Signifikansi Danau Toba dan Tantangan Kualitas Air
Danau Toba, sebagai danau vulkanik terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara dengan luas permukaan 1.124 km² dan kedalaman maksimum 508 meter, merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting. Terletak di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, danau ini memiliki peranan vital bagi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat setempat, termasuk sebagai sumber air bersih, pariwisata, pembangkit listrik tenaga air, dan budidaya perikanan, khususnya keramba jaring apung (KJA).
Namun, perkembangan pesat aktivitas manusia di sekitar danau, terutama budidaya ikan dengan KJA dan limbah domestik dari pemukiman dan penginapan, menimbulkan tekanan yang signifikan terhadap kualitas air. Limbah organik berlebih dari KJA menyebabkan penurunan oksigen terlarut, munculnya gas beracun seperti hidrogen sulfida dan amoniak, serta peningkatan nutrien (nitrogen dan fosfor) yang memicu eutrofikasi dan ledakan populasi alga (algae bloom), berpotensi menyebabkan kematian ikan massal.
Penelitian oleh Winarto Silaban dan Mastiur Verawaty Silalahi (2021) bertujuan menganalisis kualitas air Danau Toba di Kecamatan Pangururan berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi, serta menentukan status mutu air menggunakan metode Storet.
Pengambilan Sampel dan Parameter Pengujian
Penelitian menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif dan deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga titik representatif di Danau Toba Kecamatan Pangururan selama periode Januari hingga Desember 2021. Parameter yang diukur meliputi suhu, pH, biochemical oxygen demand (BOD5), chemical oxygen demand (COD), dissolved oxygen (DO), nitrat (NO3), nitrit (NO2), amoniak, salinitas, dan fitoplankton.
Analisis laboratorium dilakukan di Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar. Status mutu air ditentukan menggunakan metode Storet yang mengklasifikasikan mutu air ke dalam empat kelas: baik sekali (kelas A), baik (kelas B), tercemar sedang (kelas C), dan tercemar berat (kelas D).
Hasil dan Pembahasan
Parameter Fisik dan Kimia
- Suhu Air: Rata-rata suhu berkisar antara 28,5°C hingga 33°C. Titik sampel III menunjukkan suhu tertinggi 33°C, masih dalam rentang yang dapat ditoleransi organisme akuatik dan mendukung budidaya perikanan.
- pH: Nilai pH stabil antara 7,10 hingga 7,51, menunjukkan kondisi netral yang ideal untuk kehidupan akuatik.
- Dissolved Oxygen (DO): DO berkisar antara 11 mg/L hingga 14 mg/L, dengan nilai terendah di titik sampel I sebesar 11 mg/L. Nilai ini menunjukkan kadar oksigen yang cukup tinggi, mendukung kehidupan biota air.
- Biochemical Oxygen Demand (BOD5): Nilai BOD tertinggi 2,55 mg/L di titik sampel I dan terendah 1,97 mg/L di titik sampel III. Nilai ini masih dalam kategori air tidak tercemar (≤2,9 mg/L).
- Chemical Oxygen Demand (COD): Berkisar antara 10 mg/L hingga 11,57 mg/L, dengan nilai tertinggi di titik sampel I. Nilai COD yang relatif rendah ini menandakan kandungan bahan organik yang tidak berlebihan.
- Nitrat (NO3): Kadar nitrat bervariasi antara 12,5 mg/L hingga 25 mg/L, melebihi baku mutu air (10 mg/L), sehingga dikategorikan tercemar ringan. Peningkatan nitrat ini diduga berasal dari limbah pertanian dan domestik.
- Nitrit (NO2): Konsentrasi nitrit ≤0,3 mg/L, juga melebihi batas baku mutu (0,05 mg/L), menunjukkan pencemaran ringan.
- Amoniak: Kadar amoniak antara 0,55 mg/L hingga 0,6 mg/L, sedikit melebihi baku mutu (0,5 mg/L), akibat aktivitas budidaya ikan keramba jaring apung yang menghasilkan limbah organik.
- Salinitas: Nol, sesuai dengan karakteristik air tawar danau.
Fitoplankton
Analisis fitoplankton menunjukkan dominasi dua jenis utama, yaitu Oocystis sp. (Chlorophyta) dan Anabaena sp. (Cyanophyta). Oocystis sp. berperan sebagai penghasil oksigen dan sumber pakan alami, sedangkan Anabaena sp. merupakan indikator kondisi eutrofik dan dapat menghasilkan racun yang mengancam ekosistem dan kesehatan manusia.
Kelimpahan fitoplankton relatif rendah (20–400 individu/L) dengan jumlah jenis sekitar 25, menunjukkan kondisi perairan yang tidak subur secara umum, tetapi potensi eutrofikasi tetap ada terutama karena keberadaan Anabaena sp.
Status Mutu Air Berdasarkan Metode Storet
Berdasarkan metode Storet, kualitas air Danau Toba di Kecamatan Pangururan dikategorikan sebagai tercemar ringan (kelas B dan C) terutama karena parameter nitrat, nitrit, dan amoniak yang melebihi baku mutu. Parameter lain seperti suhu, pH, BOD5, DO, dan COD masih dalam kategori baik.
Dampak Budidaya Keramba Jaring Apung
Budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA) di Danau Toba telah berkembang pesat dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun, limbah organik dari KJA yang berlebihan menyebabkan penurunan oksigen terlarut dan peningkatan amoniak serta nutrien di perairan. Limbah ini juga memicu pertumbuhan alga berlebih (Anabaena sp.) yang berpotensi menyebabkan ledakan alga dan kematian ikan massal.
Fenomena ini menegaskan perlunya pengelolaan limbah budidaya yang lebih baik dan pengawasan ketat agar daya dukung danau tidak terlampaui.
Analisis dan Perbandingan dengan Penelitian Lain
Hasil penelitian ini konsisten dengan studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa Danau Toba mengalami tekanan pencemaran organik dan nutrien akibat aktivitas manusia, terutama budidaya ikan dan limbah domestik (Garno et al., 2020; Harianja et al., 2018). Kondisi eutrofikasi yang ditandai oleh keberadaan Anabaena sp. juga ditemukan di danau lain seperti Danau Limboto dan Danau Batur, yang menunjukkan tren pencemaran serupa di danau-danau Indonesia.
Dibandingkan dengan standar nasional dan internasional, kadar nitrat dan amoniak yang melebihi batas menunjukkan perlunya intervensi pengelolaan limbah dan konservasi perairan untuk mencegah degradasi lebih lanjut.
Rekomendasi dan Nilai Tambah
Penelitian ini memberikan rekomendasi penting bagi pengelolaan Danau Toba, antara lain:
- Pengendalian limbah budidaya ikan dengan penerapan teknologi pengolahan limbah dan pengelolaan pakan yang efisien.
- Pengawasan dan pengelolaan limbah domestik dari pemukiman dan penginapan di sekitar danau.
- Monitoring kualitas air secara berkala menggunakan parameter kimia dan biologi untuk mendeteksi perubahan kualitas air.
- Edukasi dan partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga kelestarian danau.
- Pengembangan kebijakan terpadu yang mengintegrasikan sektor perikanan, pariwisata, dan lingkungan.
Pendekatan ini sejalan dengan tren global pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dan berbasis ekosistem, serta pentingnya peran masyarakat dalam konservasi.
Kesimpulan
Kualitas air Danau Toba di Kecamatan Pangururan tergolong tercemar ringan, terutama pada parameter nitrat, nitrit, dan amoniak yang melebihi baku mutu. Parameter suhu, pH, BOD5, DO, dan COD masih dalam kondisi baik. Keberadaan fitoplankton Oocystis sp. dan Anabaena sp. menunjukkan kondisi perairan yang mulai mengalami tekanan nutrien dan potensi eutrofikasi.
Penelitian ini menjadi dasar penting untuk pengelolaan kualitas air Danau Toba yang lebih baik, dengan fokus pada pengendalian limbah budidaya dan domestik serta pelibatan masyarakat dalam konservasi.
Sumber:
Silaban, W., & Silalahi, M. V. (2021). Analisis Kualitas Air di Perairan Danau Toba Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Jurnal Sains dan Teknologi, 10(2), 299-307.