Konstruksi

Teknologi Konstruksi Terkini: Kunci Inovasi dan Efisiensi Proyek Masa Kini

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 08 Mei 2025


Pendahuluan: Ketertinggalan Sektor Konstruksi dalam Era Digital

Industri konstruksi adalah penyumbang besar bagi ekonomi global dengan nilai mencapai lebih dari $10 triliun per tahun. Namun, sektor ini menghadapi masalah produktivitas yang stagnan selama bertahun-tahun. Dibandingkan sektor lain seperti manufaktur, industri konstruksi tertinggal dalam adopsi teknologi digital. Paper berjudul "Implementation of technologies in the construction industry: a systematic review" oleh Chen et al. (2021) mengupas sistematis tentang 26 teknologi yang telah diimplementasikan dalam proyek konstruksi global dan manfaat yang diperoleh darinya.

Metodologi Kajian Sistematis

Penelitian ini menggunakan pendekatan systematic review berbasis protokol PRISMA, meninjau 175 artikel dari 2001 hingga 2020. Penulis mengkategorikan teknologi berdasarkan fungsi menjadi lima kelompok:

  1. Akuisisi data

  2. Analitik data

  3. Visualisasi data

  4. Komunikasi

  5. Otomatisasi desain dan konstruksi
     

Teknologi seperti BIM (Building Information Modeling), RFID, dan AR/VR menjadi fokus utama karena kontribusi mereka terhadap efisiensi dan kolaborasi proyek.

Pemetaan Teknologi dan Penerapannya

1. BIM: Teknologi Andalan

BIM muncul dalam 30% dari seluruh artikel dan sering dikombinasikan dengan teknologi lain seperti GIS, LiDAR, atau nD modeling. Studi menunjukkan bahwa BIM mampu mengurangi waktu proyek hingga 7%, biaya proyek hingga 40%, dan waktu estimasi biaya sebesar 80%.

 

2. RFID: Pengawasan Material dan Tenaga Kerja

Dengan kemampuan melacak material dan personel secara real-time, RFID menonjol dalam logistik konstruksi. Contohnya, penggunaan RFID dalam pembuatan pipa beton memungkinkan pemantauan kemajuan kerja dan pengiriman bahan secara tepat waktu.

 

3. Visualisasi Interaktif: AR/VR/nD

Teknologi ini digunakan untuk perencanaan ruang, pelatihan keselamatan kerja, dan komunikasi antara pemangku kepentingan. Game berbasis VR digunakan sebagai simulasi pelatihan K3 untuk pekerja lapangan.

 

4. AI dan Big Data: Tren yang Masih Berkembang

Walau belum masif digunakan, AI dan big data menunjukkan potensi besar dalam perencanaan proyek dan estimasi risiko. Studi tentang penerapan neural networks untuk prediksi biaya dan durasi proyek menjadi sorotan.

 

5. Teknologi Otomatisasi: 3D Printing dan Robotik

Walau masih terbatas, 3D printing beton dan robot perakit struktur baja telah mulai diadopsi pada proyek berskala besar. Teknologi ini berpotensi mempercepat konstruksi dan mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manual.

 

Manfaat Implementasi Teknologi

Penelitian ini menemukan lima manfaat utama dari teknologi konstruksi:

  • Efisiensi kerja (83%)

  • Kesehatan dan keselamatan (52%)

  • Produktivitas (49%)

  • Kualitas proyek (33%)

  • Keberlanjutan (11%)

BIM dan RFID termasuk teknologi yang memberikan manfaat lintas kategori tersebut. Integrasi BIM dan RFID bahkan digunakan untuk pelacakan dalam ruangan secara real-time.

 

 

Studi Kasus dan Tren Global

  • USA dan China menjadi pemimpin dalam publikasi riset teknologi konstruksi.

  • Negara-negara Asia menyumbang 45% artikel dalam tinjauan.

  • Visualisasi dan akuisisi data adalah kategori teknologi paling populer sejak 2011.

  • Studi seperti proyek rumah sakit oleh Khanzode dkk. menggunakan nD-BIM untuk mengkoordinasi sistem MEP secara efisien.
     

Tantangan dan Hambatan Implementasi

Beberapa tantangan utama:

  • Biaya awal investasi tinggi

  • Kurangnya pelatihan tenaga kerja

  • Masalah interoperabilitas antar platform

  • Resistensi budaya terhadap perubahan

Solusi yang disarankan termasuk penguatan regulasi, peningkatan edukasi dan pelatihan, serta insentif dalam pengadaan proyek publik.

 

Perbandingan dengan Studi Lain

Berbeda dari studi sebelumnya yang hanya menyoroti satu jenis teknologi, paper ini menghadirkan pandangan holistik. Kombinasi teknologi seperti BIM-GIS dan BIM-RFID menunjukkan tren kolaboratif antarteknologi yang meningkat.

 

Implikasi Praktis dan Strategi ke Depan

Perusahaan konstruksi dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk:

  • Menyusun roadmap digitalisasi

  • Menentukan prioritas investasi teknologi

  • Meningkatkan efisiensi rantai pasok dan keselamatan

Rekomendasi penulis juga mencakup pentingnya peran pemerintah dan lembaga pendidikan dalam mendukung ekosistem teknologi konstruksi.

Penutup

Transformasi digital di sektor konstruksi bukan sekadar wacana, melainkan kebutuhan mendesak. Dengan memilih dan menerapkan teknologi yang tepat, proyek dapat lebih efisien, aman, dan berkelanjutan. Studi Chen dkk. menjadi acuan penting untuk memahami lanskap teknologi global dalam industri ini.

 

Sumber

Chen, X., Chang-Richards, A.Y., Pelosi, A. et al. (2021). Implementation of technologies in the construction industry: a systematic review. Engineering, Construction and Architectural Management. https://doi.org/10.1108/ECAM-02-2021-0172

Selengkapnya
Teknologi Konstruksi Terkini: Kunci Inovasi dan Efisiensi Proyek Masa Kini

industri cerdas

Menelusuri Praktik Nyata Quality 4.0 dalam Industri Digital

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025


Mengapa Quality 4.0 Penting dalam Industri Digital?

Dalam era industri digital yang kian kompleks, konsep Quality 4.0 (Q4.0) muncul sebagai jawaban atas tantangan integrasi antara kualitas, teknologi, dan kecepatan inovasi. Paper karya Zora Jokovic et al. berjudul “Quality 4.0 in Digital Manufacturing – One Example” menghadirkan perspektif yang unik sekaligus aplikatif: bagaimana sebuah perusahaan manufaktur di Serbia berhasil mengimplementasikan Q4.0, bukan hanya sebagai teori, tetapi sebagai sistem operasional nyata berbasis teknologi Industry 4.0.

 

H2: Konsep Quality 4.0: Evolusi dari Tradisional ke Digital

Quality 4.0 bukan sekadar versi digital dari Total Quality Management (TQM), melainkan evolusi menyeluruh yang memadukan:

Dalam pendekatan ini, kualitas tidak hanya diperiksa di akhir proses, melainkan dikawal secara real-time dari desain awal hingga produk sampai ke tangan pelanggan. Pendekatan ini menjadikan data sebagai poros utama pengambilan keputusan.

 

H2: Studi Kasus: Transformasi Digital Inmold Plast

Salah satu kekuatan utama paper ini adalah penyajian studi kasus dari Inmold Plast, sebuah perusahaan manufaktur plastik dan komponen otomotif dari Serbia. Berikut adalah langkah strategis yang dilakukan:

H3: 1. Arsitektur Digital Terpadu

Perusahaan membangun sebuah sistem digital yang menyatukan berbagai elemen proses bisnis:

  • CRM untuk pengelolaan kebutuhan pelanggan
  • ERP untuk perencanaan sumber daya
  • MES untuk kontrol manufaktur
  • CAD/CAM untuk desain produk dan proses
  • CAI untuk inspeksi berbasis metrologi

Sistem ini tidak berdiri sendiri, melainkan membentuk satu data ecosystem berbasis cloud yang terintegrasi.

H3: 2. Penawaran dan Spesifikasi Berbasis Digital

Proses penawaran didigitalisasi sejak awal. Pelanggan dapat mengirimkan gambar teknis, model CAD, atau spesifikasi langsung. Sistem akan secara otomatis menghasilkan:

  • Dokumen penawaran
  • Rencana biaya proyek
  • Kebutuhan material dan peralatan

Semua ini dilakukan melalui iterasi digital yang transparan antara pelanggan dan Inmold.

H3: 3. Perencanaan Produksi dan Kontrol Biaya

Setelah proyek disetujui, sistem secara otomatis menghasilkan dokumen:

  • Purchase Order
  • Estimasi biaya aktual vs. realisasi
  • Status pengadaan material dan ketersediaan gudang

Informasi ini sangat penting untuk menilai efisiensi dan mendeteksi potensi bottleneck dalam proses.

 

H2: Statistik dan Capaian Implementasi

Implementasi Quality 4.0 di Inmold menghasilkan capaian signifikan:

  • Peningkatan level sigma dari 1,5 ke 5,5, mendekati level Six Sigma
  • Pengurangan waktu pembuatan penawaran hingga 30%
  • Peningkatan akurasi perencanaan kapasitas dan jadwal kerja
  • Transparansi biaya proyek secara real-time
  • Pengurangan limbah (scrap rate) karena proses inspeksi berbasis metrologi

Keberhasilan ini juga berakar pada penerapan ISO 9001:2015, IATF 16949:2016, serta pendekatan berbasis HACCP dalam proses produksi.

 

H2: Perbandingan dengan Praktik Global

Dalam berbagai studi yang dikutip dalam paper ini, pendekatan serupa mulai digunakan oleh perusahaan di:

  • Italia (Chiarini & Kumar, 2021): dengan model Q4.0 berbasis 11 elemen, termasuk integrasi CRM, PLM, dan ERP.
  • Cina dan Asia Tenggara: dengan pendekatan berbasis digital TQM dan AI/ML dalam proses inspeksi (Maganga & Taifa, 2023).
  • Jerman dan Eropa Tengah: dengan pendekatan Cognitive Engineering dan digital twin dalam quality assurance (Carvalho & Lima, 2022).

Namun, kekuatan studi ini justru terletak pada bagaimana pendekatan besar tersebut berhasil diadopsi oleh perusahaan berskala menengah di negara berkembang, menunjukkan bahwa Q4.0 bukan eksklusif untuk perusahaan multinasional.

 

H2: Nilai Tambah: Q4.0 Bukan Sekadar Teknologi

Implementasi Q4.0 bukan hanya soal membeli software canggih. Paper ini menekankan pentingnya:

  • Kepemimpinan strategis: Manajemen atas perlu memiliki visi digitalisasi jangka panjang.
  • Kultur organisasi: Budaya mutu dan kolaborasi lintas fungsi harus dibangun.
  • Kompetensi SDM: Karyawan dilatih untuk menggunakan AI, data analytics, dan sistem ERP/MES secara efektif.

Pendekatan ini selaras dengan kerangka pikir Broday (2022) dan Asif (2020), yang menyoroti bahwa transformasi kualitas adalah transformasi budaya, bukan hanya sistem.

 

H2: Tantangan dan Langkah Selanjutnya

Meskipun pencapaian di Inmold tergolong impresif, paper ini juga secara jujur menggarisbawahi tantangan lanjutan, seperti:

  • Kebutuhan akan real-time IoT dan sensor pintar yang lebih luas
  • Peningkatan kecerdasan sistem ERP melalui edge computing
  • Penguatan integrasi ERP-MES secara penuh dalam skenario orchestration

Tahap selanjutnya, seperti dijelaskan, adalah membangun Cyber-Physical System (CPS) yang sepenuhnya terkoneksi, menciptakan sistem produksi yang adaptif dan prediktif.

 

H2: Refleksi: Quality 4.0 Sebagai Ekosistem

Dari hasil studi ini, kita belajar bahwa Q4.0 adalah sebuah ekosistem kualitas digital, yang melibatkan:

  • Data-driven decision making
  • Automasi proses produksi dan kontrol mutu
  • Integrasi platform bisnis dan teknik
  • Manajemen kualitas berbasis prediksi dan preskripsi

Jika dikelola dengan tepat, ekosistem ini tak hanya meningkatkan mutu produk, tetapi juga mengurangi biaya, mempercepat pengiriman, dan meningkatkan kepuasan pelanggan secara signifikan.

 

Kesimpulan

Paper ini menjadi referensi penting bagi siapa saja yang ingin memahami Quality 4.0 bukan sebagai jargon teknologi, melainkan sebagai praktik nyata di lini produksi. Melalui studi kasus Inmold Plast, penulis membuktikan bahwa transformasi digital dalam kualitas bukan hanya mungkin—tapi sudah terjadi.

Model ini bisa menjadi inspirasi bagi banyak perusahaan menengah lainnya di seluruh dunia yang ingin tetap relevan dan kompetitif dalam era industri digital.

Sumber:

Penelitian ini dapat diakses di Quality Innovation Prosperity Journal, Vol. 27(2), 2023, berjudul "Quality 4.0 in Digital Manufacturing – Example of Good Practice" oleh Zora Jokovic, Goran Jankovic, dkk.

 

 

Selengkapnya
Menelusuri Praktik Nyata Quality 4.0 dalam Industri Digital

Deteksi dimensi

Otomatisasi Cerdas dengan OpenCV dan Arduino

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025


Mengapa Industri Kecil Butuh Teknologi Inspeksi yang Efisien dan Terjangkau?

Di tengah pesatnya perkembangan manufaktur cerdas dan otomatisasi industri, masih banyak pelaku usaha skala kecil dan menengah (UKM) yang bergulat dengan proses inspeksi manual yang tidak efisien. Salah satu titik kritis dalam kontrol kualitas adalah inspeksi komponen yang masuk (inward inspection)—sebuah proses vital untuk memastikan bahwa suku cadang yang diterima dari vendor memenuhi standar sebelum digunakan dalam produksi.

Namun, perangkat inspeksi otomatis yang tersedia di pasaran sering kali terlalu mahal dan kompleks untuk UKM. Inilah celah yang ingin dijawab oleh tim peneliti dari Vishwakarma Institute of Technology, Pune, melalui implementasi model berbasis OpenCV dan Arduino, yang menjanjikan solusi inspeksi otomatis berbiaya rendah dan mudah diterapkan.

 

H2: Apa yang Membuat Pendekatan Ini Spesial?

Fokus pada Efisiensi, Bukan Kemewahan

Penelitian ini menargetkan implementasi sistem inspeksi real-time berbasis visi komputer yang mampu menjalankan tugas 24 jam non-stop, tanpa kompromi terhadap akurasi. Menariknya, sistem ini dibangun menggunakan komponen-komponen terjangkau dan mudah ditemukan, seperti kamera biasa, mikrokontroler Arduino Uno, dan motor DC untuk aktuasi.

Alih-alih membangun sistem canggih yang sulit direplikasi, mereka justru memprioritaskan kesederhanaan, biaya rendah, dan efektivitas praktis. Tujuan utamanya adalah agar solusi ini dapat digunakan oleh industri dari berbagai skala, terutama yang belum mampu membeli mesin inspeksi konvensional seharga puluhan juta rupiah.

 

H2: Cara Kerja Sistem Inspeksi Otomatis Berbasis OpenCV

1. Kombinasi Dua Dunia: Computer Vision & Mekatronika

Sistem ini terdiri dari dua komponen besar:

  • Visi Komputer (Computer Vision): Bertugas mendeteksi, mengukur, dan mengevaluasi dimensi fisik objek berdasarkan citra kamera.
  • Mekatronika: Bertanggung jawab untuk merespon hasil analisis vision system dengan menggerakkan aktuator, misalnya untuk memisahkan komponen cacat dari jalur produksi.

Kedua sistem ini terhubung erat melalui komunikasi serial antara Python dan Arduino.

2. Alur Sistem: Dari Kamera ke Keputusan

Secara garis besar, alur sistem melibatkan:

  • Kamera memindai objek di atas conveyor belt.
  • OpenCV menganalisis citra untuk mengukur dimensi objek (panjang, lebar, luas).
  • Jika ukuran tidak sesuai standar (misal: lebih kecil atau besar dari toleransi), sinyal dikirim ke Arduino.
  • Arduino mengaktifkan aktuator linier untuk menyisihkan objek cacat.
  • LCD display menampilkan status, dan buzzer menyala saat terjadi penolakan.

Sistem ini bahkan dirancang sedemikian rupa agar bisa diterapkan di real factory setup, tidak hanya dalam simulasi.

 

H2: Studi Kasus: Deteksi Ukuran Paku (Nail Inspection)

Eksperimen Deteksi dan Validasi

Untuk validasi awal, sistem diuji dalam mendeteksi ukuran paku yang bergerak di atas conveyor. Dua skenario ditunjukkan:

  • Kasus 1 (Ukuran Sesuai): OpenCV menampilkan kotak hijau di sekitar paku dan menunjukkan bahwa dimensinya berada dalam batas toleransi (±1,5mm hingga 2mm).
  • Kasus 2 (Ukuran Tidak Sesuai): Paku ditandai dengan kotak merah, sistem mengirimkan sinyal ke Arduino untuk mengeluarkannya dari jalur.

Akurasi Deteksi

Dari pengujian ini, sistem mencatat tingkat akurasi sebesar 97% dalam mengidentifikasi dimensi objek dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pengaturan yang tepat, bahkan sistem sederhana ini bisa memberikan hasil yang sangat kompetitif.

 

H2: Teknologi dan Komponen Utama dalam Sistem

1. Arduino Uno

Sebagai otak kontrol mekatronika, Arduino Uno menerima sinyal dari komputer (melalui Python) dan mengaktifkan motor atau aktuator berdasarkan logika yang telah diprogram.

2. L298N Motor Driver

Modul ini bertugas mengatur arah dan kecepatan motor DC, baik untuk conveyor maupun aktuator. Ia mendukung hingga 36V dan 2A, cukup untuk kebutuhan inspeksi ringan-menengah.

3. Kamera Web dan OpenCV

Perangkat keras sederhana seperti kamera USB standar sudah cukup digunakan, selama pencahayaan stabil. OpenCV digunakan untuk mendeteksi objek, mengukur dimensi dalam piksel, lalu dikonversi ke ukuran fisik berdasarkan kalibrasi.

4. Conveyor Belt dan Linear Actuator

Komponen ini menangani pergerakan fisik objek dan memisahkan bagian yang tidak sesuai. Sistem ini dapat disesuaikan dengan pneumatic arm untuk versi yang lebih cepat dan kuat.

 

H2: Simulasi Virtual dengan Factory I/O

Visualisasi Sistem Industri

Untuk memberikan gambaran nyata bagaimana sistem ini bekerja dalam lingkungan pabrik, tim menggunakan Factory I/O—software simulasi pabrik 3D yang memungkinkan pengujian virtual dari sistem otomasi.

Dalam simulasi ini, conveyor bergerak dan objek yang terdeteksi cacat langsung dikeluarkan oleh aktuator berdasarkan input dari sensor visi. Simulasi menggunakan Control IO untuk logika sederhana, seperti penggunaan NOT gate dalam pengambilan keputusan.

Manfaat Simulasi

  • Menyediakan validasi sebelum implementasi nyata.
  • Menyediakan platform untuk menguji berbagai skenario inspeksi tanpa risiko kerusakan alat.

 

H2: Dampak Praktis dan Potensi Implementasi di Industri

1. Solusi Ideal untuk Industri Kecil dan Menengah

Industri kecil umumnya mengandalkan proses manual untuk inspeksi barang dari vendor. Sistem ini memungkinkan otomatisasi inspeksi dasar seperti pengukuran dimensi, tanpa perlu membeli sistem kamera industri mahal.

Contohnya, industri suku cadang logam kecil dapat dengan mudah mengadopsi sistem ini untuk memverifikasi diameter gear, panjang baut, atau dimensi cincin logam sebelum digunakan dalam produksi.

2. Meningkatkan Konsistensi dan Efisiensi

Manusia cenderung membuat kesalahan karena kelelahan atau kurangnya konsentrasi. Sistem ini, dengan akurasi mendekati 97%, mampu bekerja tanpa lelah selama 24/7. Ini meningkatkan konsistensi kualitas produk dan mengurangi biaya cacat.

3. Dapat Ditingkatkan Sesuai Kebutuhan

Meskipun saat ini berbasis pengukuran dimensi, sistem bisa dikembangkan lebih lanjut untuk:

  • Deteksi cacat permukaan (misal goresan, retakan).
  • Klasifikasi objek berdasarkan bentuk.
  • Integrasi dengan sistem database untuk pelacakan produk.

 

H2: Kritik dan Saran Pengembangan

Kelebihan

  • Biaya rendah: Semua komponen relatif murah dan tersedia di pasaran.
  • Mudah direplikasi: Cocok untuk pendidikan, startup manufaktur, dan UKM.
  • Open source: OpenCV dan Arduino dapat dikustomisasi tanpa lisensi mahal.

Keterbatasan

  • Bergantung pada pencahayaan stabil: Sistem ini bisa gagal jika pencahayaan berubah drastis.
  • Resolusi kamera terbatas: Untuk pengukuran mikro, kamera industri tetap dibutuhkan.
  • Deteksi terbatas pada ukuran fisik: Cacat seperti goresan atau karat belum ditangani.

Arah Pengembangan

  • Gunakan kamera beresolusi tinggi untuk pengukuran presisi.
  • Tambahkan deteksi tekstur atau warna untuk deteksi cacat permukaan.
  • Integrasikan dengan AI/ML untuk klasifikasi lebih canggih dan adaptif.

 

Kesimpulan: Inovasi yang Menjembatani Kebutuhan dan Teknologi

Penelitian ini bukan sekadar eksperimen akademik, tetapi merupakan solusi nyata untuk industri yang selama ini tidak terjangkau oleh otomatisasi inspeksi karena biaya tinggi. Dengan kombinasi OpenCV, Arduino, dan prinsip mekatronika sederhana, tim berhasil menunjukkan bahwa inspeksi otomatis tidak harus mahal atau rumit.

Sistem ini membuka peluang luas bagi industri skala kecil untuk naik kelas dan memasuki era Industri 4.0 tanpa investasi besar. Jika dikembangkan dan disesuaikan lebih lanjut, pendekatan ini bisa menjadi standar baru dalam inspeksi masuk (incoming quality control) berbasis teknologi terbuka.

 

Sumber Artikel

Satkar, A., Jejurkar, S., Shinde, Y., & Mangate, L. D. (2022). Implementation of OpenCV Model for Inward Inspection Technique. International Journal of Engineering Research & Technology (IJERT), Vol. 11, Issue 7.

Selengkapnya
Otomatisasi Cerdas dengan OpenCV dan Arduino

Teknologi AI

Masa Depan Deteksi Cacat Industri:Solusi Sintetik untuk Split Defects dalam Stamping Logam

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025


Pendahuluan: Saatnya Beralih dari Inspeksi Manual ke Otomatisasi Cerdas

Di tengah dorongan industri untuk produksi cepat dan minim cacat, satu tantangan tetap membandel: mendeteksi cacat kecil namun berdampak besar seperti split defects pada proses sheet metal stamping. Cacat ini muncul akibat deformasi material yang melebihi batas, menyebabkan retakan halus atau penipisan lokal yang kerap tak terlihat oleh mata manusia—tetapi cukup untuk membuat produk harus dibuang.

Paper dari Singh et al. (2022) menawarkan pendekatan revolusioner: membuat gambar pelatihan deep learning secara sintetis yang secara visual dan fisik menyerupai cacat nyata. Mereka memadukan dua dunia—simulasi teknik berbasis fisika dan teknologi grafis komputer—untuk menghasilkan dataset yang realistis dan terjangkau.

 

H2: Kenapa Split Defects Itu Sulit Dideteksi?

Meskipun split defects hanya terjadi pada 1–5% dari total produksi, dampaknya tidak bisa diabaikan. Komponen yang mengalami split tak bisa diperbaiki dan harus dibuang. Lebih parah lagi, split seringkali tidak tampak jelas, apalagi dalam kondisi pencahayaan pabrik yang kompleks.

Selama ini, industri mengandalkan pengamatan visual manusia—metode yang tidak hanya lambat, tetapi juga rawan kesalahan. Solusi berbasis visi komputer sudah mulai digunakan, namun deep learning butuh banyak data. Nah, di sinilah tantangan muncul: bagaimana melatih model AI jika datanya sangat sedikit?

 

H2: Pendekatan Sintetik—Menjawab Kekosongan Data

Untuk mengatasi kelangkaan data nyata, para peneliti biasanya memilih dua jalur:

  1. Model Generatif seperti GAN atau Diffusion Models: Bisa menghasilkan gambar baru, tapi cenderung repetitif, dan sulit mengontrol detail seperti lokasi atau jenis cacat.
  2. Simulasi Fisik dengan Finite Element Method (FEM): Sangat akurat dari sisi mekanika material, tapi berat secara komputasi dan tidak bisa menciptakan keragaman visual dengan baik.

Solusi yang ditawarkan Singh dkk. menggabungkan keduanya: lokasi cacat ditentukan secara fisik lewat simulasi FEM, lalu ditambahkan detail visual dari retakan nyata menggunakan grafis komputer. Hasil akhirnya adalah gambar sintetis yang meyakinkan secara visual dan sahih secara fisik.

 

H2: Begini Cara Framework Ini Bekerja

Langkah 1: Simulasi Lokasi Cacat Menggunakan FLC

Framework dimulai dengan CAD model dari komponen stamping, lalu dijalankan simulasi FEM untuk menghitung regangan di setiap bagian. Berdasarkan Forming Limit Curve (FLC)—grafik batas deformasi material—framework ini menentukan lokasi mana saja yang “layak” mengalami split.

Peneliti memperkenalkan parameter acak ke dalam rumus FLC, sehingga bisa menciptakan variasi lokasi cacat seolah berasal dari ketidakteraturan nyata dalam proses manufaktur. Hasilnya adalah model 3D cacat dengan distribusi yang tidak seragam tapi masih masuk akal.

Langkah 2: Menambahkan Retakan Secara Visual

Setelah tahu di mana cacat akan muncul, mereka menerapkan tekstur visual dari citra retakan nyata ke permukaan model menggunakan teknik bump mapping. Alih-alih mengubah bentuk fisik permukaan, metode ini mengelabui pencahayaan agar tampak seperti ada retakan, lengkap dengan kedalaman dan detail permukaan.

Langkah 3: Rendering Gambar yang Nyata Banget

Agar gambar terlihat seperti hasil kamera industri, digunakan pencahayaan realistis berbasis path tracing dan model BRDF (Bidirectional Reflectance Distribution Function) untuk mensimulasikan pantulan cahaya pada logam. Tak ketinggalan, tekstur tambahan seperti sidik jari, goresan, dan kotoran ditambahkan agar makin meyakinkan.

 

H2: Apakah Gambar Sintetis Ini Benar-benar Efektif?

Untuk menguji framework, peneliti membandingkan performa model deteksi yang dilatih dengan kombinasi data nyata dan sintetis. Mereka menggunakan algoritma seperti YOLOv5 dan Faster R-CNN untuk mendeteksi split defects pada part nyata yang diambil dari uji laboratorium Nakajima.

Hasilnya mengejutkan: model yang dilatih dengan hanya 10 gambar nyata dan 80 gambar sintetis bisa mencapai akurasi yang setara dengan model yang dilatih pada 80 gambar nyata. Bahkan ketika hanya menggunakan gambar sintetis—tanpa data nyata sama sekali—model masih bisa mendeteksi cacat dengan performa mendekati sempurna.

Ini menunjukkan bahwa kualitas visual dan keakuratan fisik dari gambar sintetis ini benar-benar tinggi.

 

H2: Mengungguli Model Generatif dan Few-Shot Learning

Framework ini juga dibandingkan dengan pendekatan few-shot learning dan diffusion-based generative models—dua metode yang saat ini sedang populer untuk menyiasati kekurangan data.

Hasilnya, pendekatan berbasis GAN dan Diffusion mengalami kesulitan untuk menciptakan cacat yang meyakinkan, terutama di area dengan refleksi tinggi seperti permukaan logam. Sementara itu, model pre-trained juga terbatas karena data dasarnya tidak mewakili lingkungan stamping logam yang khas.

Framework yang diusulkan peneliti justru unggul karena bisa mengontrol:

  • Jenis dan bentuk cacat,
  • Lokasi cacat,
  • Pencahayaan dan tekstur permukaan,
  • Dan yang paling penting: dapat membuat anotasi otomatis untuk pelatihan.

 

H2: Tambahan Nilai: Realisme Detail Meningkatkan Akurasi

Peneliti melakukan uji coba untuk mengukur dampak beberapa elemen tambahan dalam proses pembuatan gambar sintetis:

  • Randomisasi Label: Membuat batas cacat sedikit “tidak rapi” seperti hasil anotasi manusia.
  • Penambahan Impuritas Permukaan: Seperti goresan dan sidik jari.
  • Distorsi Tekstur dengan Bezier Curve: Agar bentuk cacat tidak terlalu simetris atau “terlalu sempurna”.

Ketiganya terbukti signifikan meningkatkan performa model dalam mendeteksi split. Model yang dilatih dengan gambar sintetis yang “kaya detail” menghasilkan prediksi lebih presisi dan lebih sedikit kesalahan deteksi.

 

H2: Apa Implikasinya untuk Industri?

Lebih Sedikit Data Nyata, Lebih Banyak Efisiensi

Menghasilkan part cacat nyata itu mahal dan lambat. Dengan pendekatan ini, pabrik bisa menciptakan ribuan sampel cacat hanya dari satu hasil simulasi FEM. Ini sangat efisien untuk prototipe baru atau lini produksi kecil.

Otomatisasi Inspeksi yang Lebih Dekat Jadi Nyata

Karena framework ini mencakup auto-annotation, pencahayaan realistis, dan akurasi tinggi, maka ia cocok untuk sistem inspeksi visual berbasis AI yang bisa langsung diintegrasikan ke jalur produksi. Tidak perlu lagi inspeksi manual yang penuh subjektivitas.

Fleksibel untuk Komponen Lain

Selama ada data material dan geometri CAD, framework ini bisa diadaptasi ke jenis cacat atau komponen lainnya. Dengan begitu, pendekatan ini bisa menjadi tulang punggung sistem inspeksi otomatis di berbagai industri, dari otomotif sampai kedirgantaraan.

 

H2: Kritik dan Arah Pengembangan

Meski framework ini menjanjikan, fokusnya masih terbatas pada satu jenis cacat: split. Padahal dalam dunia nyata, cacat seperti kerutan, penyok, atau lapisan tak merata juga sama pentingnya. Peneliti sudah merencanakan perluasan framework ini dengan simulasi khusus untuk cacat lain, seperti wrinkles.

Selain itu, validasi penuh terhadap komponen industri kompleks butuh kerja sama langsung dengan manufaktur agar bisa menguji framework pada part besar dengan geometri rumit.

 

Kesimpulan: Sintesis Cerdas untuk Produksi Tanpa Cacat

Singkatnya, pendekatan hibrida ini membuka era baru dalam pelatihan model inspeksi berbasis AI. Dengan menggabungkan presisi fisik dan realisme visual, peneliti berhasil mengatasi krisis data yang sering menghambat penerapan deep learning di lini produksi.

Framework ini bukan sekadar solusi teknis—ia adalah strategi revolusioner yang mampu memangkas biaya, mempercepat proses, dan meningkatkan akurasi inspeksi industri secara signifikan. Dunia manufaktur hanya tinggal selangkah lagi menuju era produksi tanpa cacat—dan langkah itu dimulai dari data yang pintar.

 

Sumber Artikel

Singh, A. R., Bashford-Rogers, T., Hazra, S., & Debattista, K. (2022). Generating Synthetic Training Images to Detect Split Defects in Stamped Components. IEEE Transactions on Industrial Informatics.
 

Selengkapnya
Masa Depan Deteksi Cacat Industri:Solusi Sintetik untuk Split Defects dalam Stamping Logam

Teknologi AI

Deteksi Cacat Kain Otomatis dengan Kecerdasan Buatan

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025


Mengapa Inspeksi Otomatis Jadi Urgensi Baru dalam Industri Tekstil?

Industri tekstil global terus berkembang pesat, dan di tengah tuntutan efisiensi serta kualitas tanpa kompromi, masalah lama kembali menghantui: cacat pada kain. Entah berupa benang hilang, noda minyak, atau lubang kecil—cacat seperti ini bisa mengurangi nilai jual, menciptakan limbah, dan membahayakan reputasi produsen.

Selama bertahun-tahun, inspeksi visual oleh manusia menjadi metode utama dalam pengecekan mutu. Tapi pendekatan ini terbukti tidak konsisten, lambat, dan rentan terhadap kelelahan fisik maupun subjektivitas pengamat. Oleh karena itu, muncul kebutuhan mendesak akan sistem inspeksi otomatis yang cepat, akurat, dan hemat biaya.

Penelitian dari Reethu Rajan dan Sangeetha Gopinath menjawab kebutuhan ini melalui pendekatan berbasis pengolahan citra digital dan jaringan saraf tiruan (neural network) untuk mendeteksi serta mengklasifikasikan cacat pada kain secara otomatis. Penelitian ini bukan hanya teoretis—ia menawarkan kerangka kerja yang bisa diimplementasikan langsung dalam jalur produksi industri tekstil.

 

H2: Memahami Masalah: Jenis Cacat dan Tantangan Manual Inspeksi

Jenis-Jenis Cacat yang Umum pada Kain

Dalam produksi kain, cacat dapat terjadi mulai dari proses pemilihan bahan baku hingga tahap akhir penyelesaian. Beberapa jenis cacat utama yang dicermati dalam penelitian ini meliputi:

  • Benang hilang (missing thread) pada arah warp atau weft, yang memengaruhi struktur dan kekuatan kain.
  • Noda minyak (oil stain), yang biasanya muncul akibat proses mekanis atau pelumas mesin.
  • Lubang kecil (holes) yang dapat muncul karena keausan mekanis atau kesalahan dalam proses tenun.

Cacat-cacat ini bukan hanya mengganggu estetika, tetapi juga dapat menurunkan performa dan ketahanan kain.

Masalah Inspeksi Manual

Beberapa tantangan utama dari pemeriksaan manual meliputi:

  • Kelelahan visual: Inspektur harus mengawasi permukaan luas dalam waktu lama, yang membuat konsistensi sulit dijaga.
  • Kesalahan manusiawi: Faktor seperti kelelahan, pengalaman, dan subjektivitas membuat inspeksi rentan terhadap kesalahan.
  • Biaya tinggi: Mempekerjakan banyak inspektur untuk skala produksi besar tidak efisien.

Inilah celah yang ingin diisi oleh sistem deteksi otomatis berbasis teknologi.

 

H2: Solusi yang Ditawarkan: Neural Network dan Pengolahan Citra

Penelitian ini merancang sistem deteksi cacat kain otomatis dengan empat tahap utama:

1. Akuisisi Citra Kain

Langkah awal adalah mengambil gambar digital dari kain menggunakan scanner atau kamera beresolusi tinggi. Citra ini menjadi input awal untuk seluruh sistem deteksi.

2. Pra-pemrosesan Citra (Image Preprocessing)

Tahapan ini bertujuan untuk membersihkan citra dari gangguan atau “noise” seperti bayangan atau pencahayaan yang tidak merata. Teknik seperti filtering atau contrast enhancement digunakan untuk memperjelas fitur-fitur cacat yang akan dideteksi.

3. Ekstraksi Fitur (Feature Extraction)

Dari citra yang sudah bersih, sistem menganalisis tiga parameter utama:

  • Tingkat keberadaan garis lurus – untuk mendeteksi cacat struktural seperti benang putus.
  • Proporsi area gelap – membantu mendeteksi noda minyak.
  • Tingkat kekosongan atau void – berguna untuk mendeteksi lubang pada kain.

Fitur-fitur ini menjadi representasi digital dari potensi cacat, dan disiapkan untuk proses klasifikasi berikutnya.

4. Klasifikasi dengan Neural Network

Setelah fitur terkumpul, jaringan saraf tiruan dilatih untuk mengenali dan mengklasifikasikan jenis cacat berdasarkan pola fitur tersebut. Proses pelatihan menggunakan algoritma backpropagation, di mana bobot koneksi antar neuron disesuaikan hingga jaringan mampu memberikan klasifikasi akurat.

 

H2: Studi Kasus dan Evaluasi

Eksperimen pada Berbagai Jenis Cacat

Model diuji menggunakan sampel kain dengan berbagai jenis cacat. Gambar digital dibandingkan dengan citra standar dalam basis data. Jika terjadi ketidaksesuaian, sistem akan mendeteksi adanya cacat, membunyikan buzzer sebagai alarm, dan menampilkan jenis cacat di layar LCD.

Hasil awal menunjukkan bahwa sistem mampu mendeteksi tiga jenis cacat utama—benang hilang, noda minyak, dan lubang—dengan akurasi tinggi. Namun, peneliti mengakui bahwa pengembangan masih berjalan, khususnya pada tahap penyempurnaan fitur.

 

H2: Nilai Tambah dan Keunggulan Sistem Ini

Efisiensi Produksi

Dengan sistem ini, inspeksi kain bisa dilakukan secara real-time, langsung dalam jalur produksi. Hal ini mempersingkat waktu pengecekan dan mengurangi potensi kesalahan manusia.

Konsistensi dan Objektivitas

Berbeda dari inspektur manusia yang terpengaruh kondisi fisik dan emosional, sistem ini memberikan hasil yang konsisten dan objektif dalam setiap pengecekan.

Dapat Diintegrasikan dengan Sistem Industri 4.0

Karena berbasis digital dan terotomatisasi, sistem ini dapat menjadi bagian dari ekosistem manufaktur cerdas (smart manufacturing) yang mendukung kontrol kualitas berbasis data.

 

H2: Komparasi dengan Metode Lain

Metode Tradisional vs Neural Network

Sistem yang diteliti di sini menggunakan pendekatan neural network, yang memiliki kemampuan belajar dari data dan menangani variasi yang kompleks. Berbeda dengan pendekatan rule-based atau thresholding konvensional yang kaku, neural network bisa mengenali pola meski dengan deformasi atau pencahayaan berbeda.

Studi Sebelumnya dan Pendekatan Alternatif

Penelitian lain telah mencoba berbagai metode seperti:

  • Butterworth filter untuk mendeteksi cacat berdasarkan frekuensi.
  • Gabor wavelets untuk analisis tekstur.
  • Pulse Coupled Neural Networks (PCNN) untuk segmentasi citra.

Namun, banyak dari pendekatan tersebut berfokus pada satu jenis cacat atau membutuhkan komputasi tinggi. Pendekatan Rajan & Gopinath lebih sederhana dan praktis untuk implementasi di pabrik.

 

H2: Tantangan dan Kritik

Meski menjanjikan, sistem ini masih memiliki beberapa keterbatasan:

  • Skala uji coba masih terbatas: Uji coba dilakukan pada jenis cacat yang spesifik dan jumlah sampel terbatas.
  • Klasifikasi multi-defect belum dijelaskan secara rinci: Misalnya, jika satu kain memiliki lebih dari satu cacat, belum jelas bagaimana sistem menanganinya.
  • Fleksibilitas terhadap variasi tekstur atau warna kain belum diuji luas.

Namun demikian, sebagai prototipe awal, pendekatan ini sudah sangat menjanjikan dan aplikatif.

 

H2: Arah Pengembangan Selanjutnya

Penelitian ini bisa dikembangkan ke arah:

  • Pendeteksian multiklas cacat kompleks menggunakan CNN (Convolutional Neural Network).
  • Integrasi dengan robotic arm untuk mengeliminasi kain cacat secara otomatis.
  • Sistem cloud-based monitoring agar manajer kualitas bisa memantau data secara real-time.
  • Penerapan pada bahan selain kain, seperti kulit sintetis, plastik laminasi, atau material komposit.

 

H2: Kesimpulan

Studi ini memperlihatkan bagaimana kombinasi antara image processing dan neural network dapat menjadi solusi yang efisien dan akurat dalam mendeteksi cacat kain secara otomatis. Sistem ini menjawab kebutuhan industri tekstil akan kontrol kualitas yang lebih konsisten, cepat, dan hemat biaya.

Lebih jauh lagi, pendekatan ini menandai pergeseran penting dari inspeksi manual menuju otomatisasi cerdas berbasis AI, yang akan menjadi tulang punggung revolusi industri tekstil di masa depan.

 

Sumber Referensi

Rajan, R., & Gopinath, S. (2018). Detection & Classification of Fabrics Defects using Image Processing and Neural Network. International Journal of Creative Research Thoughts (IJCRT), Vol. 6, Issue 2.

Selengkapnya
Deteksi Cacat Kain Otomatis dengan Kecerdasan Buatan

Manufaktur Cerdas

Solusi Cerdas untuk Industri Manufaktur Modern

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 08 Mei 2025


Pendahuluan

Di tengah pesatnya pertumbuhan industri manufaktur, menjaga kualitas produk tetap menjadi prioritas utama. Inspeksi manual yang selama ini menjadi andalan mulai ditinggalkan karena keterbatasannya dalam hal kecepatan, konsistensi, dan biaya. Kelelahan operator, inkonsistensi antar-inspektur, dan kerumitan dalam pelatihan membuat proses manual semakin tidak efisien, terutama dalam lini produksi berskala besar.

Di sinilah Active Learning hadir sebagai solusi mutakhir yang tidak hanya mengurangi beban kerja manusia, tetapi juga meningkatkan efisiensi dan akurasi proses inspeksi visual otomatis. Paper ini membahas strategi active learning yang diimplementasikan dalam sistem inspeksi visual otomatis berbasis machine learning, khususnya pada produk manufaktur seperti alat cukur produksi Philips Consumer Lifestyle BV.

 

Konsep Dasar Active Learning dalam Inspeksi Visual

Active learning adalah salah satu cabang machine learning yang memungkinkan sistem belajar lebih efisien dengan memilih data yang paling informatif untuk dilabeli. Dalam konteks inspeksi produk, metode ini sangat relevan karena:

  • Volume data besar, namun hanya sebagian kecil yang benar-benar berguna untuk meningkatkan performa model.
  • Keterbatasan sumber daya manusia dalam proses pelabelan, yang membutuhkan waktu dan tenaga.

Dengan pendekatan ini, sistem hanya meminta label pada data yang tidak pasti atau berpotensi meningkatkan akurasi model, sehingga menghemat waktu dan biaya pelabelan.

 

Studi Kasus: Inspeksi Visual Produk Philips

Latar Belakang

Penelitian ini berfokus pada inspeksi kualitas cetakan logo pada alat cukur produksi Philips. Produk-produk ini melalui proses pad printing yang memungkinkan terjadinya cacat seperti:

  1. Double Printing (Pencetakan Ganda)
  2. Interrupted Printing (Pencetakan Terputus)

Operator biasanya melakukan inspeksi manual untuk memisahkan produk cacat dari yang layak jual. Dengan produksi harian dalam jumlah besar, kebutuhan untuk mengotomatisasi proses inspeksi sangat mendesak.

Dataset

Dataset yang digunakan mencakup 3.518 gambar alat cukur yang diklasifikasikan ke dalam tiga kategori:

  • Good Printing (Cetakan Sempurna)
  • Double Printing
  • Interrupted Printing

Data ini menjadi dasar dalam membangun dan menguji model machine learning.

 

Metodologi yang Digunakan

Pendekatan Multiclass Classification

Peneliti memformulasikan masalah sebagai tugas klasifikasi multiclass, dengan tiga kelas yang telah disebutkan. Model dilatih untuk membedakan ketiga kelas ini, memastikan deteksi cacat dapat dilakukan secara otomatis.

Ekstraksi Fitur

Penggunaan ResNet-18 sebagai model pretrained deep learning menjadi kunci utama dalam ekstraksi fitur. Fitur yang diambil dari lapisan average pooling berjumlah 512, yang kemudian diseleksi menggunakan teknik Mutual Information untuk mencegah overfitting.

Strategi Active Learning

Peneliti membandingkan tiga pendekatan utama:

  1. Stream-Based Sampling
    Model memilih data berdasarkan tingkat ketidakpastian yang diukur pada setiap instance yang masuk secara real-time.
  2. Pool-Based Sampling
    Model memilih data dari kumpulan data yang ada, memprioritaskan data yang paling tidak pasti.
  3. Query by Committee
    Pendekatan ini melibatkan beberapa model berbeda (Gaussian Naïve Bayes, CART, SVM, MLP, kNN) yang membentuk "komite". Data dipilih jika terdapat ketidaksetujuan tinggi antar model.

Evaluasi Kinerja

Kinerja model diukur menggunakan AUC ROC (Area Under the Receiver Operating Characteristic Curve), yang populer karena kemampuannya mengukur performa klasifikasi secara threshold-independent.

 

Hasil dan Analisis Data

Performa Model

  • MLP (Multi-layer Perceptron) mencatat performa terbaik di hampir semua skenario, baik pada pool-based maupun stream-based sampling.
    AUC ROC rata-rata mencapai 98-99% di sebagian besar pengujian.
  • SVM (Support Vector Machine) berada di posisi ketiga terbaik setelah MLP dan query-by-committee, dengan hasil AUC ROC stabil di kisaran 95-97%.
  • Query-by-Committee menampilkan performa kompetitif, hampir setara dengan MLP namun masih lebih rendah dalam beberapa skenario.

Signifikansi Statistik

Uji Wilcoxon signed-rank menunjukkan bahwa:

  • Perbedaan performa antara stream-based dan pool-based tidak signifikan.
  • Strategi query-by-committee secara statistik memberikan hasil signifikan dibanding metode lain, kecuali saat dibandingkan langsung dengan MLP.

Efisiensi Labeling

Active learning secara keseluruhan mampu mengurangi kebutuhan pelabelan data tanpa mengorbankan akurasi model. Ini berarti penghematan waktu dan sumber daya manusia yang signifikan di lini produksi.

 

Kritik dan Pembahasan Tambahan

Kelebihan Penelitian

  1. Praktikal dan Realistis
    Fokus pada kasus nyata dari industri (Philips) menjadikan penelitian ini sangat aplikatif.
  2. Komparasi Menyeluruh
    Penelitian ini mengulas berbagai strategi active learning, memungkinkan pembaca mendapatkan gambaran komprehensif tentang kelebihan dan kekurangannya.

Keterbatasan Penelitian

  1. Generalisasi
    Studi ini fokus pada satu jenis produk (alat cukur). Pengujian lebih luas pada tipe produk lain diperlukan untuk menguji skalabilitas metode.
  2. Ketergantungan pada Data Gambar
    Sistem ini sangat bergantung pada kualitas gambar. Kondisi pencahayaan dan noise gambar dapat memengaruhi performa sistem.

 

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Jika dibandingkan dengan penelitian lain seperti Gobert et al. (2018) yang menggunakan 3D convolutional filters untuk mendeteksi cacat pada manufaktur aditif, pendekatan active learning di sini lebih hemat sumber daya karena hanya meminta label pada data yang penting. Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan konsep Smart Manufacturing yang diusung oleh industri 4.0.

 

Implikasi Praktis untuk Industri Manufaktur

Keuntungan Implementasi

  • Efisiensi Operasional: Mempercepat proses inspeksi hingga 40%, mengurangi ketergantungan pada operator manual.
  • Skalabilitas: Bisa diterapkan pada lini produksi yang berbeda dengan modifikasi minimal.
  • Pengurangan Biaya: Mengurangi jumlah data yang perlu dilabeli secara manual.

Contoh Implementasi di Industri

  1. Industri Elektronik
    Digunakan untuk inspeksi komponen PCB di industri semikonduktor, di mana kecepatan inspeksi krusial.
  2. Industri Otomotif
    Diterapkan dalam pengecekan cat bodi kendaraan yang rentan cacat minor yang sulit dilihat oleh mata manusia.

 

Rekomendasi Penelitian Lanjutan

  1. Data Augmentation
    Mengintegrasikan teknik augmentasi data untuk meningkatkan akurasi prediksi model tanpa menambah beban pelabelan data.
  2. Integrasi Edge Computing
    Agar sistem bisa bekerja secara real-time di lokasi produksi tanpa membutuhkan bandwidth besar.
  3. Explainable AI (XAI)
    Meningkatkan transparansi model agar keputusan deteksi cacat dapat dijelaskan secara logis kepada operator dan manajemen pabrik.

 

Kesimpulan

Penelitian "Active Learning for Automated Visual Inspection of Manufactured Products" memberikan wawasan penting tentang bagaimana active learning dapat merevolusi sistem inspeksi visual otomatis dalam industri manufaktur. Dengan memanfaatkan strategi query-by-committee dan MLP, sistem ini mampu mencapai akurasi tinggi sambil menghemat sumber daya.

Pendekatan ini tidak hanya efisien tetapi juga praktis, menawarkan solusi nyata bagi perusahaan yang ingin beradaptasi dengan tuntutan produksi modern yang semakin kompetitif dan berorientasi pada kualitas.

Selengkapnya
Solusi Cerdas untuk Industri Manufaktur Modern
« First Previous page 253 of 1.141 Next Last »