Adaptasi Perubahan Iklim oleh Organisasi Pengelola Air – Enabler dan Hambatan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

12 Juni 2025, 10.06

pixabay.com

Mengapa Adaptasi Pengelolaan Air Penting?

Perubahan iklim saat ini secara nyata berdampak pada siklus air global, termasuk perubahan pola curah hujan, peningkatan suhu, dan kejadian ekstrem seperti banjir dan kekeringan. Organisasi pengelola air—baik pemerintah, swasta, maupun lembaga non-pemerintah—berperan sentral dalam mengelola sumber daya air yang vital bagi masyarakat dan ekosistem. Namun, kemampuan organisasi-organisasi ini untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim masih menjadi tantangan besar. Paper berjudul “Adapting to climate change by water management organisations: Enablers and barriers” oleh Adani Azhoni, Simon Jude, dan Ian Holman (2018) mengkaji secara komprehensif faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghambat adaptasi organisasi pengelola air terhadap perubahan iklim, dengan fokus pada konteks global dan khususnya negara berkembang.

Kerangka Teoritis: Kapasitas Adaptif dan Hambatan Adaptasi

Kapasitas Adaptif Organisasi

Kapasitas adaptif didefinisikan sebagai kemampuan suatu sistem atau organisasi untuk menyesuaikan diri terhadap dampak perubahan iklim, memanfaatkan peluang, atau merespons konsekuensi negatifnya. Dalam konteks organisasi pengelola air, kapasitas ini mencakup:

  • Kesadaran dan pengetahuan tentang risiko iklim dan opsi adaptasi.
  • Kemampuan teknis dan infrastruktur, seperti teknologi monitoring dan pengelolaan air.
  • Sumber daya ekonomi dan kelembagaan, termasuk dana, kebijakan, dan fleksibilitas organisasi.
  • Kepemimpinan visioner dan struktur organisasi yang mendukung pembelajaran dan pengambilan keputusan adaptif.

Penelitian menunjukkan bahwa meskipun ada konsensus umum tentang dimensi kapasitas adaptif, evaluasi kapasitas ini sangat kompleks karena sifatnya yang dinamis, kontekstual, dan tersembunyi (latent). Misalnya, indikator kuantitatif sering kali gagal menangkap nuansa lokal dan perubahan waktu yang cepat1.

Hambatan Adaptasi

Hambatan adaptasi adalah faktor-faktor yang menghalangi atau memperlambat kemampuan organisasi untuk melakukan adaptasi efektif. Hambatan ini dapat bersifat:

  • Kognitif, seperti kurangnya pemahaman risiko atau skeptisisme terhadap perubahan iklim.
  • Institusional dan birokratis, termasuk aturan yang kaku, kurangnya koordinasi antar lembaga, dan proses pengambilan keputusan yang lambat.
  • Sosial dan budaya, seperti sikap apatis, kurangnya dukungan politik, dan norma yang menghambat inovasi.
  • Sumber daya terbatas, baik dana maupun teknologi.

Paper ini menegaskan bahwa hambatan-hambatan ini sering saling terkait dan sulit diatasi tanpa pendekatan yang holistik dan kontekstual1.

Studi Kasus dan Temuan Empiris

Paper ini mengulas berbagai studi empiris dari negara maju dan berkembang, menyoroti bagaimana faktor-faktor di atas berperan dalam konteks nyata:

  • India (Himachal Pradesh): Organisasi pengelola air menghadapi hambatan berupa birokrasi yang kompleks dan kurangnya koordinasi antar lembaga, serta keterbatasan sumber daya teknis dan finansial. Hal ini menghambat respons adaptif terhadap perubahan pola curah hujan dan risiko banjir1.
  • Australia dan Inggris: Studi menunjukkan bahwa meskipun ada kesadaran tinggi dan strategi adaptasi yang dirancang, implementasi sering terhambat oleh ketidakjelasan tujuan, kurangnya indikator keberhasilan yang spesifik, dan keterbatasan kapasitas lokal dalam menerjemahkan kebijakan nasional ke tingkat daerah1.
  • Kasus Transboundary Water Management: Organisasi yang mengelola sumber daya air lintas batas negara menghadapi tantangan koordinasi dan kesepakatan kebijakan yang rumit, yang menghambat pengelolaan adaptif yang efektif1.

Strategi Adaptasi yang Diterapkan

Paper ini mengklasifikasikan strategi adaptasi dalam pengelolaan air menjadi beberapa kategori utama:

  1. Manajemen Sisi Pasokan dan Permintaan
    • Konservasi air, peningkatan efisiensi penggunaan, dan pengelolaan ulang sumber daya air.
    • Contoh: Pengurangan kebocoran jaringan distribusi dan penggunaan teknologi pengukuran untuk meningkatkan efisiensi air di Iran2.
  2. Pengoperasian Sistem dan Optimalisasi
    • Pembaruan kurva operasi waduk menggunakan algoritma optimasi untuk mengantisipasi perubahan pola hidrologi akibat iklim.
    • Studi Rheinheimer et al. (2016) menunjukkan bahwa redefinisi indeks klasifikasi tahun air (Water Year Type) efektif untuk adaptasi2.
  3. Pengembangan Infrastruktur dan Teknologi
    • Pembangunan bendungan baru, sistem panen air hujan, dan penerapan teknologi pengolahan air limbah untuk digunakan kembali.
    • Pendekatan ini seringkali mahal dan memerlukan investasi besar, sehingga perlu dikombinasikan dengan strategi non-struktural2.
  4. Pendekatan Bottom-Up dan Partisipatif
    • Meningkatkan ketahanan sistem pengelolaan air melalui keterlibatan masyarakat dan multi-stakeholder, serta penguatan jaringan antar organisasi.
    • Pendekatan ini dianggap penting untuk mengatasi hambatan sosial dan kelembagaan13.

Peran Jaringan Antar-Organisasi dan Organisasi Transboundary

Salah satu kontribusi penting paper ini adalah penekanan pada pentingnya jaringan antar-organisasi dan organisasi transboundary sebagai pendorong kapasitas adaptif:

  • Jaringan Antar-Organisasi memungkinkan pertukaran pengetahuan, sumber daya, dan koordinasi lintas sektor dan skala pemerintahan.
  • Organisasi Transboundary berperan sebagai jembatan antara ilmu pengetahuan dan kebijakan, serta menghubungkan berbagai aktor yang memiliki kepentingan berbeda.
  • Namun, jaringan ini juga menghadapi risiko dominasi oleh aktor tertentu dan konflik kepentingan yang dapat menghambat adaptasi yang inklusif dan efektif1.

Kritik dan Opini Tambahan

Paper ini memberikan gambaran komprehensif tentang kompleksitas adaptasi organisasi pengelola air, namun terdapat beberapa catatan penting:

  • Evaluasi Kapasitas Adaptif dan Keberhasilan Adaptasi masih sangat terbatas, terutama di negara berkembang. Banyak studi fokus pada perencanaan dan kesiapan, namun bukti nyata implementasi dan hasil adaptasi masih minim.
  • Hambatan Sosial dan Politik sering kali kurang mendapat perhatian yang memadai, padahal faktor-faktor ini sangat menentukan keberhasilan adaptasi di lapangan.
  • Pendekatan Integratif yang menggabungkan aspek teknis, sosial, ekonomi, dan kelembagaan sangat diperlukan untuk mengatasi hambatan yang saling terkait.
  • Konteks Lokal harus menjadi fokus utama dalam desain dan evaluasi adaptasi, mengingat perbedaan kondisi sosial-ekonomi dan institusional yang sangat besar antar wilayah.

Dalam konteks tren global, paper ini relevan dengan peningkatan perhatian pada adaptasi berbasis ekosistem, pengelolaan sumber daya air secara terintegrasi, dan pentingnya governance multi-level dalam menghadapi perubahan iklim. Pendekatan bottom-up yang partisipatif dan penggunaan teknologi informasi terkini (big data, monitoring real-time) menjadi kunci masa depan adaptasi pengelolaan air3.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Paper ini menyimpulkan bahwa adaptasi organisasi pengelola air terhadap perubahan iklim adalah proses kompleks yang dipengaruhi oleh kapasitas adaptif internal, hambatan eksternal, dan interaksi antar organisasi. Untuk meningkatkan efektivitas adaptasi, diperlukan:

  • Penguatan kapasitas adaptif melalui peningkatan pengetahuan, sumber daya, dan struktur organisasi yang fleksibel.
  • Pengembangan dan pemeliharaan jaringan antar-organisasi serta peran aktif organisasi transboundary.
  • Pendekatan adaptasi yang kontekstual, inklusif, dan mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
  • Penelitian lebih lanjut untuk memahami hambatan adaptasi secara mendalam dan bagaimana mengatasinya dalam berbagai konteks.

Dengan demikian, paper ini menjadi referensi penting bagi pembuat kebijakan, praktisi pengelolaan air, dan peneliti yang ingin memahami tantangan dan peluang adaptasi perubahan iklim dalam sektor air.

Sumber Artikel (Bahasa Asli)

Azhoni, A., Jude, S., Holman, I. (2018). Adapting to climate change by water management organisations: Enablers and barriers. Journal of Hydrology, 559, 736–748.