Keselamatan Kerja

Evaluasi dan Perbandingan Metode Penilaian Risiko dalam Ruang Terbatas Berdasarkan ICOP 2010 dan ISO 31010

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Mei 2025


Keselamatan kerja dalam ruang terbatas (confined space) merupakan tantangan besar bagi industri, terutama di sektor manufaktur, minyak dan gas, serta konstruksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem penilaian risiko ICOP 2010 dan memberikan rekomendasi perbaikan dengan menggunakan pendekatan yang lebih terstruktur sesuai dengan ISO 31010. Dengan analisis mendalam terhadap metode seperti Checklist, Risk Scale, Bowtie Analysis, dan Risk Assessment Model, penelitian ini memberikan perspektif yang lebih luas tentang bagaimana perusahaan dapat meningkatkan efektivitas sistem manajemen risiko mereka.

Penelitian ini dilakukan melalui:

Analisis literatur tentang metode penilaian risiko yang digunakan dalam industri ruang terbatas. Studi perbandingan antara pendekatan penilaian risiko dalam ICOP 2010 dan ISO 31010. Pemetaan alat penilaian risiko dari jurnal-jurnal terkait untuk mengidentifikasi kesenjangan dan peluang perbaikan dalam ICOP 2010.

ICOP 2010 mengklasifikasikan proses penilaian risiko dalam lima bagian utama:

  1. Pekerjaan yang akan dilakukan (Work to be undertaken).
  2. Metode yang dapat digunakan (Range of possible methods).
  3. Identifikasi bahaya yang ada (Present hazards).
  4. Metode spesifik yang digunakan untuk pekerjaan tertentu (Actual method details).
  5. Prosedur penyelamatan dan layanan darurat (Rescue and emergency services).

ISO 31010, di sisi lain, memiliki empat tahap utama dalam penilaian risiko:

  1. Identifikasi risiko (Risk Identification – RI).
  2. Analisis risiko (Risk Analysis – RA).
  3. Evaluasi risiko (Risk Evaluation – RE).
  4. Penanganan risiko (Risk Treatment – RT).

Penelitian ini menemukan bahwa metode yang digunakan dalam ICOP 2010 memiliki beberapa kelemahan, antara lain:

Kurangnya spesifikasi dalam metode identifikasi bahaya, sehingga beberapa faktor risiko potensial dapat terlewat. Tidak adanya pendekatan berbasis skala probabilitas dan dampak, yang menyebabkan kesulitan dalam menentukan tingkat risiko secara kuantitatif. Kurangnya integrasi dengan metode mitigasi yang spesifik, seperti Bowtie Analysis atau Proportional Risk Assessment. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa insiden di ruang terbatas masih menjadi masalah utama di Malaysia. Berdasarkan data Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Malaysia (DOSH), terdapat lebih dari 50 kasus kecelakaan fatal di ruang terbatas antara 2009 hingga 2019. Penyebab utama adalah Kurangnya kesadaran dan kompetensi pekerja. Tidak adanya dokumen penilaian risiko yang memadai sebelum memasuki ruang terbatas. Minimnya prosedur penyelamatan yang terdokumentasi dengan baik.

Penelitian ini membandingkan metode penilaian risiko dalam ICOP 2010 dengan ISO 31010 dan menemukan bahwa beberapa metode dalam ICOP 2010 perlu diperbarui untuk meningkatkan efektivitasnya. Berikut adalah beberapa temuan utama:

  • ISO 31010 lebih rinci dalam mengklasifikasikan risiko dengan pendekatan berbasis probabilitas dan dampak.
  • ICOP 2010 masih menggunakan pendekatan umum tanpa model kuantitatif yang jelas.
  • ISO 31010 lebih fleksibel dengan berbagai metode penilaian risiko seperti Checklist, Ishikawa Diagram, dan Risk Matrix, sedangkan ICOP 2010 hanya mengandalkan dokumentasi sederhana.

Kelebihan 

Menyediakan analisis berbasis data yang kuat tentang metode penilaian risiko dalam ruang terbatas. Memberikan pemetaan yang jelas antara ICOP 2010 dan standar internasional ISO 31010. Menyajikan solusi berbasis jurnal ilmiah terkait peningkatan efektivitas metode penilaian risiko.

Kekurangan 

Tidak melakukan uji coba langsung terhadap penerapan metode yang diusulkan. Belum membahas implementasi teknologi dalam mitigasi risiko ruang terbatas. Tidak ada analisis dampak ekonomi dari kecelakaan di ruang terbatas.

Beberapa langkah perbaikan yang direkomendasikan adalah:

  1. Integrasi Metode Penilaian Risiko yang Lebih Canggih, Menggunakan Bowtie Analysis untuk menghubungkan penyebab kecelakaan dengan konsekuensinya. Mengadopsi Risk Estimation Model untuk memperkirakan dampak kecelakaan dalam ruang terbatas.
  2. Peningkatan Dokumentasi dan Regulasi, Memastikan setiap pekerjaan dalam ruang terbatas memiliki dokumen risiko yang lebih spesifik. Mengembangkan standar nasional yang lebih mendetail, mirip dengan pendekatan ISO 31010.
  3. Penggunaan Teknologi dalam Mitigasi Risiko, Implementasi sensor gas otomatis untuk mendeteksi potensi bahaya atmosfer di ruang terbatas. Pemanfaatan sistem pemantauan real-time untuk meningkatkan keselamatan pekerja.
  4. Peningkatan Pelatihan dan Kesadaran Keselamatan, Menyediakan pelatihan berbasis skenario nyata untuk pekerja yang akan memasuki ruang terbatas. Mengadakan drill penyelamatan berkala untuk memastikan kesiapsiagaan dalam keadaan darurat.

Perbedaan metode penilaian risiko antara ICOP 2010 dan ISO 31010, serta bagaimana pendekatan yang lebih komprehensif dapat meningkatkan keselamatan kerja dalam ruang terbatas. Dengan mengadopsi metode yang lebih canggih, seperti Bowtie Analysis dan Risk Estimation Model, industri di Malaysia dapat mengurangi jumlah kecelakaan fatal di ruang terbatas dan meningkatkan standar keselamatan kerja secara keseluruhan. Dengan menerapkan rekomendasi yang disebutkan, perusahaan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap standar internasional dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman bagi pekerja di ruang terbatas.

Sumber Artikel

Amin, Z., Mohammad, R., & Othman, N. (2020). Review and Comparison of Confined Space Risk Assessment Tools Practised by Industry Code of Practice for Safe Working in Confined Space of Malaysia, 2010 (ICOP 2010). Journal of Advanced Research in Business and Management Studies, 18(1), 16-23.

 

Selengkapnya
Evaluasi dan Perbandingan Metode Penilaian Risiko dalam Ruang Terbatas Berdasarkan ICOP 2010 dan ISO 31010

Industri Teknik

Pentingnya Penanganan Aman Bahan Kimia Berbahaya di Industri Teknik

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Mei 2025


Industri teknik menggunakan berbagai bahan kimia berbahaya untuk produksi, analisis, dan penelitian. Risiko kecelakaan akibat kesalahan dalam penanganan bahan kimia dapat menyebabkan kerugian besar, baik dari segi keselamatan pekerja maupun dampak lingkungan. Faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan serta metode mitigasi yang dapat diterapkan.

Menurut penelitian ini, terdapat tiga penyebab utama kecelakaan kimia, yaitu:

  1. Kelalaian manusia – 54%
  2. Bahan yang sensitif terhadap gesekan – 31%
  3. Faktor lainnya – 15%

Jenis bahan kimia yang paling sering menyebabkan kecelakaan:

  • Bahan kimia padat – 83%
  • Gas berbahaya – 16%
  • Minyak dan bahan cair lainnya – 1%

Dari data ini, jelas bahwa sebagian besar kecelakaan terjadi akibat kesalahan manusia dan bahan kimia padat yang berbahaya.

Jenis Bahan Kimia Berbahaya dan Cara Penanganannya

1. Bahan Mudah Terbakar dan Meledak

Bahan kimia seperti hidrogen, asetilena, dan metana mudah terbakar dan berisiko meledak. Studi ini menyarankan beberapa langkah mitigasi, seperti:

  • Menghindari sumber api di area penyimpanan.
  • Menggunakan alat listrik tahan ledakan.
  • Menerapkan sistem perizinan kerja panas sebelum melakukan pekerjaan yang melibatkan api.
  • Menggunakan alat deteksi kebocoran gas untuk mencegah ledakan.

2. Bahan Kimia Korosif

Zat seperti asam sulfat dan fosfat dapat merusak logam dan menyebabkan kebocoran yang tidak terdeteksi. Beberapa langkah pencegahan yang dianjurkan:

  • Menggunakan pipa besi untuk menangani asam sulfat pekat.
  • Memastikan pemeriksaan berkala terhadap jalur pipa untuk mendeteksi kebocoran.
  • Menggunakan peralatan pelindung diri (APD) seperti sarung tangan dan pelindung mata.
  • Menerapkan prosedur netralisasi tumpahan dengan kapur sebelum dibersihkan dengan air.

3. Bahan Beracun

Bahan seperti sianida dan arsenik dapat masuk ke tubuh melalui udara, makanan, atau kontak langsung dengan kulit. Pencegahannya meliputi:

  • Labelisasi bahan kimia dalam bahasa lokal agar pekerja memahami bahaya.
  • Menggunakan pakaian pelindung khusus.
  • Menyediakan fasilitas pencucian darurat di tempat kerja.

Kecelakaan di India yang melibatkan bahan kimia berbahaya. Salah satu kecelakaan besar yang dicatat adalah ledakan akibat bahan peledak di industri petasan. Di India, industri petasan masih banyak yang mengandalkan tenaga manual, sehingga risiko ledakan akibat kesalahan manusia sangat tinggi. Beberapa upaya mitigasi yang disarankan:

  • Otomatisasi proses produksi untuk mengurangi kontak langsung dengan bahan peledak.
  • Pelatihan keselamatan yang ketat bagi pekerja.
  • Sistem inspeksi dan audit yang lebih ketat dari pemerintah.

Kondisi cuaca dapat memperburuk risiko bahan kimia berbahaya. Beberapa contoh:

  1. Kelembaban tinggi – Bahan seperti amonium nitrat sangat sensitif terhadap kelembaban, yang dapat meningkatkan risiko ledakan.
  2. Panas ekstrem – Banyak bahan kimia, seperti hidrogen sianida, mengalami dekomposisi beracun pada suhu tinggi.
  3. Banjir – Dapat menyebabkan kontaminasi air tanah oleh bahan kimia beracun.

Langkah-langkah mitigasi yang direkomendasikan dalam studi ini meliputi:

  • Penyimpanan bahan kimia di lingkungan yang stabil dengan kontrol suhu dan kelembaban.
  • Penggunaan wadah tahan air untuk mencegah tumpahan selama badai atau banjir.
  • Pengawasan berkala terhadap fasilitas penyimpanan untuk memastikan keamanannya.

Beberapa rekomendasi utama dari paper ini untuk mencegah kecelakaan bahan kimia di industri meliputi:

  1. Pelatihan Keselamatan Berkala – Memastikan pekerja memahami prosedur penanganan bahan kimia.
  2. Penerapan Teknologi Deteksi – Menggunakan alat deteksi kebocoran dan sensor gas berbahaya.
  3. Sistem Manajemen Keselamatan – Menetapkan kebijakan ketat untuk penyimpanan dan transportasi bahan kimia.
  4. Inspeksi dan Audit Berkala – Mendeteksi potensi bahaya sebelum kecelakaan terjadi.

Kecelakaan kimia di industri teknik dapat dikurangi dengan penerapan protokol keselamatan yang lebih ketat. Kesalahan manusia tetap menjadi faktor utama dalam sebagian besar insiden, sehingga pelatihan dan pengawasan sangat diperlukan. Paper ini juga menyoroti pentingnya penggunaan teknologi deteksi modern untuk meminimalkan risiko kecelakaan.

Sumber 

Sivaprakash, P., Karthikeyan, L. M., & Joseph, S. (2014). A Study on Handling of Hazardous Chemicals in Engineering Industries. APCBEE Procedia, 9, 187-191.

Selengkapnya
Pentingnya Penanganan Aman Bahan Kimia Berbahaya di Industri Teknik

Limbah Makanan

Manajemen Limbah Makanan Industri Halal: Pelajaran dari Jepang

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Mei 2025


Masalah limbah makanan semakin menjadi perhatian global karena dampaknya terhadap lingkungan dan ekonomi. Menurut FAO (2011, 2012, 2013), sekitar sepertiga dari semua makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia terbuang sia-sia. Di Brunei, angka ini mencapai 1,4 kg per kapita per hari, dengan hanya 11,3% yang didaur ulang. Mayoritas limbah ini berakhir di tempat pembuangan sampah, yang berkontribusi pada pencemaran lingkungan dan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, paper ini menyoroti perlunya kebijakan yang lebih baik dalam pengelolaan limbah makanan industri halal.

Kewpie Corporation, perusahaan yang dikenal dengan produksi mayonesnya, telah berhasil mengelola limbah makanan dengan menerapkan prinsip zero waste. Sebagai contoh, mereka menghasilkan sekitar 28.000 ton cangkang telur per tahun dan mendaur ulangnya menjadi pupuk, bahan pakan ternak, hingga bahan baku kosmetik. Dengan pendekatan lean production, mereka tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga menciptakan nilai tambah dari bahan yang sebelumnya dianggap sebagai limbah.

Di Brunei, pengelolaan limbah makanan masih bergantung pada metode pembuangan ke landfill. Dengan populasi sekitar 400.000 jiwa, jumlah limbah yang dihasilkan per kapita cukup tinggi dibandingkan negara lain di ASEAN. Hal ini menunjukkan perlunya strategi yang lebih baik dalam menangani limbah industri halal, seperti yang diterapkan di Jepang.

Solusi dan Rekomendasi

  1. Implementasi Hierarki Limbah Jepang menggunakan berbagai model pengelolaan limbah seperti Moerman Ladder dan Food Recovery Hierarchy, yang dapat diterapkan di Brunei untuk mengurangi pembuangan makanan ke landfill.
  2. Kebijakan Pemerintah Pemerintah Brunei dapat mengadopsi regulasi yang lebih ketat terhadap industri halal dalam hal pengelolaan limbah, seperti yang dilakukan oleh Jepang dengan Waste Disposal and Public Cleansing Law.
  3. Inovasi dan Teknologi Penerapan teknologi seperti kompos dan biogas dapat menjadi solusi untuk mendaur ulang limbah organik menjadi energi atau pupuk.
  4. Kolaborasi dengan Industri Sektor swasta dapat didorong untuk mengadopsi praktik zero waste, misalnya dengan meniru strategi Kewpie dalam mendaur ulang bahan makanan sisa menjadi produk bernilai tambah.

Industri halal dapat lebih bertanggung jawab dalam mengelola limbah makanannya. Dengan meniru model Jepang, Brunei dapat mengambil langkah signifikan menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan dan mendukung Visi Brunei 2035. Implementasi kebijakan yang lebih ketat, inovasi dalam pengelolaan limbah, serta keterlibatan industri dapat menjadi solusi untuk mengurangi dampak negatif limbah makanan terhadap lingkungan.

Sumber Artikel:

Sulaiman, Nor Surilawana. "Halal Industrial Food Waste Management: Lesson Learnt from Japan." PROCEEDINGS 5th ACIEL 2023, Annual Conference on Islamic Economic and Law, Islamic Faculty University of Trunojoyo Madura, March 14, 2023.

Selengkapnya
Manajemen Limbah Makanan Industri Halal: Pelajaran dari Jepang

Limbah Berbahaya dan Beracun

Hazardous and Toxic Waste Management Analysis at UNS Hospital Indonesia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Mei 2025


Pengelolaan limbah berbahaya dan beracun (B3) di fasilitas kesehatan menjadi isu penting dalam keberlanjutan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Data yang dikumpulkan meliputi proses pengurangan dan pemilahan limbah, penyimpanan, transportasi, serta pengolahan limbah. Hasilnya kemudian dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan regulasi yang ada, seperti Permenkes No. 7 Tahun 2019 dan PP No. 22 Tahun 2021 tentang pengelolaan lingkungan.

Rumah Sakit UNS menghasilkan dua jenis limbah utama:

  1. Limbah medis, yang mencakup limbah infeksius, patologis, benda tajam, farmasi, sitotoksik, bahan kimia, radioaktif, serta wadah bertekanan.
  2. Limbah non-medis, termasuk limbah dari aktivitas rumah tangga, dapur, laundry, dan farmasi yang tidak berbahaya.

Karena pandemi COVID-19, rumah sakit juga mengkategorikan limbah menjadi limbah COVID-19 dan non-COVID-19, menyesuaikan dengan standar keamanan yang lebih ketat.

Pengelolaan limbah di Rumah Sakit UNS terdiri dari enam tahap utama:

1. Pemilahan

Limbah dipilah sesuai jenisnya di setiap ruangan perawatan. Sistem pemilahan menggunakan kode warna:

  • Kuning: Limbah infeksius
  • Hitam: Limbah non-infeksius
  • Ungu: Limbah sitotoksik
  • Merah: Limbah radioaktif

2. Pengemasan

  • Wadah khusus seperti safety box digunakan untuk benda tajam.
  • Limbah infeksius dikumpulkan dalam kantong plastik berwarna kuning.
  • Limbah dikemas dengan penandaan yang jelas untuk memudahkan pengolahan lebih lanjut.

3. Pengumpulan

  • Limbah dikumpulkan secara berkala oleh petugas kebersihan menggunakan troli khusus.
  • Limbah medis disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) B3 sebelum diangkut oleh pihak ketiga.

4. Penyimpanan

  • Limbah medis disimpan selama 1–2 hari untuk menghindari kontaminasi.
  • Limbah non-medis dapat disimpan hingga 1 tahun.

5. Transportasi

  • Limbah diangkut oleh pihak ketiga yang memiliki izin resmi.
  • Frekuensi pengangkutan:
    • Limbah medis: 4 kali seminggu
    • Limbah non-medis: Sekali setahun

6. Pengolahan

  • Rumah Sakit UNS memiliki incinerator, tetapi belum dapat digunakan karena keterbatasan perizinan.
  • Limbah sementara ini diproses oleh pihak ketiga yang telah memiliki sertifikasi pengelolaan limbah B3.

Analisis dan Temuan Penelitian

  1. Efektivitas Sistem Pemilahan: Rumah sakit telah menerapkan sistem pemilahan yang baik dengan kode warna sesuai standar WHO dan regulasi nasional.
  2. Ketergantungan pada Pihak Ketiga: Karena belum memiliki izin operasional untuk mengelola limbah secara mandiri, transportasi dan pemrosesan limbah masih bergantung pada pihak luar.
  3. Peningkatan Limbah COVID-19: Pandemi menyebabkan peningkatan signifikan dalam jumlah limbah infeksius, sehingga pengelolaan yang lebih ketat diperlukan.
  4. Regulasi dan Kepatuhan: Rumah sakit telah menerapkan regulasi nasional dalam sistem pengelolaannya, tetapi masih memerlukan peningkatan dalam aspek pengolahan mandiri.

Untuk meningkatkan pengelolaan limbah B3 di Rumah Sakit UNS, beberapa langkah dapat diambil:

  • Mempercepat izin operasional incinerator agar rumah sakit bisa lebih mandiri dalam menangani limbah medis.
  • Meningkatkan kapasitas penyimpanan sementara untuk mengakomodasi lonjakan volume limbah, terutama dalam situasi darurat seperti pandemi.
  • Meningkatkan sistem pemantauan dan pelaporan untuk memastikan transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi.
  • Mengedukasi tenaga medis dan non-medis tentang pemilahan limbah yang lebih efektif untuk mengurangi kontaminasi silang.

Pengelolaan limbah B3 di Rumah Sakit UNS telah berjalan sesuai regulasi, meskipun masih memiliki keterbatasan dalam aspek pengolahan mandiri. Dengan perbaikan dalam infrastruktur, regulasi, dan edukasi, sistem ini dapat lebih optimal dalam mengurangi dampak lingkungan serta meningkatkan keselamatan pekerja dan pasien.

Sumber Artikel: Hashfi Hawali Abdul Matin et al., "Hazardous and Toxic Waste Management Analysis at UNS Hospital Indonesia", Waste Technology, Vol. 9(2), 2021, pp. 29-36.

Selengkapnya
Hazardous and Toxic Waste Management Analysis at UNS Hospital Indonesia

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Influence of Industrial Waste Management, Workers Safety Practices, and Occupational Health Attitude on Employees’ Health Status in Urban Community in Nigeria

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Mei 2025


Industri modern di negara berkembang memiliki dampak besar terhadap kesehatan pekerja dan lingkungan sekitar. Penelitian ini menggunakan desain survei deskriptif, dengan sampel sebanyak 270 pekerja industri di Ibadan, Oyo State, Nigeria. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang dikembangkan khusus untuk penelitian ini, yakni Industrial Waste Management and Workers Health Status Inventory (IWMWHSI). Analisis data dilakukan dengan metode Multiple Regression Analysis dan Pearson Moment Correlation Analysis untuk menguji hubungan antara variabel-variabel penelitian.

Hubungan Antara Praktik Manajemen Limbah dan Kesehatan Pekerja

  • Incineration (Pembakaran limbah): Memiliki korelasi positif dan signifikan terhadap status kesehatan pekerja (r = 0,32, N = 270, P < 0,05).
  • Recycling (Daur ulang limbah): Memiliki korelasi positif tetapi lebih rendah dibandingkan incineration (r = 0,24, N = 270, P < 0,05).
  • Hasil ini menunjukkan bahwa manajemen limbah yang efektif dapat meningkatkan kesehatan pekerja, terutama jika metode pengelolaan limbah dilakukan dengan standar yang baik.

Hubungan Antara Praktik Keselamatan Kerja dan Kesehatan Pekerja

  • Praktik keselamatan kerja menunjukkan hubungan positif dengan status kesehatan pekerja (r = 0,16, N = 270, P < 0,05).
  • Hal ini menegaskan bahwa keselamatan kerja yang baik dapat mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Sikap Kesehatan Kerja dan Kesehatan Pekerja

  • Sikap pekerja terhadap kesehatan kerja juga berpengaruh terhadap status kesehatan mereka (r = 0,17, N = 270, P < 0,05).
  • Kesadaran pekerja tentang pentingnya menjaga kesehatan berperan dalam pencegahan risiko kesehatan akibat paparan limbah industri.

Prediksi Status Kesehatan Pekerja

  • Manajemen limbah, keselamatan kerja, dan sikap kesehatan kerja secara bersama-sama mempengaruhi status kesehatan pekerja dengan tingkat signifikansi yang tinggi.
  • Model regresi menunjukkan bahwa manajemen limbah memberikan kontribusi terbesar dalam meningkatkan kesehatan pekerja, diikuti oleh keselamatan kerja dan sikap kesehatan.

Studi ini mengidentifikasi beberapa tantangan utama yang dihadapi industri dalam pengelolaan limbah dan keselamatan kerja, antara lain:

  1. Kurangnya pengawasan pemerintah terhadap kepatuhan industri dalam manajemen limbah dan keselamatan kerja.
  2. Kurangnya kesadaran pekerja terhadap bahaya limbah industri, yang menyebabkan rendahnya kepatuhan terhadap protokol keselamatan.
  3. Keterbatasan fasilitas kesehatan kerja, seperti klinik di tempat kerja, untuk menangani penyakit akibat kerja.
  4. Kurangnya teknologi pengelolaan limbah yang efektif, menyebabkan banyak perusahaan memilih metode yang lebih murah tetapi tidak aman, seperti pembuangan langsung ke lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa rekomendasi dapat diterapkan untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja di industri:

  1. Peningkatan Regulasi dan Penegakan Hukum
    • Pemerintah harus memperketat pengawasan dan menerapkan sanksi tegas bagi perusahaan yang melanggar standar manajemen limbah dan keselamatan kerja.
    • Inspeksi rutin harus dilakukan untuk memastikan kepatuhan industri terhadap regulasi lingkungan dan kesehatan kerja.
  2. Edukasi dan Pelatihan Keselamatan Kerja
    • Pekerja harus diberikan pelatihan berkala tentang bahaya limbah industri dan pentingnya mematuhi prosedur keselamatan kerja.
    • Manajemen harus mengembangkan budaya keselamatan yang menempatkan kesehatan pekerja sebagai prioritas utama.
  3. Investasi dalam Teknologi Pengelolaan Limbah yang Ramah Lingkungan
    • Perusahaan harus didorong untuk menggunakan teknologi modern dalam pengolahan limbah, seperti biodegradation atau waste-to-energy conversion.
    • Daur ulang harus lebih dioptimalkan untuk mengurangi jumlah limbah yang harus diolah melalui metode pembakaran.
  4. Peningkatan Fasilitas Kesehatan di Tempat Kerja
    • Perusahaan harus menyediakan fasilitas kesehatan kerja yang memadai, termasuk klinik dan pemeriksaan kesehatan rutin bagi pekerja.
    • Akses terhadap layanan kesehatan mental juga harus diperhatikan, mengingat stres akibat lingkungan kerja yang berisiko tinggi.

Paper ini memberikan wawasan mendalam mengenai pentingnya manajemen limbah industri, keselamatan kerja, dan sikap pekerja dalam menjaga kesehatan mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan limbah yang baik, penerapan keselamatan kerja yang ketat, dan sikap positif terhadap kesehatan memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan pekerja. Dengan implementasi regulasi yang lebih ketat dan kesadaran yang lebih tinggi dari pihak industri, diharapkan risiko kesehatan akibat limbah industri dapat diminimalkan.

Sumber Artikel: Olaoke Ibitola Olajumoke, Popoola Olusoji David, "Influence of Industrial Waste Management, Workers Safety Practices, and Occupational Health Attitude on Employees’ Health Status in Urban Community in Nigeria", Journal of Environmental Sciences and Resource Management, Vol. 9, No. 1, 2017.

Selengkapnya
Influence of Industrial Waste Management, Workers Safety Practices, and Occupational Health Attitude on Employees’ Health Status in Urban Community in Nigeria

Limbah Berbahaya dan Beracun

Desain Gudang Bahan Berbahaya yang Aman: Prinsip, Tantangan, dan Implementasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 13 Mei 2025


Penyimpanan bahan berbahaya merupakan salah satu aspek paling krusial dalam industri kimia dan petrokimia. Gudang bahan berbahaya harus dirancang dengan mempertimbangkan risiko kebakaran, ledakan, paparan bahan toksik, serta dampak lingkungan. Paper ini membahas pendekatan desain yang dilakukan oleh Foster Wheeler, perusahaan yang memiliki pengalaman luas dalam merancang fasilitas penyimpanan bahan berbahaya yang aman. Desain gudang ini harus memenuhi berbagai persyaratan regulasi serta mengimplementasikan strategi mitigasi risiko agar aman bagi pekerja dan lingkungan. Paper ini juga membahas studi kasus dari berbagai insiden besar dalam penyimpanan bahan kimia, menunjukkan bahwa sekitar 24% kecelakaan industri terjadi di gudang bahan berbahaya.

Menurut laporan International Labour Organization (ILO), insiden besar yang melibatkan gudang bahan berbahaya telah terjadi selama lebih dari satu abad. Beberapa kasus terkenal yang disoroti dalam paper ini antara lain:

1. Kebakaran Gudang di Renfrew, Skotlandia (1977)

Gudang Braehead Container Clearance Depot mengalami kebakaran besar yang disebabkan oleh penyimpanan natrium klorat dalam kondisi panas tinggi. Insiden ini mengakibatkan ledakan besar yang menghancurkan gudang sepenuhnya.

2. Ledakan di Barking, Essex (1980)

Gudang yang menyimpan 49 ton gas petroleum cair (LPG) serta campuran minyak mudah terbakar meledak setelah terkena percikan listrik dari forklift yang beroperasi di dalamnya.

3. Insiden Sandoz, Swiss (1986)

Sebanyak 30 ton bahan kimia berbahaya yang tersimpan di gudang Sandoz terbakar dan air pemadam kebakaran membawa limbah beracun ke Sungai Rhine, mencemari lebih dari 250 km aliran sungai di empat negara: Swiss, Prancis, Jerman, dan Belanda.

4. Ledakan West Fertilizer, AS (2013)

Gudang pupuk di Texas mengalami ledakan akibat 30 ton amonium nitrat yang disimpan di dalam bangunan kayu tanpa sistem pemadam kebakaran otomatis. Insiden ini menyebabkan 15 kematian dan ratusan korban luka. Insiden-insiden ini menunjukkan bahwa penyimpanan bahan berbahaya tanpa sistem pengamanan yang tepat dapat menyebabkan bencana besar, baik bagi manusia maupun lingkungan.

Menurut Health and Safety Executive (HSE), beberapa faktor utama penyebab kecelakaan di gudang bahan berbahaya meliputi:

  1. Kurangnya pemahaman tentang sifat bahan berbahaya.
  2. Kesalahan manusia akibat kurangnya pelatihan.
  3. Penyimpanan yang tidak sesuai dengan karakteristik bahannya.
  4. Desain gudang yang buruk atau tidak sesuai standar keselamatan.
  5. Paparan terhadap sumber panas dari kebakaran terdekat.
  6. Kurangnya pengendalian sumber api, seperti rokok dan peralatan listrik.

Kesalahan desain dan kurangnya kontrol terhadap lingkungan penyimpanan menjadi faktor dominan dalam banyak insiden.

Paper ini membahas metodologi desain yang diterapkan oleh Foster Wheeler untuk memastikan keamanan dalam penyimpanan bahan berbahaya. Gudang harus memiliki daftar lengkap bahan kimia yang disimpan, termasuk informasi tentang status fisik, kemasan, serta metode penanganan yang tepat. Bahan diklasifikasikan berdasarkan standar European CLP (Classification, Labelling, and Packaging Regulation) dan NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazards untuk menentukan risiko seperti:

  • Reaktivitas terhadap air dan udara
  • Pembentukan gas beracun
  • Tingkat toksisitas
  • Kemampuan menghasilkan panas dalam kondisi tertentu

Proses ini melibatkan penilaian terhadap potensi interaksi antara bahan kimia yang dapat menyebabkan reaksi berbahaya, serta dampaknya terhadap fasilitas lain, lingkungan, dan masyarakat sekitar. Beberapa aspek utama dalam desain gudang bahan berbahaya mencakup:

  • Batas maksimum jumlah bahan kimia yang boleh disimpan sesuai tingkat toksisitas dan reaktivitasnya.
  • Aturan jarak aman antar bahan yang tidak kompatibel.
  • Sistem pemadam kebakaran otomatis, seperti sprinkler dan sistem deteksi asap/gas.
  • Ventilasi yang memadai untuk mencegah akumulasi gas berbahaya.
  • Sistem pengendalian tumpahan bahan kimia agar tidak mencemari lingkungan.

Salah satu contoh desain gudang yang dijelaskan dalam paper ini melibatkan fasilitas yang menangani bahan kimia dalam bentuk padatan dan cairan. Desain ini mencakup:

  • Pengaturan jarak aman antara drum penyimpanan cairan mudah terbakar dan bahan oksidator.
  • Pemilihan bahan konstruksi tahan api untuk mencegah penyebaran kebakaran.
  • Instalasi sistem drainase sekunder untuk menangani tumpahan bahan beracun.

Paper ini juga mengkaji penerapan desain gudang untuk penyimpanan amonium nitrat, bahan yang sering terlibat dalam ledakan industri. Beberapa aspek penting dalam desain ini meliputi:

  • Pemisahan dari bahan lain yang dapat memicu reaksi eksotermis.
  • Sistem pendinginan untuk menjaga suhu tetap stabil.
  • Sistem ventilasi alami dan mekanis untuk menghindari akumulasi gas yang mudah terbakar.

Paper ini menegaskan bahwa desain gudang bahan berbahaya harus mempertimbangkan berbagai faktor kompleks yang mencakup karakteristik bahan, regulasi keselamatan, dan sistem mitigasi risiko. Beberapa rekomendasi utama yang diberikan meliputi:

  1. Peningkatan Kesadaran akan Sifat Bahan Kimia.
  2. Perancangan Gudang dengan Sistem Keselamatan Terintegrasi
  3. Pemisahan dan Penyimpanan Bahan yang Tidak Kompatibel
  4. Audit dan Inspeksi Keselamatan Secara Berkala

Dengan menerapkan desain yang sesuai, risiko kecelakaan di gudang bahan berbahaya dapat diminimalkan, melindungi pekerja, masyarakat, serta lingkungan sekitar.

Sumber Asli Paper

Benintendi, R., & Round, S. (2019). Design of a Safe Hazardous Materials Warehouse. Foster Wheeler, Symposium Series No. 159, Hazards 24.

Selengkapnya
Desain Gudang Bahan Berbahaya yang Aman: Prinsip, Tantangan, dan Implementasi
« First Previous page 210 of 1.134 Next Last »