun terakhir (2015–2019) dari dua stasiun curah hujan terdekat, yaitu Hargorejo dan Borrow Area.
Analisis dilakukan dengan menghitung kebutuhan air bersih berdasarkan konsumsi 150 liter/orang/hari, menghitung ketersediaan air hujan yang dapat ditampung, dan menyusun neraca air untuk mengetahui keseimbangan antara suplai dan kebutuhan air. Perhitungan volume penampungan cistern menggunakan rumus yang mempertimbangkan jumlah penghuni, lama musim kemarau, dan konsumsi air.
Studi Kasus dan Data Curah Hujan
Curah Hujan dan Ketersediaan Air
- Curah hujan rata-rata tahunan di lokasi penelitian adalah 1610,04 mm/tahun.
- Hujan andalan dengan peluang 80% adalah 123,73 mm/bulan.
- Ketersediaan air hujan rata-rata per bulan mencapai 17,229 m³.
Kebutuhan Air Rumah Tangga
- Dengan asumsi 4 penghuni rumah dan konsumsi 150 liter/orang/hari, kebutuhan air bersih tahunan adalah 219 m³.
- Kebutuhan air bulanan berkisar antara 17–19 m³.
Neraca Air dan Ketersediaan Bulanan
- Pada bulan Desember hingga Maret, ketersediaan air hujan melebihi kebutuhan air.
- Pada bulan Mei hingga November, terjadi defisit ketersediaan air sehingga diperlukan cadangan air dari penampungan cistern.
Perancangan Sistem Penampungan Air Hujan (Cistern)
Dimensi dan Material
- Cistern dirancang dengan volume 110,4 m³ untuk memenuhi kebutuhan air selama musim kemarau.
- Dimensi cistern adalah 10 m x 5 m x 2,3 m dengan tinggi jagaan air 1 m.
- Material yang digunakan adalah beton bertulang, ditempatkan di bawah permukaan tanah untuk menghemat lahan dan menjaga kualitas air.
Sistem Talang dan Penyaringan
- Air hujan dari atap dialirkan melalui talang dan pipa ke cistern.
- Dilengkapi dengan bak penyaringan untuk menghilangkan kotoran dan menjaga kebersihan air.
- Sistem juga dilengkapi sumur resapan untuk mengelola limpasan air saat kapasitas cistern penuh.
Analisis Neraca Air
Neraca air menunjukkan bahwa volume penampungan yang dirancang cukup efektif untuk memenuhi kebutuhan air bersih selama musim kemarau. Tabel neraca air memperlihatkan suplai air hujan yang masuk, kebutuhan air yang keluar, dan cadangan air yang tersisa setiap bulan. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan volume cistern 110,4 m³, kebutuhan air rumah tangga dapat terpenuhi dengan baik, terutama saat musim kemarau.
Nilai Tambah dan Implikasi
- Konservasi Sumber Daya Air: Pemanfaatan air hujan mengurangi ketergantungan pada sumber air tanah dan PDAM, serta membantu menjaga keseimbangan siklus hidrologi.
- Pengurangan Risiko Kekeringan: Cistern sebagai penampung air hujan menyediakan cadangan air yang cukup saat musim kemarau panjang.
- Penerapan Skala Rumah Tangga: Sistem ini dapat diterapkan secara luas di daerah perbukitan atau daerah tanpa akses air bersih.
- Efisiensi Biaya dan Lahan: Penempatan cistern bawah tanah memaksimalkan penggunaan lahan dan menjaga kualitas air.
Kritik dan Saran Pengembangan
- Pengukuran Luas Atap: Akurasi pengukuran luas atap sangat penting karena berpengaruh langsung pada perhitungan volume air hujan yang dapat ditampung.
- Perawatan Sistem: Perlu perhatian khusus pada pemeliharaan cistern dan sistem penyaringan agar air tetap bersih dan aman digunakan.
- Skala Komunitas: Pengembangan sistem pemanenan air hujan secara komunitas dapat meningkatkan efisiensi dan distribusi air bersih.
- Penggunaan Teknologi Filtrasi: Integrasi teknologi filtrasi lanjutan dapat meningkatkan kualitas air untuk keperluan minum langsung.
- Kajian Iklim: Perlu pemantauan lebih lanjut terkait perubahan pola curah hujan akibat perubahan iklim untuk perencanaan jangka panjang.
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Penelitian ini sejalan dengan studi Khoru Ni’mah (2018) di Lampung Selatan yang menunjukkan potensi penghematan air bersih hingga 35% dengan pemanenan air hujan. Selain itu, hasil penelitian Felicia Isfandyari (2018) dan Tri Yayuk Susana (2012) juga menegaskan pentingnya pemanfaatan air hujan sebagai alternatif sumber air di perkotaan dan gedung perkantoran, dengan penghematan signifikan terhadap penggunaan air PDAM.
Kesimpulan
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi potensi pemanenan air hujan di Dusun Sungapan 1, Hargotirto, Kokap, Kulon Progo, dengan curah hujan rata-rata 1610,04 mm/tahun dan kebutuhan air rumah tangga sekitar 219 m³/tahun untuk 4 penghuni. Instalasi cistern beton bertulang berkapasitas 110,4 m³ yang dirancang dapat memenuhi kebutuhan air bersih selama musim kemarau. Sistem ini merupakan solusi efektif dan berkelanjutan untuk mengatasi keterbatasan air bersih di daerah perbukitan dan dapat direplikasi di wilayah serupa.
Sumber Artikel
Ikhwan Mustofa. “Analisis Pemanfaatan Potensi Air Hujan dengan Menggunakan Cistern sebagai Sumber Air Bersih Skala Rumah Tangga (Studi Kasus Dusun Sungapan 1, Hargotirto, Kokap, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta).” Tugas Akhir, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia, 2020.