Latar Belakang Teoretis
Tulisan karya Fajar Widianto, Lenggogeni, dan Henita Rahmayanti (2020) mengangkat sebuah anomali yang signifikan dalam konteks manajemen aset: degradasi dini pada infrastruktur yang relatif baru. Latar belakang masalah berpusat pada Gedung K. H. Hasjim Asj'arie di Kampus A Universitas Negeri Jakarta (UNJ), yang mulai beroperasi pada Februari 2017. Meskipun usianya baru beberapa tahun, observasi awal menemukan serangkaian kerusakan yang mencakup komponen arsitektural, mekanikal, dan elektrikal. Kerusakan spesifik yang diidentifikasi antara lain plafon yang rusak akibat rembesan air, pompa booster yang tidak berfungsi otomatis, kaca jendela pecah, lampu mati, pintu kamar mandi rusak, hingga panel fasad (Alumunium Composite Panel) yang terlepas.
Kondisi ini menjadi problematis karena bertentangan dengan ekspektasi laik fungsi sebuah bangunan modern. Kerangka teoretis penelitian ini dibangun di atas perbandingan antara kondisi faktual (Das Sein) dengan dua kerangka normatif (Das Sollen): (1) Standar Operasional Prosedur (SOP) internal yang dimiliki oleh pihak pengelola, PT. Tondi Gemilang Cahaya Timur (TGCT), dan (2) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) No. 24/PRT/M/2008 sebagai standar nasional. Hipotesis implisit yang diajukan adalah bahwa telah terjadi kesenjangan antara praktik pemeliharaan di lapangan dengan prosedur yang seharusnya, baik menurut standar internal maupun regulasi pemerintah. Dengan demikian, tujuan studi ini adalah untuk mengevaluasi secara sistematis tingkat kesesuaian pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan gedung tersebut terhadap kedua kerangka acuan tersebut.
Metodologi dan Kebaruan. Penelitian ini mengadopsi metode kuantitatif asosiatif, sebuah pendekatan yang dirancang untuk menjelaskan dan mengukur kesenjangan antara fakta dan standar ideal. Metodologi ini diperkuat dengan studi literatur dan survei lapangan. Pengumpulan data dilakukan secara triangulasi melalui tiga teknik: (1) Observasi, untuk mengamati secara langsung kondisi fisik bangunan dan kegiatan pemeliharaan; (2) Dokumentasi, untuk merekam bukti visual kerusakan melalui fotografi; dan (3) Wawancara terstruktur, yang dilakukan dengan pihak-pihak kunci yang memiliki pengetahuan mendalam tentang pengelolaan gedung, termasuk Building Manager, teknisi, serta perwakilan dari UNJ.
Kebaruan penelitian ini terletak pada aplikasinya yang spesifik dan mendalam pada sebuah studi kasus tunggal. Sementara banyak studi membahas manajemen pemeliharaan secara umum, karya ini memberikan audit mikro yang mendetail terhadap sebuah fasilitas pendidikan tinggi milik negara. Teknik analisis data yang digunakan adalah perbandingan sistematis menggunakan tabel checklist. Peneliti membandingkan SOP milik pengelola dengan Permen PU No. 24/PRT/M/2008, serta membandingkan SOP tersebut dengan implementasi aktual di lapangan. Tingkat kesesuaian kemudian dikuantifikasi dalam bentuk persentase, memberikan sebuah ukuran objektif atas kinerja manajemen pemeliharaan.
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi. Hasil penelitian menyajikan sebuah gambaran yang kompleks. Di satu sisi, wawancara mengonfirmasi adanya sistem manajemen formal: UNJ memiliki kontrak berdurasi satu tahun dengan PT. TGCT, yang memiliki struktur staf (termasuk Building Manager, teknisi, dan housekeeping), program kerja terjadwal (harian, mingguan, bulanan, tahunan), dan SOP tertulis. Pihak pengelola juga menyatakan mengetahui keberadaan Permen PU No. 24/PRT/M/2008.
Namun, di sisi lain, data observasi dan dokumentasi menunjukkan kegagalan sistemik. Bukti kerusakan fisik yang terdokumentasi—mulai dari plafon bocor hingga pompa yang harus dioperasikan manual—secara langsung membantah efektivitas sistem yang ada. Temuan kunci dari penelitian ini adalah adanya kesenjangan berlapis:
-
Kesenjangan antara SOP dan Regulasi: Ditemukan bahwa SOP yang dimiliki pengelola tidak sepenuhnya sesuai dengan Permen PU No. 24/PRT/M/2008.
-
Kesenjangan antara Praktik dan SOP: Ditemukan pula bahwa kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di lapangan tidak sepenuhnya mematuhi SOP internal perusahaan itu sendiri.
Secara interpretatif, pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan disimpulkan "masih sangat minimal" dan hanya mencakup "hal-hal sederhana". Menariknya, pihak manajemen memberikan justifikasi bahwa perbedaan antara SOP mereka dan Permen PU sengaja dilakukan karena regulasi tersebut dianggap "kurang detail", sehingga SOP mereka dimaksudkan untuk "melengkapi". Kontekstualisasi ini sangat penting, karena ia mengubah narasi dari sekadar kelalaian menjadi potensi adanya perbedaan interpretasi standar antara regulator dan operator lapangan.
Keterbatasan dan Refleksi Kritis. Keterbatasan utama yang diakui secara eksplisit oleh penulis adalah pengecualian analisis komponen struktural. Evaluasi struktur tidak dilakukan karena keterbatasan biaya, waktu, dan sifat pengujian yang sebagian besar merusak (destructive), serta tidak tercakup dalam kontrak kerja pengelola. Hal ini menyisakan sebuah area buta yang signifikan dalam penilaian keandalan gedung secara keseluruhan.
Secara kritis, meskipun penelitian ini berhasil mengidentifikasi adanya kesenjangan, analisis mengenai akar penyebabnya (root cause) dapat diperdalam. Paper ini menyimpulkan bahwa pemeliharaan kurang maksimal, namun tidak mengeksplorasi lebih jauh faktor-faktor penyebabnya, seperti apakah keterbatasan anggaran dari pihak UNJ, kurangnya SDM terampil di pihak kontraktor, atau kelemahan dalam klausul kontrak dan mekanisme pengawasan menjadi pemicu utama. Asumsi bahwa SOP pengelola yang "melengkapi" Permen PU adalah sebuah klaim yang perlu diuji secara kritis: apakah ini merupakan bentuk inovasi prosedural yang valid atau sebuah dalih untuk menyederhanakan pekerjaan?
Implikasi Ilmiah di Masa Depan. Temuan dari studi ini memiliki implikasi penting bagi praktik manajemen fasilitas di sektor publik dan arah penelitian di masa depan. Secara praktis, hasil ini memberikan argumen kuat bagi pemilik aset seperti universitas negeri untuk memperketat mekanisme pengawasan terhadap kontraktor pemeliharaan dan memastikan bahwa kontrak kerja secara eksplisit menuntut kepatuhan terhadap standar nasional.
Untuk penelitian selanjutnya, studi ini membuka beberapa jalur. Pertama, penelitian lanjutan dapat berfokus pada analisis biaya-manfaat dari model pemeliharaan yang berbeda (misalnya, in-house vs. outsourced) di lingkungan institusi pendidikan. Kedua, studi longitudinal yang melacak kondisi gedung dan biaya pemeliharaan selama beberapa siklus kontrak akan memberikan data yang lebih kaya tentang efektivitas jangka panjang. Terakhir, penelitian yang secara spesifik menganalisis isi dan kualitas SOP dari berbagai penyedia jasa pemeliharaan dapat menghasilkan wawasan tentang bagaimana standar nasional diterjemahkan—atau salah diterjemahkan—ke dalam praktik operasional. Sebagai refleksi akhir, karya ini secara efektif menunjukkan bahwa keberadaan sistem manajemen di atas kertas tidak menjamin keandalan fisik sebuah bangunan; implementasi yang disiplin dan pengawasan yang ketat adalah kunci yang sesungguhnya.
Sumber
Widianto, F., Lenggogeni, & Rahmayanti, H. (2020). Evaluasi Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung K. H. Hasjim Asj'arie, Kampus A, UNJ. Prosiding Seminar Pendidikan Kejuruan dan Teknik Sipil (SPKTS) 2020, 378-392.