5 Kebijakan Strategis untuk Pembaruan SKKNI Quantity Surveyor agar Kompetitif di Era Global

Dipublikasikan oleh Marioe Tri

08 September 2025, 20.56

Pendahuluan

Industri konstruksi Indonesia tumbuh pesat, dengan jumlah perusahaan yang meningkat dari 155.833 pada 2018 menjadi 203.403 pada 2021. Pertumbuhan ini menuntut tenaga kerja yang kompeten dan adaptif terhadap perubahan teknologi. Salah satu profesi strategis adalah Quantity Surveyor (QS), yang berperan dalam pengendalian biaya, manajemen kontrak, dan efisiensi proyek konstruksi.

Di Indonesia, kompetensi QS diatur dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang diterbitkan melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor KEP.06/MEN/I/2011. Sayangnya, sejak diterbitkan lebih dari satu dekade lalu, SKKNI QS belum pernah diperbarui. Kondisi ini berisiko membuat QS Indonesia tertinggal dibandingkan standar global, terutama dalam penguasaan teknologi modern seperti Building Information Modelling (BIM), keberlanjutan, dan manajemen risiko.

Penelitian oleh Hansen et al. (2023) menekankan bahwa pembaruan SKKNI QS bukan hanya kebutuhan teknis, tetapi juga kebijakan strategis nasional. Artikel ini mengulas temuan riset tersebut dan menyajikan lima rekomendasi kebijakan publik agar Indonesia dapat melahirkan QS yang profesional, adaptif, dan siap bersaing di pasar global.

Mengapa Pembaruan SKKNI QS Mendesak Dilakukan?

SKKNI adalah fondasi legal dan teknis untuk merancang pelatihan, melakukan sertifikasi, dan menetapkan kualifikasi profesi. Tanpa pembaruan, ada sejumlah risiko:

  • Keterlambatan dalam adaptasi teknologi → QS tidak menguasai teknologi modern seperti BIM, manajemen data, dan analitik digital.

  • Kompetensi tidak relevan → kebutuhan industri konstruksi global menuntut keterampilan baru yang belum tercantum dalam SKKNI lama.

  • Kesulitan bersaing di pasar global → QS Indonesia tertinggal dibandingkan negara seperti Inggris, Malaysia, dan Singapura yang telah memperbarui standar mereka.

  • Efisiensi dan produktivitas rendah → tanpa keahlian terkini, QS tidak mampu memberikan solusi hemat biaya dan berkelanjutan.

Penelitian ini mengidentifikasi bahwa SKKNI QS saat ini hanya memuat 18 unit kompetensi, sementara hasil analisis terhadap standar internasional mengusulkan 33 unit kompetensi yang mencakup keterampilan wajib, inti, dan khusus.

Dampak Jika SKKNI QS Tidak Diperbarui

Jika tidak dilakukan pembaruan segera, beberapa dampak serius dapat terjadi:

  • Tertinggal dalam inovasi → QS Indonesia tidak siap menghadapi era digitalisasi dan otomasi konstruksi.

  • Rendahnya kepercayaan global → perusahaan multinasional enggan mempercayakan proyek pada QS lokal.

  • Ketidakselarasan dengan UU Ketenagakerjaan dan Permenaker Nomor 3 Tahun 2016 → terkait tata cara penetapan SKKNI.

  • Stagnasi kualitas tenaga kerja → menghambat daya saing sektor konstruksi nasional.

5 Rekomendasi Kebijakan Publik untuk Pembaruan SKKNI QS

1. Revisi Regulasi SKKNI QS Secara Berkala

Mengapa penting?
SKKNI QS diterbitkan lebih dari 12 tahun lalu dan belum disesuaikan dengan perkembangan teknologi.

Langkah implementasi:

  • Pemerintah melalui Kemenaker wajib melakukan pembaruan setiap lima tahun.

  • Integrasi unit kompetensi baru seperti BIM, manajemen data, keberlanjutan, dan perencanaan bisnis.

  • Penyusunan dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan IQSI, akademisi, dan pelaku industri.

2. Integrasi Teknologi Digital dalam Standar Kompetensi

Mengapa penting?
Era Konstruksi 4.0 menuntut QS menguasai teknologi digital untuk manajemen proyek yang efisien.

Langkah implementasi:

  • Penetapan kompetensi wajib BIM, manajemen risiko berbasis data, dan literasi teknologi informasi.

  • Pengembangan modul pelatihan berbasis simulasi digital.

  • Kolaborasi dengan asosiasi teknologi dan universitas teknik.

Untuk mendukung penguasaan BIM, kursus seperti Building Information Modeling for Architecture and Building Design dapat menjadi pilihan yang tepat. Kursus ini membahas konsep BIM dan proses implementasinya, serta memahami alur kerja BIM mulai dari tahap awal hingga menghasilkan gambar kerja, visualisasi, dan perhitungan volume dan quantity pada model.

3. Skema Sertifikasi Nasional Berbasis Kompetensi Global

Mengapa penting?
QS Indonesia harus mampu bersaing dengan standar internasional seperti RICS (UK) dan RISM (Malaysia).

Langkah implementasi:

  • Sinkronisasi SKKNI QS dengan kerangka ASEAN MRA (Mutual Recognition Arrangement).

  • Pemberian sertifikasi berlapis (nasional dan ASEAN) untuk mempermudah mobilitas tenaga kerja.

  • Penerapan ujian sertifikasi berbasis proyek nyata dan teknologi digital.

4. Insentif dan Dukungan Pemerintah untuk Lembaga Pelatihan

Mengapa penting?
Tanpa dukungan finansial, pembaruan standar tidak efektif karena pelatihan tidak terjangkau oleh QS.

Langkah implementasi:

  • Subsidi pelatihan kompetensi baru melalui program vokasi.

  • Pengurangan pajak bagi perusahaan yang membiayai sertifikasi QS.

  • Pendanaan riset terkait kompetensi baru seperti keberlanjutan dan teknologi informasi.

5. Pembentukan Pusat Riset dan Inovasi Kompetensi Konstruksi

Mengapa penting?
Perubahan kompetensi harus berbasis penelitian berkelanjutan agar tidak usang.

Langkah implementasi:

  • Membentuk National Competency Innovation Center untuk memantau tren global.

  • Mengintegrasikan riset akademik, industri, dan asosiasi profesi.

  • Menyediakan database kompetensi terbaru untuk perencanaan kebijakan.

Implementasi: Peran Pemerintah dan Industri

Keberhasilan pembaruan SKKNI QS bergantung pada kolaborasi multi-stakeholder:

  • Kemenaker → mengatur regulasi dan sertifikasi.

  • IQSI (Ikatan Quantity Surveyor Indonesia) → memastikan kesesuaian standar dengan praktik profesional.

  • Lembaga Pelatihan → menyediakan kurikulum berbasis unit kompetensi terbaru.

  • Perusahaan Konstruksi → mendukung implementasi di lapangan melalui skema pembiayaan dan insentif.

  • Perguruan Tinggi → menyiapkan kurikulum pendidikan yang sesuai SKKNI terbaru.

Kesimpulan

Pembaruan SKKNI Quantity Surveyor adalah kebijakan strategis untuk menjamin kualitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia di sektor konstruksi. Dengan menambahkan 33 unit kompetensi baru yang meliputi teknologi digital, keberlanjutan, manajemen risiko, dan literasi data, QS Indonesia akan lebih siap menghadapi tantangan global. Implementasi kebijakan ini memerlukan regulasi adaptif, dukungan finansial, dan kolaborasi aktif antara pemerintah, asosiasi profesi, dan industri.

Sumber

  • Seng Hansen, Susy Fatena Rostiyanti, Al Fajra (2023). Tinjauan dan Rekomendasi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Quantity Surveyor (SKKNI QS). Jurnal Ilmiah Desain & Konstruksi, Vol. 22 No. 2. E-Journal Gunadarma

  • BPS (2022). Statistik Konstruksi 2021 – Data peningkatan jumlah perusahaan konstruksi.